Halo, selamat hari senin! Hari ini seperti biasa hari saya dimulai dengan ribet mengurus dua anak, mulai dari mandi sampai makan pagi. Tidak hanya si bayi yang membuat ribet, si balita pun tidak kalah ruwet ngurusnya. Apalagi sekarang sang kakak sedang libur sekolah, jadi seharian di rumah deh.
Hal ini yang kemudian membuat saya berpikir, mungkinkah hal ini yang membuat para ibu2 terutama yang pernah merasakan menjadi wanita karir menjadi stres ketika harus berjibaku di rumah? Hmm..bisa jadi urusan anak menjadi salah satunya, tapi berdasar pengalaman, ada beberapa hal lain kok. Saya mau bahas aah.
Pertama, urusan anak. Pertama2 harus ingat, bersyukur kepada Allah SWT, sudah diberikan amanah berupa keturunan sehingga harus diurus dan dijaga baik2. Hal itu juga yang kemudian membuat saya memutuskan untuk tetap di rumah, setidaknya bisa bekerja dari rumah. Tapiiiii, terkadang anak memang membuat ibu tidak bisa kemana2, banyak tuntutan ini itu dari mereka. Mulai dari kewajiban memandikan, memberi makan dll, hingga menemani nonton tv, belajar dll. Memang itu sudah kewajiban dari ibu, namun terkadang rutinitas tersebut bisa membuat bosan. Sesekali saya ingin "membebaskan diri" dari rengekan ini dan itu. Jalan keluarnya, saya berikan waktu untuk diri saya sendiri, minimal 30 menit dengan berada di depan komputer, menulis blog ini. Hehehe karena memang kecintaan saya menulis. Kalau ibu2 yang lain senang ke salon ataupun arisan, silakan saja.
Kedua, eksistensi diri. Hadeeuuuh..bukan mau sok iye dengan istilah ini. Tapi, saat saya (dan ibu2 lain yang pernah ngantor kemudian jadi IRT), kita dikenal sebagai diri dan kemampuan kita secara pribadi. Kita dipanggil dengan nama kita sendiri. Tapi, setelah jadi IRT, panggilan terhadap diri kita berubah. Di rumah, dipanggil dengan nama suami, kemudian di sekolah dipanggil dengan sebutan Mama ..... (nama anak). Hal ini seringkali membuat saya merasa kehilangan jati diri. Hehehe beneran loh, kadang hal itu berpengaruh juga terhadap rasa percaya diri. Untuk saya sih, hal ini biasanya disiasati (lagi-lagi) dengan kegiatan menulis. Menulis artikel lepas atau bikin buku bareng2 temen, dll yang menempelkan identitas nama saya. Untuk ibu2 lain, bisa juga melakukan hal sesuai minatnya.
Ketiga, pengakuan suami dan orang sekitar. Intinya, akan lebih sulit bagi ibu rumah tangga mendapatkan pengakuan
atau sekedar pujian dari kerja kerasnya seharian berupa anak yang sudah
makan atau cukup tidur, dibandingkan ketika bekerja dan memperoleh
penghargaan, baik dari orang-orang sekitar, bahkan suami dan keluarga. Ilmu yang saya pakai untuk hal ini adalah ikhlas, karena saya sudah memilih jalur ibu rumah tangga.
Satu lagi yang ingin saya bagi, jujur saja, saya sempat terkejut dengan komentar suami pada suatu hari ketika menjemput saya dari tempat saya membantu penulisan. "Ibu kok kalo di luar seneng banget, mukanya senyum trus ketawa-tawa". Hehehe saya cuma nyengir aja waktu itu. Tapi, saya jadi berpikir, bahwa selama saya di rumah, saya lebih sering cemberut, marah2, ngomel ke anak ataupun asisten di rumah. Aaah pantas saja, suami saya ngomong begitu. MEmang sulit saat berada di rumah yang selalu dihadapkan dengan kondisi macam2, harus terus tersenyum ataupun tidak marah2.Yaah, untuk yang satu ini memang saya masih harus banyak belajar bersabar. Kalau yang ini, saya juga mohon petunjuk untuk yang lebih berpengalaman.
Beneran nih yang punya saran, masukan ataupun bagi pengalaman, saya tunggu ya. Bel saya alias anak-anak sudah rewel, artinya saya harus sudahkan dulu tulisan ini deh. Terimakasih.
hahaha... semangat mba ririn... baru agak bernafas lega mengurus anak2 ketika mereka sudah bisa diajak diskusi sekitar umur 3 tahun lah :)
ReplyDeletehehe makasih mbak selvie :) *ngitung2...dua taon setengah lagi doonk*
ReplyDelete