Para siswa belajar di laboratorium komputer (sumber: lenterainsan.com) |
"Ada beberapa perubahan, tapi harus menunggu hasil wawancara. Bagaimana dengan kotamu, apa yang kira-kira yang paling banyak mempengaruhi perubahan suhu udara disana? Bagaimana masyarakat menyikapinya?" jawab seorang bocah berambut pirang di sekolah dasar negeri di kota New York, Amerika Serikat.
Percakapan mengenai perubahan suhu tersebut sebagian besar dilakukan siswa dalam bahasa Inggris di bawah pengawasan masing-masing guru kelas. Apakah mereka benar-benar berada bertatap muka? Ya, tentu saja. Mereka bertatap muka tapi dengan mereka memanfaatkan teknologi internet untuk saling terkait dengan mempelajari perubahan suhu udara di negara masing-masing, mencaritahu penyebabnya sekaligus mengaitkannya dalam pemanasan global.
Para siswa di Jakarta, Indonesia kemudian memberikan laporan tulisan serta mengambil gambar berupa foto ataupun video mengenai pembangunan gedung-gedung pencakar langit, perumahan dan pabrikan di daerah sekitar Jakarta serta melakukan penelitian mengenai naiknya suhu udara saat ini dibandingkan beberapa tahun sebelumnya, termasuk melalui wawancara pihak terkait. Sulitkah melakukan wawancara? Jika memang pertemuan langsung sulit, maka siswa dapat melalui email, Twitter ataupun situs web resmi dari pihak yang terkait.
Sementara itu, siswa di Amerika Serikat dapat melakukan hal yang sama. Mereka dapat memberikan laporan bagaimana misalnya kota New York mengalami musim dingin yang lebih lama dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, atau kota di sekitar mereka, yang mengalami badai hebat dan memakan banyak korba jiwa karena dicurigai berkaitan dengan meningkatnya suhu udara. Bagaimana juga usaha masyarakat serta pihak pemerintah terkait terhadap fenomena tersebut.
Mereka bisa saling bertukar informasi mengenai perkembangan hasil pembelajaran mereka melalui aplikasi online, mulai dari menuliskannya di blog, update melalui Twitter, ataupun melalui jejaring sosial seperti Facebook yang semuanya dapat dilengkapi dengan foto, video serta merekamnya dalam bentuk podcast dan vodcast.
Itulah salah satu impian saya mengenai cara belajar anak-anak menggunakan teknologi internet alias e-learning dalam pendidikan di Indonesia. Dengan berlatar pernah sebagai reporter di halaman keluarga yang sering meliput pendidikan termasuk menulis mengenai sekolah, dan pernah bekerja menjadi di sebuah media online selama beberapa waktu, saya kemudian memiliki impian mengawinkan kedua hal tersebut, yaitu pendidikan dan sarana internet dalam pembelajaran di sekolah.
Sebagai orangtua dari anak yang sudah bersekolah, segala macam hal yang berkaitan dengan pendidikan sangat menarik untuk saya. Dengan tujuan, agar anak-anak Indonesia termasuk anak saya, memperoleh pendidikan yang terbaik.
Saya membayangkan betapa satu subjek pembelajaran tersebut dapat memuat beberapa pembelajaran yang sangat penting misalnya riset untuk data pendukung, keterampilan berkomunikasi, kemampuaan bahasa asing, mempelajari kebudayaan dan kebiasaan masyarakat di negara lain, belum lagi pemahaman mengenai hal yang mereka teliti. Sebab, saya sendiri merasakan selama berada di bangku sekolah, apa yang benar-benar saya pelajari adalah yang saya temukan dari hasil berpikir saya sendiri. Tak hanya apa yang dikemukakan oleh guru di depan kelas, ataupun yang ditulis oleh buku.
Sulitkah melakukan itu semua? Memang tidak akan mudah. Sebab, diperlukan kurikulum khusus yang memungkinkan siswa belajar berdasarkan project tertentu, misalnya mengenai pemanasan global diatas, yang membutuhkan waktu panjang dan perlu kontribusi dari berbagai mata pelajaran. Ditambah lagi, kesiapan pengajar, siswa serta sekolah, bersama dengan sarana dan prasarana untuk menunjang itu semua. Bahkan, jaringan yang memungkinkan terjalinnya komunikasi antardua sekolah tersebut yang jaraknya terpisah ribuan kilometer.Mungkinkah hal itu terjadi? Tak ada yang tidak mungkin.
Salah satu contoh yaitu Flat Classroom Project yang digagas oleh dua guru, Vicki Davis dan Julie Lindsay yang menciptakan program antara ssiwa di Bangladesh dengan rekan-rekan di Georgia, Amereka Serikat. Mereka melakukan bertukar wawancara video untuk membahas isu-isu yang berhubungan dengan globalisasi dari buku Tom Friedman, yang berjudul The World is Flat.
Selama enam minggu, para siswa yang terpisah jarak ribuan kilometer itu diminta menganalisa bagaimana dunia terus berubah mengikuti perkembangan dari internet. Podcast, wiki, RSS feed dan pertemuan video secara online untuk bekerjasama. Para siswa melakukan wawancara para ahli di dunia menggunakan alat presentasi multimedia dan diakui oleh panel hakim internasional yang kemudian dikenal sebagai "wawancara refleksi" sebagaimana dapat didengarkan podcast disini
Berbagai alat dan sarana yang dapat dengan mudah ditemui di internet bahkan digunakan oleh para siswa sehari-hari, ternyata dapat menjadi sarana untuk sebuah pengalaman belajar yang sangat bermanfaat sekaligus mengasyikan. Menurut pandangan saya pribadi, menjadi pengenalan pada para siswa bahwa mereka adalah bagian dari masyarakat dunia yang semakin mengglobal.
Para guru pun dapat belajar tak kalah banyak dari para siswa-siswa mereka dalam proses pembelajaran semacam ini. Guru dapat belajar memperkenalkan konsep dengan cara kreatif, melihat para siswanya mempelajari keterampilan baru, membuat jaringan dengan sesama pendidik dari berbagai kota dan negara dan sebagainya.
Para siswa klub menulis (dok.pribadi) |
Sayangnya aktivitas nge-blog para siswa seringkali koneksi internet menjadi kendala, meski sarana komputer sudah tersedia. Mungkin kendala ini masih banyak dirasakan oleh sekolah-sekolah lain di seluruh tanah air. Disinilah kami mengundang peran para operator telekomunikasi, seperti XL yang memiliki kepedulian tinggi terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia.
Semoga impian saya tak hanya sekedar menjadi mimpi di siang bolong dan kelak kelas-kelas di Indonesia dapat menerapkan pembelajaran e-learning lengkap dengan fasilitas koneksi internet yang didukung berbagai pihak. Tak hanya terbatas pada kota-kota besar, namun juga ke sekolah-sekolah yang berada di pelosok negeri, karena hak para siswa untuk mendapatkan pendidikan sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945.
*Blogpost ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Pendidikan oleh Indonesia Berprestasi, Persembahan XL
No comments:
Post a Comment
Terimakasih yaa ^_^