Pages

Thursday 26 December 2013

Tulisan Sederhana Si Blogger Jejadian yang Mantan Reporter

Saya dengan patung siapa itu udah lupa di museum di Berlin ^_^ (dok.pribadi)

Dulu sewaktu saya baru belajar menjadi reporter, menulis sebuah artikel yang berasal dari berbagai sumber termasuk wawancara, data, angka serta dokumentasi lain, terasa begitu membingungkan. Meski lama kelamaan, menjadi kebiasaan yang tidak lagi terlalu sulit.

Biasanya, saya akan melakukan transkrip dari wawancara. Menuliskan hasil rekaman berupa kalimat-kalimat yang dilontarkan narasumber serta pertanyaan saya atau rekan wartawan yang lain. Bisa dibilang ini merupakan salah satu bagian yang bisa sangat membosankan. Kalau hanya wawancara 10-15 menit sih tidak masalah, tapi lain halnya saat wawancara memakan waktu 1-2 jam. Sampai-sampai saya dulu membayangkan ada alat yang dapat langsung memindahkan hasil audio ke dalam tulisan. Eh udah ada belum sekarang ya?

Proses kedua, kemudian melihat kembali data-data yang sudah saya miliki. Menentukan data mana yang sekiranya menjadi sangat penting, penting dan kurang penting dalam tulisan saya nanti. Selanjutnya, mulai menulis deh, ngapain lagi hehehe :D

Sebagai seorang reporter, tentu saja tulisan saya serba formal, sedapat mungkin tidak memasukkan opini pribadi dan tidak mendukung pihak tertentu. Meski untuk beberapa jenis tulisan feature, tulisan lebih informal dan pengambilang angle atau sudut pandang bisa lebih pribadi.

Saat ini tulisan saya di blog ini bisa dibilang sekitar 97 persen, jauh dari kalimat-kalimat formal dan sebagaimana tatanan semasa saya di media. Mengapa? Mau tahu aja apa mau tahu banget...hahahaha *kayak ada yang mau tahu aja, rin* :D

Saya sendiri menyebut diri sebagai blogger jejadian lantaran saya juga belum lama belajar nulis di blog. Ikut komunitas juga belum kopi darat yang katanya membuat saya belum sah jadi blogger sejati hihihi.

Dari pengalaman menulis di blog kemudian, saya belajar justru kekuatan dari menulis sebagai blogger adalah opini dan pengalaman pribadi. Bahasa yang digunakan pun lebih enak jika dibaca sebagai bahasa sehari-hari, toh kalau mau baca bahasa berita, bisa mampir di portal berita ataupun koran. Tapi, beneran ya, ini pendapat pribadi saya. kenyataannya, masih banyak blogger dengan kemampuan menulis formal yang sangat baik yang sangat saya hormati.

Sebagai salah satu blogger yang rajin mengikuti lomba, saya selalu berusaha untuk memasukkan unsur pribadi. Kalau saya tidak memiliki pengalaman atau pemikiran pribadi berkaitan dengan lomba menulis tersebut, biasanya saya tidak ngotot. Bukannya saya tidak peduli juga dengan sebagian juri yang masih menyukai bahasa-bahasa formal dengan referensi-referensi yang bahasanya bikin pembacanya mikir lama, bolak balik baca masih nggak ngerti juga, sebelum akhirnya skip itu tulisan *eh itu sih saya aja kali ya hehehe :D*

Saya percaya semua orang punya ciri khas penulisan masing-masing, juga rejekinya masing-masing. Begitu juga setiap blog atau tulisan, memiliki pembacanya masing-masing.

Untuk saya yang terpenting dari menulis adalah proses menulisnya itu sendiri, serta kebahagiaan untuk terus bisa berbagi.








Wednesday 25 December 2013

Apa Cita-citamu, Nak?


"Aku mau jadi dokter!"

Mungkin itu jawaban paling banyak yang dijawab anak-anak, saat saya kecil dulu. Mungkin juga sampai sekarang. Entah karena memang dirasa sebagai jawaban paling mudah, paling keren atau mungkin juga paling memenuhi ekspektasi orangtua.

Saya sendiri termasuk satu diantara yang pernah mengatakan itu waktu kecil, saat ditanya mau jadi apa. Hanya saja kalo orang lain jawabnya pas ditanya di depan kelas, kalo saya ngomong langsung saat ngeliat dokter buka laci yang penuh duit. Hahahaha mata duitan sedari kecil, donk :D

Aylaa (tengah) bersama teman-temannya saat lomba menari mewakil sekolah (dok.pribadi)

Monday 23 December 2013

Ibu, Panggilan yang Kutunggu

Ibu dan Aylaa, masih manja biarpun sudah gede (dok.pribadi)

Anakku Aylaa,
Butuh sekitar satu tahun sejak kelahiranmu untuk mendengarmu memanggil Ibu
Tak terhitung berapa malam kurang tidur
Tak terhitung berapa cucian popok kotor
Tak terhitung tangan ini menampung muntah dari mulut mungilmu
Belum lagi beberapa malam di kamar rumah sakit
Saat usiamu tujuh bulan karena terkena demam berdarah
Tak terhitung lagi butir air mata yang jatuh
Kadang menetes, tak jarang keluar dengan deras
Kadang saat Ibu sendiri, juga ketika saat bersama Ayah atau Nenek dan Kakek

Ibu kadang menyesali tak terlalu ngotot saat Aylaa tidak mau lagi menyusu
Menyerah karena memang sulit menyusui diantara selang oksigen saat itu

Alhamdulillah dirimu kuat, nak
Tumbuh jadi anak yang pintar dan cantik
Dengan kulit yang halus dan putih, sebagaimana Ayah
Mata bulat dan bulu mata lentik
Alis mata sudah terbentuk indah.
Ibu baru tahu arti dari istilah alis bagaikan semut beriring dari situ
Hingga suatu hari Aylaa menyebut "Obi"
Semua orang bingung, apa artinya
Ternyata itu adalah panggilanmu terhadap Ibu
Hingga usiamu 7 tahun saat ini, Ibu masih mengingat panggilan pertamamu

Sandya, jagoan Ibu (dok.pribadi)

Anakku Sandya,
Mungkin Allah sedang menguji Ibu atau menganggap Ibu sudah lebih kuat
Sebab, perjuangan Ibu untuk mendengar celotehmu ternyata lebih berat lagi nak
Baru satu malam, Ibu memeluk dan menyusuimu
Malam kedua, Sandya harus bermalam di ruang perawatan khusus tanpa ditemani Ibu
Malam ketiga, tubuh kecilmu harus melalui tindakan medis yang membuatmu menjerit-jerit tengah malam
Lagi, tanpa Ibu disisimu
Hanya Ayah dan Kakek yang ada disana
Karena Ibu tidak akan sanggup mendengarnya

Hingga kemudian Sandya pulang ke rumah, Ibu bisa menggendongmu lagi sayang
Ragu dan kaku sekali Ibu saat itu
Amanah terbesar bagi Ibu akhirnya ada didekapan
Namun, itu hanya sementara
Tepat usia satu bulan, Ibu harus merelakan dirimu menjalani tindakan medis yang lebih besar lagi
Tak terhitung lagi air mata yang mengalir siang dan malam
Hari-hari tanpa tidur, hanya sekedar beristirahat memejamkan mata pun terkadang tak sempat
Karena Ibu bertekad tidak lagi menyerah untuk memberikan susu Ibu
Tetes demi tetes ASI Ibu kumpulkan agar Sandya semakin kuat
Kita sama-sama berjuang ya, sayang. 
Kalimat itu yang Ibu ulang-ulang dalam pikiran saat Ibu merasa lelah.
Ibu harus yakin. Harus.

Alhamdulillah Sandya diperbolehkan pulang ke rumah
Tak terkira rasa bahagia Ibu, Ayah dan semua keluarga saat itu
Terutama Ibu.
Rasanya melebihi berbagai kemenangan yang pernah Ibu alami
Melampaui berbagai rasa senang yang mungkin ditawarkan cincin berlian puluhan karat
Hingga kemudian usia 1,5 tahun akhirnya panggilan Ibu keluar dari mulut mungil Sandya
Rasanya mungkin melebihi dapat hadiah mobil mewah

Perjuangan setiap Ibu berbeda
Namun, Ibu yakin tak ada yang ringan
Kadang memang terasa lelah
Saat mendengar rengek dan tangis
Harus berjuang dengan emosi dan air mata
Semua terbayar ketika melihat binar dari bola mata kalian berdua

Kepada seluruh Ibu di dunia
Yang dipanggil dengan sebutan Mama, Umi, Bunda, Emak, Mimi dan lain-lain
Yakinlah itu sebagai sebentuk harta tak ternilai
Tak semua wanita dianugerahi amanah tersebut
Nikmati betapa polosnya canda tawa mereka
Mereka tak hanya sekedar berharap limpahan materi
Melainkan peluk cium dan dekapan penuh kasih

Selamat Hari Ibu.
Untuk para Ibu, yang akan selalu mencintai Ibu dan yang senantiasa mendoakan Ibu.


 
Love is all about you two, my babies (dok.pribadi)





Sunday 22 December 2013

IBU, Cinta Tanpa Akhir

Mama dan saya (dok.pribadi)

Selamat Hari Ibu!

Jujur saja, saya jarang sekali mengucapkan itu kepada Mama saya. Bukannya saya tak menghargai beliau, hanya saja sepertinya kaku sekali mengucapkannya hehehe ^_^

Mama saya itu tipe wanita yang kurang suka menunjukkan perasaannya. Begitu pun Papa saya. Mungkin memang tipikal orangtua jaman dulu yang tidak terbiasa mengungkapkan perasaan sayang kepada anaknya. Itu sebabnya saya dulu sempet melongo waktu nonton film barat yang ada adegan orangtua mengucapkan "I love you" kepada anak-anaknya.

Saya ingat cerita Mama yang dulu sempat sakit-sakitan pada masa kecilnya. Sehingga, ia sering tidak masuk sekolah dan harus meminum berbagai obat-obatan yang rasanya pahit. Jadilah Mama saya dicap sebagai anak yang lemah. Tapi, nyatanya tidak demikian.

Mama adalah salah satu orang terkuat yang pernah saya temui. Memang Mama tidak selalu menyediakan masakan yang lezat ataupun selalu bercanda dan tertawa bersama anak-anaknya, tapi Mama selalu ada saat anak-anaknya membutuhkannya. Akan selalu ada belaian halus tangannya di kepala saya ataupun kalimat-kalimat pembangkit semangat dari mulutnya.

Dari Mama saya belajar keikhlasan, kesabaran dan rela berkorban untuk orang-orang yang dicintainya, terutama anak-anaknya. Dari Mama saya belajar untuk menjadi orang yang senantiasa bersikap dan bertindak jujur, tidak melenceng dari jalur. Sedapat mungkin tidak menyusahkan orang lain.

Mama benar-benar menjadi pusat dan jantung di rumah kami. Masih teringat ketika Mama pergi naik haji, tanpa ditemani Papa, sekitar tahun 2000. Saat itu saya sudah kuliah dan kost di lain kota, namun tetap saja banyak urusan yang terbengkalai saat Mama tak ada di rumah sekitar satu bulan lebih.

Salah satu momen yang juga paling saya ingat adalah ketika saya melahirkan anak pertama saya. Mama mendampingi saya setiap saat. Ketika saya masuk ruang persalinan dan berjuang untuk melahirkan secara normal pada tengah malam, Mama juga ternyata berjuang dengan emosinya melalui shalat malam dengan cucuran air mata. Hanya satu yang dimintanya yaitu keselamatan dan kesehatan saya dan cucunya. Mama juga yang kemudian dengan senang hati membantu saya mengurus anak pertama saya, meski artinya harus mengorbankan kegiatan-kegiatan yang disukainya di rumah.

Di usianya kini yang sudah memasuki 64 tahun, Mama masih mampu mengurus Papa yang mulai sakit-sakitan dan segala urusan rumah tangga. Mama selalu berusaha tidak menyusahkan anak-anaknya. Tak pernah meminta. Kadang, tak juga mau mengaku kala merasa sakit. "Mama gak apa-apa," begitu biasanya Mama menjawab. Kalau sudah begitu, tinggal kami sebagai anak-anaknya yang memaksa Mama memeriksakan diri ke dokter.

Selamat Hari Ibu, Mamaku sayang. Rasanya tak akan pernah anakmu ini mampu membalas, bahkan setitik dari segala pengorbanan dan kasih sayang Mama selama ini.. Bakti dan doaku tak akan pernah sebanding dengan semua yang pernah Mama berikan. I love you, Mama.


Tuesday 17 December 2013

Cara Smart Bersenang-senang Saat Ibu Ngontes

Hehe rasanya foto diatas gak perlu dijelasin panjang lebar lagi. Foto ini saya buat lantaran penasaran pengen ngikut Challenge 3: Kreatif dari lomba ultah blog Emak Gaoel tapi gak ngerasa punya foto kreatif. Pikir punya pikir, jadilah ini :D *semoga masuk kriteria ya mak*

Soalnya nih, punya Ibu yang sering ikut lomba blog yang mepet deadline seperti saya, anak-anak dan suami jadi agak-agak horor kalo deket-deket apalagi gangguin Ibu saat di depan laptop. Kalo udah gitu, Ayahnya biasanya cari cara smart, kreatif plus gaul untuk anak-anak.

Salah satunya adalah ngajak anak-anak main bubble di taman deket rumah. Ibu aman ngontes, anak-anak senang dan suami bebas dari  protes hahahaha :D :D

Semoga emak gaoel makin sukses dan jaya !!!

"Blogpost ini diikutsertakan dalam Lomba Ultah Blog Emak Gaoel"

http://emakgaoel.blogspot.com/
 

Thursday 12 December 2013

Sang Pemimpin yang Dicintai

Nelson Mandela (gambar: @saintheny)

Hai..halo teman-teman semua, semoga sekarang dalam kondisi sehat dan lancar semua urusannya. Meski mendung sudah tampak di langit sekitar pinggiran Jakarta nih.

Jadi, begini nih, tadi malam menjelang tidur, saya baca-baca twit dari seorang teman kuliah yang sedang mengabdi pada negara, tapi ditempatkan nun jauh di sana yaitu di Afrika Selatan. Entah isi twitnya atau kesan yang ditimbulkan dari itu ditambah foto2nya, menggelitik saya untuk menulisnya disini.

Berikut saya cuplik beberapa twit dari teman saya dari akun @saintheny mengenai acara pemakaman Nelson Mandela yang dihadirinya secara langsung :

Mau cerita dikit soal lying state nya Mandela di Union Buildings tadi siang. #RIPNelsonMandela

Hari ini jam 10 pagi acara formal lying state Mandela dibuka utk VIPs. Yah wajarlah ya. #RIPNelsonMandela

Publik dikasi kesempatan mulai jam 12 s.d 17 hari ini. 2 hari ke depan publik dikasi wkt dr jam 8 sampe jam 5 sore. #RIPNelsonMandela


Masyarakat yang berkumpul untuk memberi penghormatan terakhir pada Nelson Mandela (gambar: @saintheny)
Saya kira arrangement utk publik bakalan heboh dan strict. Ternyata ga juga. Saya kagum. #RIPNelsonMandela

Publik dikasih shuttle bus dr bbrp pemberhentian. Gratis. #RIPNelsonMandela


Selebihnya, Mobil bisa diparkir di sekitar istana, lalu jalan kaki dikit utk masuk istana. #RIPNelsonMandela

Saya sampe istana jam 12. Publik mulai datang, tp ga padet. Yg banyak malah jurnalis asing. #RIPNelsonMandela
Polisi berkuda yang bertugas mengamankan lokasi di Union Building (gambar: @saintheny)

Kita diarahkan oleh security istana. Mereka buat jalur muter gitu. Ga desek2an. Sangat teratur. #RIPNelsonMandela

Saya ga berharap liat jenazah Mandela secara langsung. Ternyata publik dikasih kesempatan!!! #RIPNelsonMandela

Yang saya bisa bilang, Nelson Mandela beristirahat dengan tenang. Saya sgt bersyukur bisa di sana. #RIPNelsonMandela


Polisi istana sdh menyiapkan tissue utk pengunjung yg ga bisa tahan haru. Saya merinding. #RIPNelsonMandela

Langit mendung di sekitar Union Building (gambar: @saintheny)
Selama sekitar 2 jam saya di lingkungan istana itu,saya cuma bisa bersyukur krn diberi kesempatan utk merasakan cinta luar biasa utk Mandela #RIPNelsonMandela

Pengamanan yg teratur dan ga berlebihan bikin saya salut #RIPNelsonMandela

Oiya, jenazah Mandela pake baju batik!!!! :') #RIPNelsonMandela

Dengan wajah Asia saya, bbrp jurnalis interview saya :P #RIPNelsonMandela


Saya sempet bilang kalo Mandela terkenal di Indonesia. Madiba's shirt itu adalah batik dr Indonesia :) #RIPNelsonMandela

Nih, temen saya @saintheny yang lagi diwawancara wartawan asing (gambar: @saintheny)
Yg pasti, saya merasa bersyukur. Ambiance nya luar biasa. Enormous love for Mandela. #RIPNelsonMandela

In the end, thank you for legacy, Tata Madiba. You will always be remembered. #RIPNelsonMandela

Nah, dari twit2 ibu berwajah manis itu mengenai seremonial acara pemakaman tokoh Nelson Mandela, ada nada kekaguman terhadap acara yang dibuat sedemikian rupa sehingga seluruh rakyat yang datang dapat difasilitasi dari naik angkutan umum gratis menuju istana negara, semua mengantri dengan tertib dan protokoler yang tak berlebihan.

Tapi, yang pasti saya kagumi adalah kesan cinta dan kekaguman dari masyarakat terhadap Nelson Mandela  dengan panggilan kesayangan, Madiba. Jika tidak, apa yang dapat menggerakkan mereka semua untuk datang dari berbagai penjuru untuk memberikan penghormatan terakhir?

Hal itu sekaligus membuat saya tertegun. Mengapa? Tak lain dan tak bukan, kembali mengingat saat para pemimpin kita di tanah air pada saat-saat terakhirnya. Adakah yang sudah dicintai dan dikagumi sebagaimana Madiba oleh rakyatnya? Bukan karena ia pemimpin yang sempurna, tapi terlihat kekuatannya dibalik kelemahan, mampu mengayomi dan mengutamakan rakyat dibandingkan kepentingan pribadi.
 
Salah seorang pengunjung saat antri hendak masuk Union Building (gambar: @saintheny)
Kalimat Nelson Mandela yang banyak dikutip mengenai kepemimpinan seakan menggambarkan karakternya sebagai pemimpin selama ini.

"It is better to lead from behind and to put others in front, especially when you celebrate victory when nice things occur. You take the front line when there is danger. Then people will appreciate your leadership" (Nelson Mandela)

Lebih baik memimpin dari belakang dan menempatkan orang lain di depan, terutama ketika Anda merayakan kemenangan saat hal-hal baik terjadi. Anda mengambil garis depan ketika ada bahaya. Maka  kepemimpinan Anda akan dihargai.

Sebagaimana twit rekan saya diatas. In the end, thank you for legacy, Tata Madiba. You will always be remembered.















Wednesday 11 December 2013

Belajar Kepedulian dari Sosok Pendiri Rumah Vaksinasi


Jadwal Imunisasi anak rekomendasi IDAI (sumber: twitter/rumahvaksinasi)
Beberapa waktu lalu masyarakat Indonesia dikejutkan oleh aksi mogok oleh para dokter. Mereeka tidak menjalankan tugas seperti biasa dan memilih turun ke jalan sebagai bentuk dukungan terhadap rekan mereka yaitu dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani SpOG dan dr. Hendry Simanjuntak SpOG yang dijebloskan ke penjara karena pasiennya yang meninggal dunia.

Pro dan kontra yang kemudian mengiringi tak hanya datang dari kalangan masyarakat, namun juga dari kalangan medis sendiri. Media tak kalah ramai menyoroti aksi tersebut. Mulai dari memunculkan sosok-sosok dokter yang seakan tak memedulikan aksi mogok dan terus melayani pasien, dokter yang mengeluarkan pernyataan kontroversial hingga berita soal "korban" aksi mogok dokter, seperti wanita yang melahirkan di kamar mandi Puskesmas, lantaran tak ada dokter yang praktek.

Memang pekerjaan sebagai seorang dokter seakan-akan menjadi sebuah pekerjaan yang tak boleh memiliki "cela". Dalam artian, dokter dipandang sebagai salah satu pekerjaan strata tertinggi dimana pekerjanya sudah seharusnya berkecukupan dan harus senantiasa siap siaga. Padahal, dokter tetaplah manusia dengan rasa ketidakpuasan ataupun kecewa. Mungkin ada beberapa oknum yang memanfaatkan pekerjaannya untuk mengeruk materi, namun tak sedikit juga yang menganggap pekerjaannya sebagai jalan untuk melayani dan beribadah.

Saya pernah meliput bidang kesehatan saat menjadi reporter, yang mengharuskan saya bergaul dengan para dokter. Sebagaimana pekerja pada umumnya, dokterpun ada yang komunikatif ataupun sebaliknya. Ada yang senang hati melayani pertanyaan dari para wartawan, ada yang mau wawancara lanjutan dengan perjanjian ataupun ada yang pergi begitu saja meninggalkan lokasi.

Saya pribadi memilih berusaha memahami sikap dari tiap dokter tersebut, tak ubahnya sebagai para pribadi yang berbeda. Kalau ada satu dokter yang pelit jawaban, bisa jadi dia sedang tidak siap ataupun lelah karena baru saja menghadapi pasien yang antriannya mengular. Atau, ketika seorang dokter tidak mau berbagi nomor kontak, mungkin dia tidak ingin terganggu waktu pribadinya. Hampir sama dengan pekerja dari bidang-bidang lain bukan?

Hingga kemudian saya tak lagi bertugas meliput bidang kesehatan dan tak banyak bergaul dengan para dokter. Hanya beberapa yang masih terjalin hubungan baik, antara lain di jejaring sosial seperti Facebook. Yang pasti juga dokter-dokter langganan keluarga.

Ketika anak kedua saya lahir dan memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, kami berhadapan dengan seorang dokter laki-laki yang bertubuh tinggi besar. Kalimat-kalimatnya santun, namun lugas. Tak terlalu banyak basa-basi. Waktu itu, anak kami memerlukan rujukan ke rumah sakit yang lebih lengkap fasilitasnya, beliau pun memberi surat rekomendasi, lengkap dengan kartu nama dan nomor kontaknya.

"Kalau ada apa-apa, silakan hubungi saya," ujarnya mantap. Saat itu saya sebagai pasien merasa diperlakukan sebagai pasien yang sesungguhnya. Tak sekedar alat untuk mencari nafkah ataupun sekedar nomor antrian belaka. Saya dan suami merasa bahwa dokter ini mau menolong bahkan di luar jam kerja. Meski pada kenyataannya, saya belum tentu menghubunginya lebih lanjut, namun rasa kepedulian tersebut, sayangnya memang sudah jarang saya rasakan saat mengunjungi dokter.

dr Piprim B. Yanuarso Sp.A (K)

Nama dokter tersebut adalah Piprim B. Yanuarso, dr, Sp.A(K) dari RS Cipto Mangunkusumo. Tak banyak kontak yang kemudian saya dan suami lakukan, karena memang kami lebih banyak berhubungan dengan dokter spesialis yang merupakan rekomendasi dari beliau. Hingga kemudian saya menemukan akun beliau di Twitter yaitu @dr_piprim. Saya pun menyempatkan menyapa dan mengabari kondisi anak saya. Yang kemudian dibalas dengan cepat. Memang dokter yang merupakan Ayah dari lima putra putri ini rajin membalas tweet yang masuk dan menjawabnya.

Dari Twitter pula kemudian saya mengetahui bahwa beliau menjadi salah satu pendiri Rumah Vaksinasi dengan akun Twitter @rumakvaksinasi. Apakah itu? Sebagaimana namanya, Rumah Vaksinasi adalah salah satu tempat untuk melakukan vaksinasi. Mungkin akan ada komentar, untuk apa, kan vaksinasi sebagian sudah disubsidi pemerintah sehingga harganya murah, bahkan ada yang gratis? Ingat bahwa masih ada beberapa vaksinasi yang belum diwajibkan alias masih non-subsidi pemerintah namun sangat penting.

Apa keunggulan dari Rumah Vaksinasi yang digagas dr Piprim? Disini harga vaksin terbilang lebih murah. Untuk vaksinasi yang biasa harganya Rp 1,2 juta di rumah sakit, maka disana hanya Rp 750 ribu saja. Hal ini tentu saja, tak lain dan tak bukan lantaran upaya Dr Piprim untuk tidak mengambil untung dan menjual vaksinasi itu sesuai dengan harga dari distributor, yang kemudiah hanya ditambah pajak dan jasa dokter. Diskon yang biasa diberikan untuk dokter juga dimanfaatkan dr Piprim agar harga di Rumah Vaksinasi semakin terjangkau.

Prinsip-prinsip pelayanan Rumah Vaksinasi (sumber: inforumahvaksinasi.blogspot.com)

Saya pribadi sering mengikuti kultwit alias penjabaran dr Piprim mengenai pentingnya vaksinasi. Tak jarang, dia harus beradu argumen dengan kalangan yang menolak penggunaan vaksinasi. Saya sendiri salut dengan kepedulian beliau terhadap vaksinasi, terutama untuk anak-anak sebagai generasi mendatang di tanah air ini.

Syukurlah kini Rumah Vaksinasi sudah memiliki beberapa cabang selain Rumah Vaksinasi Pusat yang berada di kawasan Kramat Jati, Jl Inpres no 81 Kel Tengah, Kramat Jati, Jakarta Timur. Kini Rumah Vaksinasi juga sudah terdapat di beberapa  kota di sekitar Jakarta, yaitu Bekasi Timur, Bekasi Barat, Bogor, serta beberapa kota lain seperti Surabaya, Bandung, Lampung. 

Layanan dari Rumah Vaksinasi juga tidak hanya untuk vaksinasi bayi dan balita, ataupun anak usia sekolah namun juga termasuk vaksinasi Pra Nikah, untuk perusahaan, Lansia, Petugas Kebun Binatang dan vaksinasi Boarding School. Juga ada layanan lain seperti Program CSR·perusahaan, vaksinasi Tenaga Kesehatan dan Seminar Edukasi Seputar Imunisasi.

Tak lantas berpuas diri, dr Piprim baru-baru ini meluncurkan Rumah Echo dengan akun twitter @rumahecho yang melayani pemeriksaan echocardiografi (USG jantung) dengan harga yang terjangkau. Bukan, saya yakin pembukaan Rumah Echo jauh dari niat komersial, namun tak lain adalah keinginan beliau untuk melayani sebanyak mungkin pasien dengan gangguan jantung, berkaca dari praktiknya sebagai Konsultan jantung anak. Semakin murah, tentu diharapkan akan semakin banyak yang dapat menjangkau.

Rumah Echo untuk layanan Echocardography yang terjangaku (gambar: akun twitter @rumahecho)

Tentunya, hampir semua orang sudah mengetahui bahwa saat organ jantung bermasalah, maka tak hanya risiko tinggi kesehatan yang dihadapi, namun juga biaya yang tak kalah tinggi. Sayangnya, problem penyakit jantung tak pandang bulu, mulai dari golongan bawah, menengah, atas dengan usia dari yang sudah tergolong tua, paruh baya, usia produktif hingga anak-anak dan bayi yang mengalami penyakit jantung bawaan. Jangankan pengobatan, untuk memeriksa saja, biasanya bisa ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Sementara di Rumah Echo, skrinning dikenakan biaya Rp 250 ribu, dengan beberapa program diskon.

Meskipun saya hanya dua kali saja bertemu muka dengan dr Piprim, namun saya sudah bisa menangkap aura kepedulian beliau yang tinggi terhadap pasien dan masyarakat sekitarnya. Kiprahnya di dunia medis, terutama dengan langkah beliau mendirikan Rumah Vaksinasi dan Rumah Echo seakan menguatkan opini saya dulu. Saya yakin langkah itu tak hanya terhenti sampai disini. Selama kepedulian itu masih tertanam dalam hati, pasti langkah-langkah selanjutnya akan ditapaki. 

Harapan saya, semoga dunia kedokteran semakin banyak dipenuhi dengan jiwa-jiwa mulia yang benar-benar memiliki kepedulian terhadap pasien dan masyarakat, tak hanya melayani demi rupiah atau bonus materi. Mungkin ini bukan sekedar harapan saya, namun juga seluruh rakyat Indonesia yang menginginkan layanan kesehatan terbaik untuk seluruh kalangan masyarakat. Semoga itu semua dapat terwujud. Amin ya rabbal alamin

*Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog Forum Peduli Kesehatan Rakyat

Sunday 8 December 2013

Reuni untuk Ajang Bersyukur, Bukan Saling Ngukur

Saya dan sahabat-sahabat tercinta jaman kuliah duluu..hehe udah lama bgt rasanya (dok.pribadi)

Assalamu'alaikum, selamat jelang siang man  teman! Semoga sehat dan baik semuanya. Alhamdulillah saya sekeluarga juga dalam keadaan baik, abis nemenin anak2 naek sepeda di lapangan, sampe ngos2an hehehe :D.

Oh ya, saya mau berbagi sedikit mengenai reuni kecil saya bareng temen-temen jaman kuliah. Cuma bertiga sih, tapi seneeeeng karena udah lama banget gak ngumpul.

Sebelumnya, siapa yang pernah mikir2 lama sebelum dateng ke reuni? Mikir...hmmm si A udah jadi manajer di bank sono, trus si B udah punya usaha sendiri yang sukses, apalagi si C, yang kerjaannya bolak balik luar negeri ditambah suaminya yang super kaya? Judulnya, minder alias gak pedeee gittuuu.

Jangan dooonk! Reuni itu menurut saya sih sebaiknya ajang kita untuk bersyukur masih diberi nikmat sehat, umur dan juga segala sesuatu yang kita miliki saat ini. Rasa gak pede atau minder sih manusiawi banget, tapi jangan sampe menghalangi kita datang ke ajang silaturahmi bareng temen-temen, apalagi bikin kita jadi diem di pojokan saat denger temen2 cerita macem2 mengenai kesuksesan mereka. Gak lah yauuu!

Saya sendiri terakhir ngumpul bertiga sama sahabat saya sewaktu saya masih kerja jadi repoter di salah satu harian nasional, sekarang saya statusnya ibu rumah tangga yang nyambi jad penulis lepas Kalau dilihat dari materi, mungkin saya kalah dibanding teman -teman saya. Tapi apa itu membuat saya gak pede? Hahahaha gak donk. Alhamdulillah saya pede-pede aja tuh cerita soal anak-anak saya, kegiatan nulis, ngeblog dan lain-lain.

Kalau dari materi, saya ketinggalan, tapi anak saya sudah 2 itu jadi yang paling banyak diantara teman-teman saya. Intinya, selalu berpikir positif aja. Kalau kita tampak kurang dari satu sisi dibanding teman-teman saat reuni, mungkin ada di sisi lain, yang kita lebih beruntung dibanding mereka.

Untuk saya, reuni kali itu agak-agak istimewa karena saya benar-benar menikmatinya sebagai "me time". Berangkat sendiri, tanpa suami dan anak-anak. Sempat ragu, nelpon balik ke suami, tapi akhirnya membulatkan tekad untuk tetap berangkat.

Saya sampai di Bandung sekitar jam 11-an, dijemput teman di terminal trus nunggu teman lain di BIP dan ngobrol-ngobrol. Gak kerasa, udah jam 3, dan siap2 pulang. Hihihi reuni ke bandung kali ini emang super singkat. Gak sempet mau kemana-mana. Karena jam 4 sore, saya harus duduk manis nunggu mobil travel balik ke Jakarta. Belom kesampean pengen maen-maen di Bandung.

Namun, yang pasti saya bahagia banget karena bisa ketemu sahabat-sahabat saya. Berbagi cerita dulu dan saat ini. Tanpa embel2, apalagi jaga gengsi dan lain sebagainya. Tak ternilai rasanya.

Jadi, teman-teman gak ragu lagi kan kalo dapat undangan reuni? Pede aja lagi hehehehe ^_^



Wednesday 4 December 2013

Menelusuri Jejak Buku Berkaki Mewujudkan Mimpi

Seorang anak membaca bersama ibunya dalam acara Buki (sumber: bukuberkaki.wordpress.com)

Assalamu'alaikum. Apa kabar semua? Semoga baik-baik dan sehat-sehat yaa. Alhamdulillah saya dan keluarga juga sehat, cuma sekarang kok jd sering pegel2 gini ya *faktor U kali yee* :D

Nah, siapa yang lagi baca buku? Atau, hobi baca buku? *tengak-tengok* Ya, itu yang di sudut sana, baca 10 buku sehari, waah hebat. Apa, buku resep? Hehehe emang banyakan gambarnya sih, tapi gak apa2 lah. Tetep jempol saya untuk para pembaca buku.

Tapi, kerasa gak sih harga buku sekarang makin meningkat? Kalo saya sih kerasa banget. Biasanya satu bulan bisa 2-3 kali bisa jalan-jalan gaul trus mampir toko buku bareng anak-anak, tapi sekarang aktivitas itu harus agak di-rem supaya gak diluar budget, soalnya kalo beli buku itu gak kerasa. Masuk2in aja ke keranjang, eeh pas bayar kok banyak juga ya hehehe ^_^

Lalu kebayang gak sih teman-teman, bagaimana dengan anak-anak dari keluarga kurang mampu ataupun yang berada di panti asuhan yang suka baca? Bagaimana mereka bisa menyalurkan hobi baca dan menambah pengetahuan, bahkan untuk kebutuhan pokok sehari-hari saja sudah repot.

Beruntung kini ada Buku Berkaki alias Buki yang dapat membantu mereka. Waah apa itu Buki ya?

Buki adalah sebuah gerakan pencinta buku yang bertujuan untuk menyebarkan sebanyak mungkin buku kepada anak-anak kurang mampu. Komunitas ini dengan para penggiatnya yang disebut Krucil, berkeliling ke panti-panti asuhan di sekitar Jabodetabek untuk berbagi dan membacakan buku kepada anak-anak. Wah hebat ya!

Sebenernya saya mengetahui ide Buki ini sejak awal dari salah seorang pendirinya, Shelvy Waseso yang biasa disapa Vei atau V, yang merupakan hasil gaul dan SKSD alias sok kenal sok deket saya di Twitter. Daripada penasaran berbuntut jerawat, langsung deh saya tanya2 bunda cantik ini, mengenai ide keren Buki, siapa saja orang-orang dibalik Buki dan apa saja kegiatan yang sudah dilakukan serta rencana selanjutnya? Berikut hasil wawancara saya :

 1. Siapa saja sih pendirinya? Tolong sebutin dong nama lengkapnya satu-satu. Trus siapa aja yang masih aktif sampai sekarang? kalo ada yang gak aktif lagi, apa aja alasannya?

Shelvy Waseso 

BukuBerkaki ini bisa punya ‘kaki’ karena ada kaki-kaki yang kepalanya punya visi serupa. Mereka ini adalah adalah saya, Shelvy Waseso (@sheditra), Ali Zaenal (@jenkplanet), Andiana Moedasir (@andiana), Satria Agung (@novelyzius), Ria Soraya (@capellasoraya), Alfa Kurnia (@alfakurnia), Ahmad Zulfitri (@zul507), Riwis Sadati (@riuusa), dan Kisanak (@_plukz).

Sampai sekarang yang aktif adalah Ali, Andiana, dan Ria. Yang lainnya support saja.  Di tahun 2013 ini, Buki mendapat berkah karena join dengan teman-teman Komunitas Sedulurnesia (*Sedulurnesia adalah komunitas fotografi yang awalnya terbentuk dari para pencinta fotografi di Indonesia, terutama mereka yang aktif di Instagram). Tim solid ini bahkan menjadi tim inti penggerak Buki sekarang. 

Pendiri yang sudah tidak aktif sebetulnya gak jadi pasif. Tapi justru support hanya mungkin kontribusinya berbeda. Mereka demikian karena ada yang pindah ke luar negeri, pekerjaannya menyita waktu, dan sebagainya.

2. Gimana bisa muncul ide nama Buku Berkaki alias Buki? siapa sih yang pertama mencetuskan ide? trus bagaimana akhirnya para pendiri bisa ngumpul? Apa berawal dari teman yang sudah lama, atau disatukan di dunia maya atau bagaimana? 
 
Ide komunitas ini berawal dari saya yang iseng baca buku Nasional.Is.Me karya Pandji Pragiwaksono. Scene-nya lagi di bis dalam perjalanan menuju kantor. Saya berpikir, malu rasanya kalo keburu mati tanpa melakukan apapun buat bangsa. Trus saya pandang buku itu. Saya harus menyisihkan budget bulanan untuk bisa membeli buku renyah itu. Itu saya, gimana ya orang lain? Gimana orang-orang yang gak mampu? Gimana anak-anak yang serba ingin tahu? Gimana caranya anak-anak kurang mampu dan serba ingin tahu bisa punya mimpi dari baca buku. Cerita lengkap ada di sini http://bukuberkaki.wordpress.com/2011/09/30/khayalan-ngamenbuatbangsa-dan-ruangbaca/

Kemudian saya iseng melontarkan di weblog ngerumpi.com milik SalingSilang yang dulu sedang hits. Gayung bersambut, teman-teman yang saya sebutkan tadi merangkul ide tadi dan kemudian merembukkan bersama. Meramu apa yang bisa kita garap. Pertemuan pertama dan selanjutnya kebanyakan di Yahoo Messanger. Hahahaha… Miting bisa nyambi di bis, saat makan, saat kerja, dan lain-lain. Seru banget rasanya. Kendalanya cuman satu: Sinyal.

Kami disatukan mimpi yang sama sebetulnya. Kami pada suka baca buku, dan pengen banyak anak merasakan melihat dunia melalui buku seperti kami. Diwadahi dengan kemudahan internet dan keluasan dunia maya kita ketemu.

 
Nama BukuBerkaki ini dirembukkan bersama. Jadi awalnya masih-masing harus nyumbang dua nama. Dari sekian yang terkumpul kami sepakat memilih BukuBerkaki. Selain eyecatchy juga mudah diingat. Plus sesuai dengan misi BukuBerkaki yang dirangkum dalam jargon “when a book walks, a dream works”. 

  
Kakak dari Sedulurnesia sedang membacakan cerita dalam acara Buki bareng Sedulurnesia (sumber: bukuberkaki.wordpress.com)

3. Buku berkaki ini kan gerakan meminjamkan buku untuk anak2 terutama di panti asuhan. Selain itu, siapa lagi target sasaran Buki? Apakah sekolah2 yang minim fasilitas buku bisa juga dipinjamkan?

Sebetulnya tujuan mulia Buki pengen banget bisa menjangkau anak-anak siapapun dan apapun status sosialnya. Di mata kami semua anak setara dan berhak memilki akses yang sama terhadap bacaan. Mengapa panti asuhan, karena saat itu Buki berpikir bacaan yang kami kelola ini dipinjamkan dan setelah selesai akan bisa dibaca lagi oleh anak lain di tempat yang berlainan. Panti biasanya terorganisasi dengan baik, sehingga dengan alasan buku lebih mudah ditrack, Buki memulai di panti asuhan.

Ya, ide sekolah yang minim bacaan ini ide bagus. Namun Buki masih belajar konsisten untuk berjalan dulu mengelola buku dengan baik melalui Panti ini. 

4. Bagaimana juga aturan teknisnya untuk peminjaman buku itu? kalo gak salah, buku di-drop selama seminggu trus diambil lagi ya? kalau ada buku yang rusak, hilang atau alasan2 lain gimana? Pernah gak kejadian seperti itu?

Kunjungan Buki ke Panti asuhaan (sumber: bukuberkaki.wordpress.com)
Mekanismenya sederhana aja. Kami survei panti asuhan. Atau jika ada yang memberikan informasi mengenai panti atau lembaga yang mewadahi anak-anak yang membutuhkan bacaan ya didatangi. Disurvei apa kebutuhannya, bacaan jenis apa saja, atau rentang umur berapa jenis bacaannya. Soalnya ada beberapa panti yang misal tidak memperbolehkan membaca komik, dll. Awalnya kami perbarui seminggu sekali. Namun karena rotasi dan donasi pada saat itu belum cukup kuat, jadi sebulan sekali. Mudah-mudahan dengan ditulis diblog ini bisa menggerakan pembaca memenuhi kebutuhan bacaan.

Buki akan melatih anak-anak panti menjadi semacam petugas perpustakaan. Ada yang bertanggungjawab dalam hal pinjam dan mengembalikan. Biasanya diawasi olehpengurus panti. Buku hilang dan rusak sudah jadi risiko. Tapi biasanya sih gak banyak. 

5. Rencana jangka pendek dan jangka panjang Buki apa sih, kalo boleh tahu?
Jangka pendek: Buki ingin merutinkan kegiatan sebulan sekali. Selang-seling antara gelar drop spot buku dan kunjungan panti. Semua mudah-mudahan rajin Buki upload di blog. Jika di tengah tahun kegiatan terasa kurang akan dibuat beberapa variasi dari evaluasi setengah tahun.

Jangka panjang: BukuBerkaki jadi yayasan, punya rak buku portable, mobil keliling, dan menjaring banyak volunteer agar bisa berbagi mimpi dan pengalaman dengan adik-adik Buki. Inginnya gerakan serupa juga menjangkau kota-kota lain di Indonesia.

Adik-adik antusias dalam membaca buku dalam acara Buki dan Sedulurnesia (sumber: bukuberkaki.wordpress.com)

Gimana, gimana keren kan aktivitas Buki? Kalo menurut saya sih, keren banget. Buat teman-teman yang memiliki buku layak baca yang mau disumbangkan, Buki menerima berbagai sumbangan buku, novel, buku pelajaran, komik ataupun majalah. Yang penting nggak mengandung SARA dan pornografi. Bisa dikirim ke Warung Makan Juwiring. Jl. Kebayoran Lama No. 20 Rt 3/1 Sukabumi Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat – 11540

Buki juga ada di Monas untuk drop buku yang info lengkap biasanya dikabarkan di Twitter @BukuBerkaki ataupun situs http://bukuberkaki.wordpress.com/

Semoga Buki semakin sukses dan tercapai cita-cita untuk membantu menyebarkan pengetahuan melalui buku-bukunya di seluruh tanah air.  Sangat suka dengan jargon Buki, “When a book walks, a dream works". Yuk berkontribusi untuk mewujudkan mimpi anak-anak Indonesia melalui buku!


http://emakgaoel.blogspot.com/

Tuesday 3 December 2013

Belajar Bersama Rekan Antarbenua dengan E-Learning

Para siswa belajar di laboratorium komputer (sumber: lenterainsan.com)
"Hai, bagaimana suhu udara di kotamu? Apakah ada perubahan beberapa tahun terakhir?" ujar seorang siswa kelas 6 SD pinggiran kota Jakarta, Indonesia.

"Ada beberapa perubahan, tapi harus menunggu hasil wawancara. Bagaimana dengan kotamu, apa yang kira-kira yang paling banyak mempengaruhi perubahan suhu udara disana? Bagaimana masyarakat menyikapinya?" jawab seorang bocah berambut pirang di sekolah dasar negeri di kota New York, Amerika Serikat.

Percakapan mengenai perubahan suhu tersebut sebagian besar dilakukan siswa dalam bahasa Inggris di bawah pengawasan masing-masing guru kelas. Apakah mereka benar-benar berada bertatap muka? Ya, tentu saja. Mereka bertatap muka tapi dengan  mereka memanfaatkan teknologi internet untuk saling terkait dengan mempelajari perubahan suhu udara di negara masing-masing, mencaritahu penyebabnya sekaligus mengaitkannya dalam pemanasan global.

Para siswa di Jakarta, Indonesia kemudian  memberikan laporan tulisan serta mengambil gambar berupa foto ataupun video mengenai pembangunan gedung-gedung pencakar langit, perumahan dan pabrikan di daerah sekitar Jakarta serta melakukan penelitian mengenai naiknya suhu udara saat ini dibandingkan beberapa tahun sebelumnya, termasuk melalui wawancara pihak terkait. Sulitkah melakukan wawancara? Jika memang pertemuan langsung sulit, maka siswa dapat melalui email, Twitter ataupun situs web resmi dari pihak yang terkait.

Sementara itu, siswa di Amerika Serikat dapat melakukan hal yang sama. Mereka dapat memberikan laporan bagaimana misalnya kota New York mengalami musim dingin yang lebih lama dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, atau kota di sekitar mereka, yang mengalami badai hebat dan memakan banyak korba jiwa karena dicurigai berkaitan dengan meningkatnya suhu udara. Bagaimana juga usaha masyarakat serta pihak pemerintah terkait terhadap fenomena tersebut.

Mereka bisa saling bertukar informasi mengenai perkembangan hasil pembelajaran mereka melalui aplikasi online, mulai dari menuliskannya di blog, update melalui Twitter, ataupun melalui jejaring sosial seperti Facebook yang semuanya dapat dilengkapi dengan foto, video serta merekamnya dalam bentuk podcast dan vodcast.

Itulah salah satu impian saya mengenai cara belajar anak-anak menggunakan teknologi internet alias e-learning dalam pendidikan di Indonesia. Dengan berlatar pernah sebagai reporter di halaman keluarga yang sering meliput pendidikan termasuk menulis mengenai sekolah, dan pernah bekerja menjadi di sebuah media online selama beberapa waktu, saya kemudian memiliki impian mengawinkan kedua hal tersebut, yaitu pendidikan dan sarana internet dalam pembelajaran di sekolah.

Sebagai orangtua dari anak yang sudah bersekolah, segala macam hal yang berkaitan dengan pendidikan sangat menarik untuk saya. Dengan tujuan, agar anak-anak Indonesia termasuk anak saya, memperoleh pendidikan yang terbaik.
 

Saya membayangkan betapa satu subjek pembelajaran tersebut dapat memuat beberapa pembelajaran yang sangat penting misalnya riset untuk data pendukung, keterampilan berkomunikasi, kemampuaan bahasa asing, mempelajari kebudayaan dan kebiasaan masyarakat di negara lain, belum lagi pemahaman mengenai hal yang mereka teliti. Sebab, saya sendiri merasakan selama berada di bangku sekolah, apa yang benar-benar saya pelajari adalah yang saya temukan dari hasil berpikir saya sendiri. Tak hanya apa yang dikemukakan oleh guru di depan kelas, ataupun yang ditulis oleh buku.


Sulitkah melakukan itu semua? Memang tidak akan mudah. Sebab, diperlukan kurikulum khusus yang memungkinkan siswa belajar berdasarkan project tertentu, misalnya mengenai pemanasan global diatas, yang membutuhkan waktu panjang dan perlu kontribusi dari berbagai mata pelajaran. Ditambah lagi, kesiapan pengajar, siswa serta sekolah, bersama dengan sarana dan prasarana untuk menunjang itu semua. Bahkan, jaringan yang memungkinkan terjalinnya komunikasi antardua sekolah tersebut yang jaraknya terpisah ribuan kilometer.Mungkinkah hal itu terjadi? Tak ada yang tidak mungkin.

Salah satu contoh yaitu Flat Classroom Project yang digagas oleh dua guru, Vicki Davis dan Julie Lindsay yang menciptakan program antara ssiwa di Bangladesh dengan rekan-rekan di Georgia, Amereka Serikat. Mereka melakukan bertukar wawancara video untuk membahas isu-isu yang berhubungan dengan globalisasi dari buku Tom Friedman, yang berjudul The World is Flat.

Selama enam minggu, para siswa yang terpisah jarak ribuan kilometer itu diminta menganalisa bagaimana dunia terus berubah mengikuti perkembangan dari internet. Podcast, wiki, RSS feed dan pertemuan video secara online untuk bekerjasama. Para siswa melakukan wawancara para ahli di dunia menggunakan alat presentasi multimedia dan diakui oleh panel hakim internasional yang kemudian dikenal sebagai "wawancara refleksi" sebagaimana dapat didengarkan podcast disini

Berbagai alat dan sarana yang dapat dengan mudah ditemui di internet bahkan digunakan oleh para siswa sehari-hari, ternyata dapat menjadi sarana untuk sebuah pengalaman  belajar yang sangat bermanfaat sekaligus mengasyikan. Menurut pandangan saya pribadi, menjadi pengenalan pada para siswa bahwa mereka adalah bagian dari masyarakat dunia yang semakin mengglobal.

Para guru pun dapat belajar tak kalah banyak dari para siswa-siswa mereka dalam proses pembelajaran semacam ini. Guru dapat belajar memperkenalkan konsep dengan cara kreatif, melihat para siswanya mempelajari keterampilan baru, membuat jaringan dengan sesama pendidik dari berbagai kota dan negara dan sebagainya.

Para siswa klub menulis (dok.pribadi)
Saya pribadi mengajar sebagai seorang guru ekstrakurikuler klub menulis di salah satu sekolah dasar swasta di kawasan Depok. Selain menerbitkan buku self publishing yang memuat hasil karya siswa, saya berusaha mengaitkan pembelajaran menulis dengan teknologi antara lain dengan mengenalkan blog pada para siswa yaitu http://menulissuperkompak.wordpress.com/.

Sayangnya aktivitas nge-blog para siswa seringkali koneksi internet menjadi kendala, meski sarana komputer sudah tersedia. Mungkin kendala ini masih banyak dirasakan oleh sekolah-sekolah lain di seluruh tanah air. Disinilah kami mengundang peran para operator telekomunikasi, seperti XL yang memiliki kepedulian tinggi terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia.

Semoga impian saya tak hanya sekedar menjadi mimpi di siang bolong dan kelak kelas-kelas di Indonesia dapat menerapkan pembelajaran e-learning lengkap dengan fasilitas koneksi internet yang didukung berbagai pihak. Tak hanya terbatas pada kota-kota besar, namun juga ke sekolah-sekolah yang berada di pelosok negeri, karena hak para siswa untuk mendapatkan pendidikan sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945.

*Blogpost ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Pendidikan oleh Indonesia Berprestasi, Persembahan XL








Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...