Pages

Monday 29 September 2014

Masa Sih Tak Sulit Jadi Ibu Plus (Pe)nulis ?

Buku Momwriter's Diary (Foto: milik Octaviani)
"Kamu sih enak memang dari dulu kerjanya nulis, jadi sudah tidak bingung lagi".

"Aduh nulis ya, aku gak punya bakat".

Akhir-akhir ini saya agak sering mendengar kalimat-kalimat semacam itu, seiring dengan semakin banyak yang bertanya mengenai kegiatan nge-blog yang saya lakukan.

"Tulisan saya jelek,gimana donk?"

Loh, kan sudah ada komputer? Gak perlu juga tulis tangan ^_^ *langsung digaruk sekampung* :D Maksud saya,nulis itu banyak tujuannya. Kalau tujuannya bukan untuk mencari uang atau profesional, untuk apa memikirkan bagus atau tidaknya.

Saya pribadi jatuh cinta dengan menulis sejak memiliki diary. Bisa dibilang, saya itu termasuk yang telat memulai pembelajaran tentang menulis. Kalau orang lain sudah mulai menulis untuk majalah dinding sejak SMP atau SMA, saya tidak sama sekali. Jangankan jadi pengurus, mengirim tulisan saja tidak berani. Membaca mading pun hanya sesekali.

Baru pada masa kuliah saya memberanikan diri mengikuti majalah kampus. Tapi, topik bahasan yang digunakan oleh majalah kampus itu rasanya sangat melampaui kemampuan saya saat itu. Maklum saya adalah mahasiswa di Fakultas Hukum, jadi majalah kampus yang saya masuki ya tentu membahas seputar hukum *__*

Mungkin melihat keinginan saya atau minimnya mahasiswa yang berminat gabung saat itu *sungkem para senior* :D, akhirnya saya dan beberapa teman diterima. Pengalaman pertama kali rapat redaksi dan lain sebagainya sunggu luar biasa buat saya, meski saya hanya kebanyakan bengong gak ngerti. Kemudian saya mendapatkan tugas transkrip wawancara salah seorang senior saya dengan seorang pakar hukum. Hehe saya gak terlalu ingat, tapi sepertinya dalam seminggu, transkrip itu belum kelar2 juga. Akhirnya, saya ditugaskan tidak di bagian redaksi, namun di bagian yang lebih banyak mencari pembiayaan penerbitan hahahaha :)

Namun, meski begitu, pemikiran saya mulai tertancap mengenai pekerjaan menulis. Tak heran, saat saya lulus dan mulai mencari pekerjaan yang meminta saya menulis. Hingga akhirnya saya diterima di salah satu harian ekonomi. Jika diabsen siapa yang setuju di rumah saya menjalani karir ini, sepertinya tidak ada yang tunjuk tangan. Mulai dari Papa, Mama, kakak-kakak saya, tak ada yang benar-benar mendukung saya saat itu. Mungkin mereka bingung, ini si bungsu yang kemana-mana selalu minta dianter dan gak ngerti jalan, tiba-tiba mau jadi reporter di Jakarta, beneran nih?

Reaksi saya? Maju tak gentar doonk! Hahahaha saya itu bisa dibilang orang yang bisa ambil keputusan dalm 10 detik, tapi ya itu kurang mempertimbangkan hal-hal secara lebih dalam gitu.

Yang ada di pikiran saya, ini adalah pekerjaan yang saya inginkan. Saya mau belajar menulis, menulis dan menulis.  Ternyata, menjadi reporter itu tak hanya sekedar menulis. Banyak hal yang harus dilakukan guna mengumpulkan data sebelum akhirnya ditulis. Tanpa terasa karir saya di dunia jurnalistik berjalan mulai dari tahun 2002 hingga pada 2010, saya dihadapkan pada kondisi yang mengharuskan saya berhenti dari karir tersebut.

Pada 2010, ditengah berbagai kebingungan, saya kembali berpengang, menulis adalah pekerjaan yang sudah saya jalani selama ini, maka menulis juga yang akan saya lakukan. Dibawah naungan lembaga ataupun tidak. Saya akan terus menulis.

Saya menulis sebagai copy writer freelance sebuah portal, sempat menerjemahkan buku yang saya anggap sebagai salah satu jenis penulisan khusus, saya mengedit artikel dan lain-lain. Berbagai pekerjaan saya lakukan secara freelance, dengan pertimbangan waktu untuk keluarga.

Satu hal yang belum mampu saya lakukan adalah membuat buku dan membuatnya lolos di penerbitan. Saya sempat menjadi co-writer untuk sebuah buku hukum dan pernah juga meluncurkan buku self published pada saat peluncuran portal. Juga pernah membantu penulisan buku dari sebuah sekolah. Tapi, saya tetap merasa belum punya cukup pengalaman untuk menulis buku.

Hingga pada bulan Februari saya kembali diterima kerja di dunia jurnalistik. Namun, keinginan saya untuk membuat sebuah buku yang menembus penerbit nasional tetap ada. Pernah saya mengirimkan naskah, tapi ditolak penerbit :(

Itu sebabnya membaca buku mbak Dian Kristiani yang berjudul Momwriter's Diary menjadi sangat istimewa. Dari judulnya saja, sudah sangat dekat dengan saya. Saya adalah seorang ibu, sekaligus suka menulis.

Mbak Dian yang sibuk dengan urusan domestik itu sungguh memukau saya dengan kemampuannya menerbitkan puluhan buku setiap tahun, yang beberapa diantaranya termasuk best seller *acung jempoool*

Dalam bukunya ini, Mbak Dian menuliskan pengalamannya sejak awal merintis jalan menjadi penulis, mengirimkan naskah, pembagiaan royalti buku, manajemen waktu serta beberapa hal praktis seperti tips menulis kumpulan cerita, membuat portofolio yang asyik, mengajukan naskah buku bergambar ke penerbit dan pengalaman menulis novel. Sangat tepat jika ini disebut buku bergenre inspirasi. Pokoknya B3 alias bukan buku biasa deh :D

Salah satu bab favorit saya di buku Momwriter's diary (dok.pribadi)
Tapi, ada satu bab yang sangat menohok saya yaitu "Workshop menulis, perlukah?".

Mengapa saya bilang menohok? Karena sebagaimana pengalaman mbak Dian yang terbiasa menulis napas pendek, demikian pula saya. Hanya saja bedanya, mbak Dian terbiasa membuat cerpen dan tulisan-tulisan singkat, maka saya terbiasa membuat berita, feature ataupun tulisan berdasar fakta lainnya. Mungkin lebih singkat lagi jika dibanding dengan tulisan mbak Dian.

Satu lagi, saya merasa tulisan ini seakan-akan ditujukan kepada saya *jiehehehe GR amat,rin* ketika di awal paragraf bab itu, mbak Dian mengatakan tidak pernah tertarik untuk mendengar atau membahas segala teknik dan tetek bengek "how to write".

Kalau membaca tulisan saya, jarang ditemukan tulisan yang muter-muter, mendayu-dayu dan mengombang-ambing perasaan *tsaaaaah*, tapi tulisan saya itu lebih to the point, jelas dan berdasar fakta. Mungkin karena pengaruh saya terbiasa menulis untuk berita di media. Tentu saja jika saya ingin menulis buku, gaya penulis yang sudah saya lakukan itu tidak dapat diterapkan.

Membaca pengalaman mbak Dian dalam bab tersebut menyadarkan saya bahwa jika saya ingin menulis buku, maka ada teknik-teknik penulisan yang harus saya pelajari terlebih dahulu. Menulis buku tak hanya sekedar bermodal keinginan menulis, ataupun kemampuan saya menulis berita seperti saat ini.
"Nah sejak saat itu aku memutuskan bahwa ada hal-hal tertentu yang memang HARUS kupelajari dan tidak bisa hanya mengandalkan bakat alam. Memang ada yang bilang otodidak. Tetapi, jika otodidak ditambah dengan polesan teknis, bayangkan dong apa jadinya? Tulisan yang ciamik!"
Sungguh satu paragraf itu seakan-akan membangunkan saya. Mungkin selama ini, hal itu yang membuat saya tertahan hingga belum mampu membuat buku sendiri dan menembus penerbit. Ada hal-hal yang seharusnya perlu saya pelajari untuk itu. Disaat yang bersamaan, saya merasa masih ada harapan untuk saya. Saya masih memiliki peluang asal mau belajar, gigih dan tidak menyerah.

Cita-cita saya suatu hari benar-benar dapat mengandalkan menulis sebagai mata pencaharian tanpa bernaung dibawah sebuah lembaga tertentu dan saat ini saya mulai menata langkah.

Saya ingin menjadi Momwriter!

Terimakasih sudah menulis buku inspiratif Momwriter's diary ini mbak Dian *peluuuuk*



























Wednesday 24 September 2014

Saatnya Ibu Memahami Asuransi sebagai Perlindungan Keluarga

Saya, suami dan anak-anak (dok.pribadi)
Jika sebelumnya saya membahas mengenai asuransi pendidikan serta beberapa produk bancassurance Sun Life  dalam "Mengelola Keuangan Keluarga: Saatnya Asuransi Pendidikan Jadi Pilihan" maka kali ini saya ingin berbagi mengenai menggunakan pilihan asuransi jiwa sebagai proteksi.

Kita semua berharap seluruh keluarga sehat dan selamat setiap hari. Saya sebagai seorang istri dan ibu, bahkan berdoa khusus untuk itu. Tak hanya untuk keluarga kecil saya, namun juga untuk orangtua, keluarga besar bahkan teman dan sanak saudara. Tapi, berbagai ketentuan Tuhan, tentu tak ada yang tahu.

Jalanan yang kita lalui menuju tempat kerja dari rumah saja, memiliki risiko kecelakaan. Atau, kebiasaan tak sehat yang kurang disadari, misalnya tidak suka konsumsi air putih ataupun kurang olahraga, pada suatu hari menunjukkan akibatnya. Tak ada yang bisa menebak kapan datangnya.

Tapi, bukan berarti kita langsung terbirit-birit mengiyakan tawaran asuransi sana-sini. Bukan begitu juga ya. Apalagi jika dibilang perempuan itu ogah ribet sama yang namanya angka. Eiitss, jangan salah, kalau angkanya menyangkut uang sepertinya sulit untuk tidak menaruh perhatian, iya nggak bu-ibu? ^_^

Menerima Tawaran 

Nah, suatu waktu saya ditawari asuransi all in one oleh seorang rekan saya. Didalamnya termasuk proteksi dan investasi, atau istilah umumnya unit link. Saya mengakui, saat itu pengetahuan saya tentang asuransi sangat minim dan tidak memiliki banyak waktu ataupun relasi mengenai hal itu.

Saya lebih banyak mengangguk-angguk dan menerima begitu saja tawaran tersebut. Saat itu saya ditawarkan untuk mengambil asuransi atas nama saya dan anak pertama saya yang baru berusia sekitar 2 tahun. Premi yang dibayarkan tiap bulan itu harus saya akui cukup lumayan. Namun, iming-iming hasil investasi yang disebutkan berhasil menggoda saya. Kemudian saya memutuskan untuk mengambil satu saja yaitu atas nama saya.

Selama hampir dua tahun saya membayar premi, tak banyak saya memperoleh manfaatnya. Mungkin hanya satu kali saat saya dirawat di rumah sakit dan memperoleh klaim karena sebenarnya biaya rumah sakit sudah ditanggung oleh asuransi dari kantor suami saya.

Yang namanya hidup, akan ada kondisi diatas dan dibawah. Ketika itu saya dihadapkan pada kondisi tidak lagi bekerja dan pemasukan saya tidak tetap. Saya pun mulai kesulitan membayar premi yang tidak kecil tersebut.

Akhirnya saya memutuskan untuk menghentikan asuransi tersebut. Memang prosesnya tak rumit dan agen asuransi yang sudah saya anggap teman itu juga tak mempersulit saya. Hanya saja, jumlahnya sangat mengecewakan. Jauh daripada premi yang sudah saya bayarkan selama ini.

Teliti dan Sesuai Kebutuhan

Perlindungan asuransi kesehatan keluarga sangat krusial (dok.pribadi)
Dari sana kemudian saya mulai rajin mengulik mengenai asuransi sebagai proteksi. Tidak, saya tidak anti unit link. Hanya saja saya lebih memilih untuk memilah proteksi dan investasi tidak lagi berada dalam satu premi yang bersamaan.

Saya sangat terbantu untuk pengobatan keluarga dari asuransi kesehatan dari kantor suami. Saya menginginkan asuransi yang nanti keluarga saya pilih sesuai kebutuhan, tidak berlebihan.

Jika dana yang kami miliki untuk membayar premi terbatas, maka antara saya dan suami, tentunya suami yang lebih utama. Mengapa? Karena suami saya sebagai kepala keluarga dan sebagai penghasil pendapatan keluarga yang utama. Begitu juga sebaliknya, kalau di keluarga yang bekerja sebagai penghasil pendapatan utama keluarga adalah ibu, berarti ibu yang perlu diasuransikan.

Ok, saya merunut lagi. Kondisi keluarga saya saat ini, untuk pengobatan, ditanggung asuransi kesehatan dari kantor suami. Kebetulan saya saat ini juga sedang bekerja, jadi otomatis saya juga memperoleh asuransi kesehatan dari kantor.

Hmmmm…jadi asuransi apa yang dibutuhkan oleh keluarga saya?

Asuransi Jiwa Berjangka

Salah satu yang tengah saya pertimbangkan adalah asuransi term life atau sering disebut dengan asuransi jiwa berjangka.

Mengutip dari Simulasiasuransi.com yang dimaksud dengan asuransi term life atau asuransi jiwa berjangka adalah salah satu produk asuransi jiwa. Produk ini memberikan perlindungan kematian dalam jangka waktu tertentu. Asuransi term life memberikan uang pertanggungan ketika tertanggung meninggal dalam masa kontrak asuransi tersebut.

Ciri dari asuransi term life adalah memiliki pilihan jangka waktu kontrak. Biasanya waktu yang ditawarkan antara 5, 10, atau 20 tahun. Selama masa kontrak, premi yang dibayarkan tetap, premi naik bila peserta ingin memperpanjang kontrak lagi.

Asuransi jiwa kok pakai masa kontrak sih? Jangan bingung ya. Sebenarnya ini terkait dengan seberapa lama kira-kira kita sebagai konsumen memerlukan proteksi. Jadi kita bebas memilih waktunya. Misalnya, keluarga saya berniat mengambil asuransi term life untuk suami dengan masa 20 tahun, yaitu hingga mencapai masa pensiun.

Mengapa demikian? Sebab, saat itu diharapkan biaya tanggunan kami tak lagi besar karena anak-anak sudah mandiri dan sekitar waktu itu, suami saya memperoleh dana pensiun yang cukup besar dari tempatnya bekerja. Kira-kira demikian pertimbangannya.

Kemudian, saat kontrak berakhir, otomatis premi akan hangus? Waah rugi donk. Memang sih asuransi term life ini tidak akan mengembalikan premi sama sekali saat kontrak berakhir, tapi apakah kita benar-benar rugi?

Asuransi sendiri awalnya adalah melindungi konsumen dari sebuah risiko. Jadi kalau tujuannya untuk melindungi diri kita dari risiko yang mungkin terjadi, ya tidak rugi juga lah ya. Yang tak terbeli adalah rasa khawatir yang seakan-akan sudah "dipindahtangankan" ke pihak asuransi.

Kalau saya sih, bersyukur tidak terjadi risiko yang dikhawatirkan. Sebaliknya, kalau terjadi risiko, kita memperoleh hak kita kan.

Nah, salah satu keuntungan asuransi term life yang adalah premi yang murah, sementara nilai pertanggungannya besar. Mengapa demikian? Sepanjang yang saya tahu, asuransi dengan berbagai kepentingan, misalnya proteksi penyakit, investasi dll, itu menyebabkan nilai premi jadi tinggi. Itu sebabnya, asuransi term life yang tujuannya hanya satu, asuransi jiwa membuat premi jadi lebih rendah.

Premi rendah sangat penting bagi saya, sebab dana yang tersedia lain bisa digunakan untuk berinvestasi. Sebagaimana yang saya sebut diatas, saya lebih memilih proteksi dan investasi berada dalam dua jalur yang berbeda. Maaf jika ada yang berpendapat berbeda dengan saya loh ya :)

Produk Tepat

Jika teman-teman sebagaimana saya cenderung pada asuransi term life, nah ini ada produk yang sudah saya incar dari Sun Life :

Produk proteksi term life dari Sun Life (Sumber: Sunlife.co.id)

  • Term Life
Tidak ada yang lebih penting dari kesejahteraan keluarga. Sudahkah Anda merencanakan untuk melindungi masa depan Anda dan keluarga Anda? PT Sun Life Financial Indonesia mempersembahkan Term Life - program asuransi jiwa yang memberikan keluarga Anda keamanan, saat ini, dan di masa depan.

Keuntungan Term Life:
  1. Keleluasaan memilih Masa Pembayaran Premi, mulai dari 5, 10, 15, atau 20 tahun.
  2. Bebas untuk menentukan pilihan cara pembayaran Premi yaitu bulanan*, 3 bulanan, semesteran dan tahunan.
  3. Dapat ditambahkan Riders (asuransi tambahan) untuk memperoleh perlindungan yang lebih menyeluruh.
Manfaat Asuransi Term Life:

Memberikan 100% Uang Pertanggungan apabila Tertanggung meninggal dunia dalam Masa Asuransi.

Syarat dan Ketentuan Asuransi Term Life:

Usia Masuk Tertanggung                         :  0 – 70 tahun
Usia Masuk Pemilik Polis                       :  Minimal 18 tahun
Uang Pertanggungan                              :  Minimal 100 juta
Masa Pembayaran Premi (MPP)             :  5, 10, 15, 20 tahun
Masa Asuransi                                         :   Mengikuti MPP

*******************************************************************************

Namun, jika teman-teman merasa kurang sreg "hanya" menggunakan asuransi term life sebagai proteksi, bisa juga kok diberi asuransi tambahan (Riders) seperti ditulis diatas.

Selain itu, ada juga produk proteksi Sun Life lain yang lebih lengkap dengan manfaat rawat inap dan perawatan intensif serta kematian, yaitu :
  • Sun MediCash
Sun Medicash untuk manfaat yang lebih lengkap (Sumber: Sunlife.co.id)
Merupakan sebuah program asuransi yang memberikan sejumlah santunan dana tunai saat Tertanggung/Nasabah menjalani rawat inap di Rumah Sakit, baik disebabkan oleh penyakit ataupun kecelakaan.

Manfaat Sun Medicash:

- Manfaat Rawat Inap.
- Manfaat ICU (Perawatan Intensif).
- Manfaat Kematian. 
- Manfaat Akhir Kontrak.

Santunan rawat inap di Rumah Sakit (Ruang Perawatan & ICU):

- Maksimal Santunan harian rawat inap: 120 hari/tahun.
- Maksimal Santunan harian rawat inap: 90 hari/penyakit.
- Santunan ganda untuk perawatan di ICU, maksimal 120 hari/tahun.*
- Manfaat Harian Rawat Inap tidak boleh lebih dari Rp1.000.000/hari.**
- Klaim tetap dibayarkan meskipun memiliki asuransi sejenis.
  • Sun Golden Life
Sun Golden Life untuk proteksi jangka pendek (Sumber: Sunlife.co.id)
Program asuransi khusus ini untuk Anda yang membutuhkan Proteksi Jangka Pendek. Dana yang tersedia dari program ini dapat dimanfaatkan oleh keluarga Anda untuk membantu memenuhi kebutuhan keuangan keluarga Anda apabila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan terhadap diri Anda.

Manfaat Sun Golden Life:

1.     Santunan meninggal sebesar 100% Uang Pertanggungan apabila Tertanggung mengalami musibah meninggal di masa asuransi.
2.     Gratis Asuransi Kecelakaan sebesar Rp50Juta.
3.     Mendapatkan potongan Premi sebesar 50% untuk pembayaran Premi perpanjangan.
4.     Dapatkan pengembalian 20% Premi tahunan jika Polis tidak diperpanjang.
5.     Tidak perlu melakukan pemeriksaan kesehatan.
6.     Bebas memilih cara pembayaran Premi: Bulanan, Triwulan, Semesteran dan Tahunan.

Ketentuan:

Usia Masuk Tertanggung        :18 – 65 tahun
Usia Masuk Pemilik Polis       : Minimal 18 tahun
Uang Pertanggungan               : Minimal    Rp50Juta- Maksimal  Rp200Juta
Masa Asuransi                        : Satu Tahun, dapat diperpanjang sampai Tertanggung berusia 70 tahun

Syarat dan Ketentuan: 
  1. Masa tunggu untuk meninggal dunia akibat penyakit adalah 2 tahun sejak tanggal mulai berlakunya asuransi.
  2. Apabila Tertanggung meninggal dunia karena penyakit selama dalam masa tunggu, maka Sun Lifeakan mengembalikan Premi tahun berjalan yang sudah dibayarkan.
  3. Apabila Tertanggung meninggal dunia karena kecelakaan selama dalam masa tunggu, maka Sun Life akan membayarkan Uang Pertanggungan Asuransi Kecelakaan sebesar Rp50 Juta.
  4. Apabila Tertanggung meninggal dunia karena penyakit setelah masa tunggu, maka Sunlife akan membayarkan Uang Pertanggungan.
  5. Apabila Tertanggung meninggal dunia karena kecelakaan setelah masa tunggu, maka Sunlife akan membayarkan Uang Pertanggungan ditambah dengan manfaat Asuransi Kecelakaan sebesar 50 Juta Rupiah.
*************************************************************************
Semoga teman-teman, terutama para perempuan dan ibu-ibu di luar sana semakin memahami pentingnya asuransi jiwa, termasuk memilih yang tepat. Jangan malu-malu bertanya pada agen asuransi yang Anda temui, atau jika perlu bertanya kepada konsultan keuangan yang tidak berafiliasi dengan asuransi mana pun. Ibu yang bertugas sebagai manajer keuangan harus semakin jeli dalam memilih asuransi sebagai perlindungan keluarga.  

Selamat berasuransi!

*Tulisan ini diikutsertakan dalam Kompetisi Menulis Sun Anugerah Caraka 2014 (kategori blogger)

Sunday 14 September 2014

Mengelola Keuangan Keluarga: Saatnya Asuransi Pendidikan Jadi Pilihan!


Aylaa bersama Ibu dan Sandya saat wisuda TK. Ayah sedang kerja, jadi gak ikut foto deh (dok.pribadi)
Setiap orang tua pasti setuju bahwa pendidikan mempunyai peranan besar terhadap masa depan anak-anaknya. Demi mendapatkan pendidikan yang terbaik, menyekolahkan anak ke lembaga pendidikan yang terbaik sampai ke jenjang tertinggi, bisa menjadi salah satu cara agar si anak mampu mandiri secara personal maupun finansial nantinya.

Itu sebabnya saya sebagai orangtua dari dua anak, menganggap pendidikan sebagai salah satu perhatian utama dalam mengelola keuangan keluarga. Pengeluaran untuk pendidikan, bukan sesuatu yang bisa dikesampingkan atau ditunda-tunda. Bukan apa-apa, biaya untuk pendidikan saat ini bisa dikatakan tidak murah. Apalagi, jika memilih sekolah swasta.

Berbagai pertimbangan membuat saya dan suami memutuskan anak pertama kami, Aylaa untuk bersekolah di sebuah sekolah swasta. Konsekuensinya, biaya yang harus kami keluarkan untuk itu menjadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan sekolah negeri yang notabene mendapat dukungan dari pemerintah.

Saat ini Aylaa duduk di kelas tiga, artinya dalam tiga tahun mendatang, akan masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sementara adiknya, Sandya, saat ini hampir berusia 3 tahun, artinya tahun depan saya bersiap untuk memasukkan ke Taman Kanak-kanak, dan dua tahun mendatang, masuk SD.

Nah, itu juga berarti, tiga tahun mendatang, kedua anak saya akan memasuki jenjang pendidikan yang baru. Hmmm biaya yang dibutuhkan tentu tak sedikit bukan?

Aylaa bersama teman sekelas dan guru-guru tercinta (Foto: Azizah)
Tapi, sepertinya saya tak sendiri. Setiap pergantian tahun ajaran rasanya tak sedikit orang tua yang dihadapkan pada masalah biaya pendidikan. Terlebih bila ada anak-anak harus masuk sekolah baru dengan jenjang pendidikan lebih tinggi, maka harus siap-siap merogoh kocek lebih dalam.

Beberapa contoh yang saya temui, tak lepas dari permasalahan ini. Seorang ibu dari tiga orang anak, sebut saja namanya,Anti, seorang karyawan bank swasta ternama di Indonesia. Meskipun sang suami, seorang wiraswasta, tetap saja setiap pergantian tahun ajaran baru kerap kali membuatnya bingung.

“Memang kita sudah mempersiapkan dana pendidikan untuk anak-anak. Tetap saja, biaya yang kita siapkan seringkali tidak mencukupi. Apalagi, biaya sekolah makin tinggi setiap tahun,” keluh Anti.

Salah seorang rekan saya yang tergolong memiliki kemampuan finansial yang cukup, Rina mengungkapkan bahwa ia membuka tabungan pendidikan untuk anak semata wayangnya yang berusia lima tahun, pada salah satu bank swasta di Indonesia. Ia mengaku telah menabung sejak putranya berusia satu tahun.

Awalnya, uang tersebut akan digunakan ketika anaknya masuk SD. Namun, Rina mengundurkan rencana menggunakan dana tabungan tersebut hingga masuk SMP. “Rencananya dana itu akan saya gunakan untuk masuk SMP saja. Selain itu, rencananya saya juga akan ikut salah satu asuransi pendidikan,” ujarnya.

Saya dan orangtua seperti Anti dan Rina, kini memang banyak memperoleh informasi mengenai berbagai produk investasi bagi orangtua yang ingin menyiapkan dana pendidikan untuk anak-anaknya. Ada dua jenis secara umum yaitu tabungan pendidikan dan asuransi pendidikan.

Di sekolah, kakak Aylaa ikut kegiatan ekstrakurikuler menari (dok.pribadi)
Pada sebuah wawancara saya dengan seorang perencana keuangan ternama beberapa waktu silam, saya memperoleh penjelasan yang lumayan lengkap. Disebutkan, tabungan pendidikan dan asuransi pendidikan pada dasarnya memiliki fungsi yang sama, yaitu sebuah investasi yang khusus dipersiapkan untuk mencukup biaya pendidikannya nanti.

Jika tabungan pendidikan, tak berbeda dengan tabungan pada umumnya. Hanya saja, tabungan ini biasanya tidak bisa diambil sewaktu-waktu, namun sesuai dengan kesepakatan awal untuk jangka waktu. Misalnya, orangtua menabung untuk 1 tahun atau 3 tahun dst. Biasanya, bunga yang ditawarkan juga sedikit lebih tinggi dari tabungan biasa.

Untuk asuransi pendidikan, ia menjelaskan, pada dasarnya sesuai dengan produk dasarnya asuransi. Yaitu lebih tepatnya asuransi jiwa, maka asuransi pendidikan ini sebetulnya tidak berbeda jauh dengan produk asuransi jiwa lainnya. Program yang akan memberikan manfaat jika terjadi risiko kematian.

Manfaat yang diterima biasanya adalah santunan dan hasil investasi untuk biaya pendidikan. Namun jika tidak terjadi risiko kematian, maka asuransi akan memberikan sejumlah beasiswa pendidikan yang tidak lain berasal dari investasi berupa premi yang sudah dibayarkan.

“Salah satu keuntungan dari asuransi pendidikan ialah hasil investasi yang relatif lebih tinggi dari tabungan,” ujarnya. 

Bantu Tentukan Target

Saya semakin tertarik mengenal asuransi pendidikan. Rupanya, asuransi jenis ini juga dapat membantu orangtua mencapai target biaya yang dibutuhkan. Tapi bagamana caranya?

Pertama, tentukan biaya yang diperkirakan akan dibutuhkan anak ketika masuk ke tingkat sekolah tertentu. Misalnya, anak akan masuk SD, SMP, SMU dan seterusnya. Jika angka perkiraan sudah ada, maka bisa ditentukan premi yang harus dibayar orangtua. Saya yakin untuk premi ini, para agen asuransi akan dengan senang hati membantu.

“Yang seringkali dilupakan orangtua ialah perbedaan biaya sekolah akan berbeda pada 10-20 tahun mendatang. Jadi harus diperhitungkan juga kenaikan biaya sekolah setiap tahunnya,” jelas konsultan keuangan itu.

Saya saat wisuda Sarjana :) Tentunya saya ingin anak-anak pendidikannya lebih tinggi (dok.pribadi)
Misalnya, jika saya ingin menyiapkan biaya untuk anak saya Aylaa untuk masuk SMP, maka harus menghitung perkiraan biaya tiga tahun mendatang. Jangan kaget, jika peningkatan biaya masuk sekolah setiap tahun bisa naik lebih dari 10%. Jadi, kalau mempersiapkan biaya untuk tiga tahun yang akan datang, berarti harus lebih tinggi sekitar 30% dari biaya saat ini. Hmmm bagaimana mempersiapkan untuk Aylaa kuliah nanti yaa -__-

Tapiiii, saya juga kemudian juga diingatkan bahwa sebagai produk asuransi, maka asuransi pendidikan adalah investasi ini tidak bisa dicairkan setiap saat. Investasi ini baru bisa dicairkan dengan dua kondisi. Pertama, yaitu apabila telah jatuh tempo, dan yang kedua yaitu jika terjadi risiko kematian. Jatuh temponya sendiri bisa diatur dan disesuaikan dengan jadwal pendidikan anak-anak, agar anak masuk sekolah, pas uangnya cair. Mudah kan?

Memilih dengan Tepat

Sebagai orangtua zaman digital, internet tentunya menjadi salah satu tempat saya menimba berbagai informasi. Dari sana, saya memperoleh beragam informasi. Situs web PT Sun Life Finansial Indonesia adalah salah satu yang menarik perhatian saya karena menawarkan beragam asuransi pendidikan.

Dari kanal-kanal yang tersedia, saya kemudian memilih kanal Produk dan Layanan kemudian memilih Bancassurance Tapi, apa yang dimaksud Bancassurance ya?

Dari sana saya mengetahui bahwa Bancassurance adalah bentuk kerja sama antara bank dan perusahaan asuransi di mana perusahaan asuransi menggunakan saluran penjualan bank untuk menjual produk-produk asuransinya. Produk asuransi yang ditawarkan adalah produk perlindungan sekaligus investasi untuk memenuhi kebutuhan finansial jangka panjang nasabah.

PT Sun Life Financial Indonesia menawarkan beragam produk bancassurance yang dirancang memenuhi kebutuhan nasabah seperti proteksi, investasi, perencanaan keuangan, dan menabung. Juga dapat digunakan untuk berbagai tujuan investasi misalnya untuk dana pendidikan, tabungan, atau dana hari tua. Wah ketemu, dana pendidikan nih!

Perjalanan saya di situs web PT Sun Life Financial Indonesia kemudian membawa saya ke berbagai produk yang dapat digunakan untuk dana pendidikan. Jika Anda adalah salah satu customer dari bank tertentu, kabar gembira, PT Sun Life Financial Indonesia punya banyak kerjasama untuk produk bancassurance ini.

Ini beberapa bancassurance PT Sun Life Financial Indonesia untuk keperluan dana pendidikan yang bisa dipilih :  

  •  Scholar in Safe
Salah satu produk bancassurance untuk dana pendidikan (screenshot PT Sun Life Financial Indonesia)
Untuk Scholar in Safe, pembayaran Premi mulai dari Rp184.000 per bulan, selama 8 tahun saja
•    Pembayaran Tahapan untuk Dana Pendidikan SD, SMP, SMU hingga Universitas (sesuai plan yang dipilih).
•    Pilihan Dana Pendidikan mulai dari Rp25.000.000 hingga Rp100.000.000.
•    Total Manfaat yang diterima menjadi 2x lipat berupa 100% Uang Pertanggungan (UP) dan seluruh Tahapan untuk Dana Pendidikan yang dibayarkan sesuai jadwal apabila Tertanggung meninggal dunia bukan karena Kecelakaan.
•    Total Manfaat yang diterima menjadi 3x lipat berupa 200% Uang Pertanggungan (UP) dan seluruh Tahapan untuk Dana Pendidikan yang dibayarkan sesuai jadwal apabila Tertangung meninggal dunia karena Kecelakaan.  
  • Edu Care
Edu Care adalah program dari Sun Life Financial Indonesia bekerjasama dengan Standard Chartered Bank yang ditujukan untuk memberikan perlindungan diri bagi orang tua sekaligus memastikan tersedianya Dana Pendidikan bagi buah hati.
Dengan Edu Care, Anda akan memperoleh manfaat berikut:
•    Assurance Kepastian tersedianya Dana Pendidikan sesuai pilihan dan kebutuhan Anda.
•    200% Dana Pendidikan terdiri dari 100% Dana Pendidikan sebagai perlindungan asuransi jiwa dan 100% Dana Pendidikan akan diberikan ke ahli waris jika Tertanggung meninggal dunia.
•    100% Dana Pendidikan akan diberikan sesuai jadwal, jika tidak terjadi risiko meninggal dunia terhadap Tertanggung.

  • Junior Study Plan
Kerjasama BCA dan Sun Life Financial Indonesia mempersiapkan program Junior Study Plan khusus untuk Anda, pemegang Kartu Kredit BCA, dengan berbagai manfaat asuransi yang menarik yaitu:
•    Memastikan tersedianya Dana Pendidikan bagi buah hati Anda.
•    Memberikan Dana Pendidikan sebesar 200% dari Uang Pertanggungan sesuai jadwal pembayaran, jika tidak terjadi risiko meninggal dunia.
•    Total manfaat asuransi untuk dana pendidikan sebesar 300% dari Uang Pertanggungan yaitu terdiri dari 100% Uang Pertanggungan Asuransi Jiwa dan 200% Uang Pertanggungan berupa Dana Pendidikan, akan dibayarkan sesuai jadwal kepada ahli waris, jika Tertanggung meninggal dunia.
  •   BNI Academy Cash
Produk bancassurance Sun Life bekerjasama dengan BNI untuk dana pendidikan (screenshot PT Sun Life Financial Indonesia
 BNI dan PT Sun Life Financial Indonesia menawarkan program Academy Cash yang memberikan Anda berbagai manfaat menarik, yaitu:
1.    Menyediakan Dana Pendidikan untuk jenjang SD, SMP, SMU hingga Universitas dengan waktu pembayaran yang disesuaikan dengan plan yang dipilih.
2.    Memberikan manfaat Dana Pendidikan, yaitu 100% Uang Pertanggungan (UP) Asuransi Jiwa apabila Tertanggung meninggal dunia ditambah 100% Dana Pendidikan berupa Tahapan sesuai jadwal.
  • Rencana Cerdas
Asuransi Rencana Cerdas merupakan program dari PT Sun Life Financial Indonesia yang ditujukan untuk memberikan perlindungan diri bagi orang tua sekaligus memastikan tersedianya Dana Pendidikan bagi buah hati

Dengan Asuransi Rencana Cerdas, anda akan memperoleh manfaat berikut:
•    Manfaat Kematian:
Jika Tertanggung (orang tua) meninggal dunia, 100% Uang Pertanggungan akan dibayarkan dan dibebaskan pembayaran premium di sisa tahun berjalan
•    Manfaat Dana Pendidikan/Manfaat Hidup:
100% UP (Dana Pendidikan) sebagaimana terjadwal jika tertanggung meninggal dunia

Waaah banyak kan pilihannya? Saya juga sedang siap-siap berdiskusi dengan suami mengenai pilihan-pilihan tersebut. Kalau masih penasaran, silakan langsung ke situs web PT Sun Life Financial Indonesia yaa :)


Tips Menyiapkan Dana Pendidikan

Saya dan suami selalu ingin yang terbaik untuk Aylaa dan Sandya (dok.pribadi)
Kok rasanya belum lengkap ya, kalau saya tidak membagikan tips menyiapkan dana pendidikan hasil ngobrol saya dengan konsultan keuangan yang sudah memberi beberapa informasi di atas. Begini nih kiat-kiatnya :

•    Sebelum  memutuskan  untuk berinvestasi pada tabungan pendidikan atau asuransi pendidikan, pastikan terlebih dahulu tingkatan pendidikan yang akan dicapai. Hal itu terkait dengan dana yang dibutuhkan anak.
•    Kemudian, cari  informasi biaya pendidikan saat ini di sekolah yang ingin dituju. Hitung perkiraan biaya pendidikan yang dibutuhkan pada saat usia masuk anak, sesuai dengan tingkat inflasi yang berlaku.
•    Jika Anda memilih tabungan pendidikan, hitung perkiraan setoran bulanan dari biaya yang dibutuhkan. Usahakan untuk membuka satu tabungan pendidikan untuk setiap jenjang.
•    Berdasarkan karakteristiknya, tabungan pendidikan akan lebih cocok bagi orangtua yang ingin menyiapkan dana pendidikan dalam jangka pendek. Bagi orangtua yang memiliki penghasilan tidak tetap, dapat juga mengambil tabungan pendidikan saja karena bisa menambah setoran kapanpun juga sehingga hasil investasinya bisa lebih besar.
•    Untuk jangka panjang, asuransi pendidikan akan lebih sesuai. Hasil investasi bisa diharapkan lebih tinggi. Selain itu, pilihan berinvestasi di reksadana dapat dilakukan dengan pendapatan yang diiringi dengan risiko lebih besar.
•    Produk investasi lain seperti deposito dari perbankan atau emas dan sebidang tanah bisa dijadikan pilihan asal Anda menyesuaikannya dengan jangka waktu yang dibutuhkan.
•    Pilih  Bank, lembaga asuransi atau reksadana yang menyediakan berbagai keuntungan dan kemudahan.

Jadi, tunggu apa lagi? Manfaatkan asuransi pendidikan untuk menyiapkan dana pendidikan anak-anak kita yuuk :)

*Tulisan ini diikutsertakan dalam Kompetisi Menulis Sun Anugerah Caraka 2014 (kategori blogger)



Tuesday 9 September 2014

Sekolah Impian Itu Kini Sudah Memiliki Nama

Kakak Aylaa dan teman-teman seru-seruan di bis saat field trip (Foto: Hikmalia Prihatin)
Percayakah teman-teman tentang kebetulan? Saya pribadi tidak pernah menganggap suatu kejadian sebagai suatu kebetulan, namun ada campur tangan dari Allah SWT.

Demikianlah yang saya rasakan saat melihat sebuah sekolah di kawasan Kelapa Dua, Depok sekitar tahun 2005 silam. Saat itu saya bekerja di sebuah harian nasional, terutama di halaman keluarga yang salah satunya mengulas sekolah-sekolah.

Mulai dari ujung Jakarta barat hingga kawasan Jakarta Timur, Depok dan sekitarnya, saya jalani untuk mencari sekolah-sekolah yang saya rasa memiliki sistem pendidikan yang baik untuk anak-anak. Turun naik bis, kesulitan mendapatkan waktu wawancara hingga manajemen sekolah yang tertutup, semua saya alami saat itu. Namun, tak ada yang saya tak jalani, jika hati ini menjadi penuntunnya.

Salah satu misi saya saat itu adalah menimba ilmu sebanyak-banyaknya mengenai sistem pendidikan usia dini. Apalagi saat itu saya juga baru menikah dan berencana segera memiliki anak, sehingga bagi saya, manfaatnya juga untuk pribadi. Nyatanya memang ilmu saya soal parenting, masih benar-benar seujung kuku. Semakin saya menyelami, maka semakin sedikit rasanya yang saya sudah ketahui.
Para siswa yang super ceria (Foto: Azizah)

Pencarian saya kemudian bertumpu pada sebuah sekolah yang dari depan tidak terlalu menyolok. Gerbangnya yang agak menjorok ke dalam, membuat sulit untuk melihat ke dalam sekolah lebih jauh. Dari nomor telepon yang tertera di depan sekolah, maka saya menghubungi dan membuat janji wawancara lebih lanjut.

Singkat cerita, saya berkesempatan dengan pendiri sekolah tersebut yaitu sepasang suami istri. Ternyata sekolah ini adalah sekolah yang mereka dirikan dengan idealisme yang agak berbeda dengan sekolah lain. Kebetulan, sang istri adalah seorang Psikolog sekaligus pengajar yang sangat mencintai anak-anak.

Sekolah inklusif. Kebalikan dari sekolah eksklusif hanya untuk kalangan tertentu. Sekolah ini menerima semua anak, kecuali kekurangan mereka tidak dapat diatasi pengajar.

Disini saya bertemu dengan anak-anak berkebutuhan khusus. Anak-anak yang sulit berkonsentrasi namun masih dibimbing dengan kasih sayang. Disini saya melihat ketulusan dan kesabaran para pengajar.

Begitu terkesannya saya dengan sekolah ini, hingga saya berniat untuk memasukkan anak saya ke sini nanti. Seingat saya, waktu itu saya tengah mengadung anak pertama saya.

Pengajar Berhati Mulia

Ketika anak saya, Aylaa, sudah sudah cukup umur untuk pendidikan usia dini,  saya kembali teringat dengan sekolah yang pernah saya impikan mendidik anak saya kelak. Namun, karena satu dan lain hal, rupanya anak saya belum berjodoh sekolah disana. Jaraknya lumayan jauh, sulit untuk saya mengantarkan ke sana.

Ibu-ibu guru yang luar biasa (Foto: Azizah)
Hingga tiba saatnya Aylaa masuk SD. Pencarian sekolah kembali dimulai. Berbagai persyaratan dan informasi sekolah saya kumpulkan sebanyak-banyaknya. Namun, hati saya kembali tergerak untuk mencari sekolah impian itu.

Alhamdulillah, setelah beragam proses penerimaan, anak saya berhasil masuk sekolah tersebut. Sekolah dengan program pengajaran yang menomorsatukan kenyamanan anak, tidak mendorong anak secara akademik berlebihan dan terutama para pengajar yang penuh cinta.

Salah seorang siswa sedang diajarkan berwudhu (Foto: Azizah)
Memang pada awalnya, perhatian saya sebagaimana orangtua pada umumnya terpusat pada program pengajaran. Sistem pendidikan yang akan diterapkan dan juga bagaimana target-target akademik serta prestasi yang sudah diraih para siswa. Sebagian besar harapan saya ternyata dapat dipenuhi oleh sekolah tersebut.
Seorang siswa dengan kebutuhan khusus bercakap-cakap dengan guru pendampingnya (Foto: Azizah)
Tapi, setelah beberapa lama berada di sekolah itu, saya memahami mengapa saya jatuh hati sejak awal. Disana saya melihat para pengajar yang berhati mulia. Seakan mereka punya cadangan kesabaran yang tak pernah habis menghadapi para siswa. Seolah-olah perhatian mereka hanyalah untuk anak-anak saat  mengajar dan waktu mereka dihabiskan untuk mencaritahu bagaimana dapat mendorong anak-anak untuk lebih baik di masa mendatang.

Seorang guru pendamping mengajarkan wudhu anak kelas 1 (Foto: Azizah)
Ya, itulah sekolah yang saya cari!

Program dan sistem pendidikan memang sangat penting, tapi hubungan antarmanusia tidak kalah krusial. Apalagi guru adalah salah satu role model yang dilihat anak-anak setiap hari, bisa dibilang mereka adalah sosok "pengganti" orangtua saat di sekolah. Tentu saja, saya menginginkan guru-guru terbaik untuk anak saya.

Mendidik tak hanya mengajar pelajaran namun juga termasuk membesarkan hati (Foto: Azizah)
Memang sebagaimana sekolah dan hal lain pada umumnya, tidak ada yang sempurna di dunia ini. Akan ada satu dua hal yang masih perlu diperbaiki. Tapi, saya tidak mengeluh. Saya memilih berkontribusi. Sedapat dan semampu saya.

Jika mereka butuh orang yang bisa menulis, maka saya ada. Saat mereka perlu narasumber yang bisa saya kontak, tentu saya bantu. Atau, saat butuh moderator dengan kemampuan pas-pasan, saya siap. Tapi, asal jangan butuh koki atau penjahit deh, pasti saya nggak bisa hehehehe :D

Trio keren ini bukan artis loh, tapi para bapak guru yang jempolan (Foto: Azizah)
Oh ya, satu lagi yang saya peroleh dari sekolah ini, teman-teman sesama orangtua siswa yang saya kemudian anggap keluarga. Diskusi kami biasanya beragam mulai dari anak, sekolah hingga hal-hal khas ibu-ibu.

Saya bersama dengan ibu-ibu sesama orangtua siswa 
Jadi, apakah nama sekolah yang saya bicarakan sejak tadi? Nama sekolahnya adalah LENTERA INSAN-Child Development and Education Center, yang memiliki motto "Sekolah Islam Berkearifan Lokal Berwawasan Global". Disana pendidikan dimulai dari Play group, TK dan SD. Selain itu, ada juga disediakan beberapa jenis terapi bagi siswa ataupun kalangan umum yang membutuhkan.

Oh ya, sekilas tentang misi mereka yang dicantumkan di website yaitu mengoptimalkan perkembangan anak melalui berbagai kegiatan dan sarana yang dibutuhkan dengan mengintegrasikan nilai – nilai Islam dalam setiap aktivitas.

Sekolah ini tidak melulu mengenai materi pelajaran, namun kegiatan ekstra kurikulernya yang beragam mulai dari tari tradisional, klub menulis, vokal, futsal dan lain-lain, juga berhasil mengambil hati saya.

Untuk saya, sekolah yang selama ini ada dalam impian saya sudah berhasil saya temukan. Seakan saya menemukan yang saya tidak peroleh saat saya bersekolah dulu.

Kakak Aylaa di depan sekolah (dok.pribadi)
Semoga saja,  LENTERA INSAN-Child Development and Education Center akan semakin baik di masa yang akan datang. Harapan saya, kelak sekolah-sekolah di seluruh Indonesia dapat menerima semua siswa dan memfasilitasi siswa berkebutuhan khusus, dibimbing para pengajar yang berdedikasi dan sejahtera. Aamiin.

Selamat belajar dan menimba ilmu yang seluas-luasnya ya, kakak Aylaa :)

*Tulisan ini diikutsertakan dalam "Give Away Sekolah Impian"


Friday 5 September 2014

Roti Home Made, Penyelamat di Kala Lapar

Roti Home Made yang jadi salah satu favorit saya di kantor (dok.pribadi)
Siapa yang suka roti? Sayaaaaa!!!

Hehe bukan sok kebarat-baratan atau sok modern, tapi roti menjadi salah satu penyelamat di kala saya merasa lapar.

Apalagi, saat di kantor, sore hari biasanya perut minta diisi, padahal belum lama makan siang dan belum waktunya makan malam. Nah looh! Biasanya roti yang akan menjadi sasaran saya, jika saya tidak sempat membeli buah.

Kebetulan roti yang ada di bagian basement kantor adalah roti Home Made. Rasanya lumayan enak, diatas rata-rata dari roti yang biasa keliling di kompleks perumahan saya. Tapi ya harganya memang sedikit diatas juga sih. Kisaran Rp 6.500-8.000 per buah. Mungkin disesuaikan dengan kantong para pekerja, hehe padahal kan pekerja juga sering kantongnya tak berisi yaa hehehe :D

Yang saya suka, roti Home Made itu banyak jenisnya. Ada isi coklat, keju, hingga kacang hijau, abon juga ada brownies dan lain-lain. Tak jarang saya beli untuk suami juga untuk bekal anak saya ke sekolah. Dan, rasanya saya tidak mendengar protes dari keduanya hingga saat ini tuh ^_^

Nah yang di foto itu, salah satu favorit saya. Roti daging dengan paprika, keju dan saus agak pedas. Nyaaamm nyaaamm deh, apalagi saat saya lapar sore hari :)

Jadi, apa roti favorit teman-teman?



Thursday 4 September 2014

Sosok Nyata "Dima Bumi Dipijak, Disinan Langik Dijunjuang"


Saya dan Suzuki Nobuyuki, aktor asal Jepang yang sukses berkarir di perfilman nasional (dok.pribadi)

“Dima bumi dipijak, disinan langik dijunjuang.” Salah satu pepatah petitih minang yang populer diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Peribahasa yang memiliki arti dalam kehidupan sehari-hari kita harus menghormati atau mematuhi adat-istiadat dimana tempat kita tinggal. Suku Minang memang sangat akrab dengan merantau dari tanah leluhur. 

Sebagai seorang keturunan Minang, saya sudah tak asing dengan pepatah tersebut. Meski tak menguasai banyak, namun saya masih cukup mengerti jika ada yang bercakap-cakap dalam bahasa Minang. 

Saya teringat kembali pepatah “Dima bumi dipijak, disinan langik dijunjuang” saat bertemu dengan salah seorang narasumber dalam sebuah penugasan kemarin. Namanya Nobuyuki Suzuki, aktor asal Tokyo, Jepang.  Bagi penikmat film Indonesia, saya yakin wajahnya sudah familiar. Belasan film nasional sudah dibintanginya sejak tahun 2006.

Lalu apa pula yang membuat saya teringat pepatah itu ketika bertemu Suzuki san alias bang Juki, panggilan yang sering disematkan padanya?

Begini saat pertama bertemu, tampangnya tak ada bedanya dengan orang Jepang pada umumnya. Dengan perawakan sedang, kulit putih dan mata sedikit sipit. Hanya saja, senyumnya yang lebar datang menyambut saya dan rekan, sedikit agak berbeda dengan orang Jepang yang saya pernah temui sebelumnya.

Selanjutnya, tak ada kalimat yang keluar dari mulutnya yang tidak memancing tawa saya.

Suzuki san, demikian saya menyapanya, tanpa disangka memiliki logat sunda saat berbicara bahasa Indonesia. “Logat saya Sunda kan, karena dulu saya belajar bahasa Indonesia pertama kali di Bandung,” ujarnya.

Suzuki san ternyata pernah menimba ilmu di sekolah seni di Bandung sekitar tahun 1996, sementara saya kuliah di Universitas Padjadjaran pada tahun 1997. "Waah berarti tahun segitu, kita pernah sama-sama di Bandung ya," kata pria yang hobi berenang itu.

Obrolan kami kemudian diwarnai dengan berbagai kata yang membuat saya nyengir ketika Suzuki san menyebutnya, seperti gaul hingga nyokap. “Iya nih, nyokap diajak kesini, belum mau. Takut kali,” keluhnya tanpa melepaskan wajah komediannya.

Film Nasional

Siapa yang pernah merasa trauma dengan film Indonesia yang berada antara genre horor atau dewasa yang mengarah ke pornografi? *ngacung* Saaayyyaaa!!!

Saat saya tinggal di Bandung yang tersedia bioskop dengan film baru, justru saat itulah film-film dari dua jenis yang saya tidak sukai itu menjamur. Itu sebabnya saya agak-agak gimana gitu setiap saat diajak menonton film Indonesia.

Saat saya mulai bekerja, sempat saya menulis resensi film. Film horor ternyata masih booming. Capeee deh! -__-

Tapi, kan tidak semua film Indonesia jelek.

Bener banget! Itulah yang terjadi sekitar delapan tahun terakhir. Banyak film Indonesia berkualitas dengan penggarapan yang tidak main-main. Namun, sudut pandang saya yang terlanjur antipati terhadap film Indonesia ternyata tak semudah itu diubah.

Itu sebabnya saat saya melihat Suzuki san dan kecintaannya terhadap dunia film Indonesia, menjadi sungguh luar biasa. Tak hanya itu, ia juga berkeinginan ikut memajukan perfilman nasional, termasuk mendidik para aktor dan aktris Indonesia.

Untuk kepentingan menulis profil Suzuki san di media tempat saya bekerja, saya pun menonton filmografinya. Memang hanya beberapa yang saya tonton, hehe masa saya kerjanya nonton aja di kantor, bisa dijitak kanan kiri atuh :D

Daannn..saya mulai kembali memperoleh kepercayaan bahwa film Indonesia bisa sangat bagus, mulai dari konsep, naskah, sutradara, hingga pemain-pemain dan kru yan terlibat didalamnya. Ada idealisme dibalik sebuah pembuatan film, tidak semata-mata untuk mendulang rupiah.

Jika seseorang yang bukan berasal dari Indonesia saja, sudah memiliki perasaan seperti itu, rasanya malu jika saya masih memiliki pikiran negatif mengenai film nasional.

Satu lagi, Suzuki san merupakan salah seorang pribadi yang sangat supel. Saya yakin di lingkungan tempatnya tinggal di kawasan Bukit Duri, Jakarta Selatan, ia adalah salah seorang warga yang disukai di sekelilingnya.  

Untuk saya, Suzuki san menjadi sebuah contoh hidup dari pepatah petitih Minang, "Dimano bumi dipijak, disinan langik dijunjuang."

Arigatou gozaimashita Suzuki san ^_^

  

Monday 1 September 2014

Jangan (Terlalu) Bersedih Ketika Kehilangan Pekerjaan


Selamat sore! Semoga sore ini menyenangkan ya. Saya ingin berbagi cerita nih. Sekitar dua hari lalu, suami saya mendapat kabar tentang meninggalnya salah seorang staf yang pernah bekerja di divisi yang dipimpinnya karena sakit jantung.

Seorang perempuan sekaligus ibu muda yang baru memiliki seorang bayi. Innalillahi wa inna illaihi rojiun. Semoga diterima iman islamnya, diberikan tempat terbaik di sisi Allah SWT. Dan keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran dan keikhlasan.

Suami saya merasa sangat bersalah, loh kenapa? Ternyata almarhumah diberhentikan dari pekerjannya beberapa bulan yang lalu, kebetulan yang harus menyampaikan hal tersebut adalah suami saya. Bukan tak berusaha membantu, suami saya berusaha mengajukan almarhumah dengan beberapa rekannya ke divisi lain. Sayang, almarhumah tidak lolos. Setelah itu, suami saya tidak mendapat kabar lagi hingga kemarin.

Kami belum tahu lebih banyak karena baru akan melayat hari ini, dan saya juga tidak mau berusaha sok tahu.  Namun, saya hanya ingin berkisah mengenai pengalaman saya ketika secara tiba-tiba diberhentikan dari tempat saya bekerja.

Sedih, malu, sakit hati, merasa dibuang dll. Jujur saja, saya sempat merasa malu, bahkan tidak pernah ingin menulis hal ini, karena hal itu berarti saya akan banyak mengingat-ingat hal yang ingin saya lupakan itu. Hingga hari ini saya ingin berbagi kisah tersebut.

Jika teman-teman ada yang mengalami pemberhentian kerja, tentu bisa membayangkan hal ini. Kantor yang kita anggap sebagai rumah kedua, tiba-tiba tidak ada lagi. Terbayang rutinitas kerja yang biasa dilakukan, tidak lagi bisa dilakukan. Belum lagi, kehilangan rekan-rekan kerja, pendapatan hingga fasilitas lain yang biasa diperoleh.

Saat itu saya berusaha menguatkan diri. Tentu saja, saya sempat merasa gundah, kalut dan sebagainya. Syukurlah pendapatan suami masih bisa mencukupi kehidupan sehari-hari. Saya berusaha memangkas berbagai pengeluaran.

Dengan modal kenalan dan koneksi, saya berusaha melamar pekerjaan lain. Tapi, tentu saja tidak ada yang instan. Saya yang agak trauma dengan pekerjaan kantoran, akhirnya memutuskan untuk bekerja secara freelance. Sungguh, saya tak mengira luka yang disebabkan pemberhentian kerja, bisa sedemikian dalam. Saya bersedih hingga beberapa lama.

Butuh waktu tak sedikit untuk memulihkan kepercayaan diri dan keinginan untuk kembali bekerja. Pasalnya, pekerjaan freelance yang lebih banyak dilakukan di rumah, tak mendukung saya yang lebih suka bekerja di luar ruangan. Tentu saja, suami dan anak yang kerap kali jadi pelampiasan saya. Dari mulai ngambek, marah-marah dan sebagainya.

Hampir empat tahun, akhirnya saya kembali bekerja di kantor media. Aah jangan ditanya perasaan saya waktu baru memulainya. Campur aduk. Saya harus memberanikan diri bahwa saya masih memiliki kemampuan untuk itu. Alhamdulillah, saya mendapat seorang teman yang luar biasa dan berbagi dengannya, membuat kami saling menguatkan.

Untuk itu saya ingin berpesan, kehilangan pekerjaan bisa jadi kejadian pahit dan tidak menyenangkan bagi seseorang. It sucks, really! Tapi, jangan putus asa, jangan kehilangan harapan, dan jangan terlalu bersedih. Sebagaimana yang saya pernah baca, sekitar 80% penyakit itu berasal dari stress dan faktor kejiwaan yang lain.

Bersedih boleh, tapi berikan batas. Jangan sampai mengambil alih semua aspek kehidupan. Masih ada keluarga dan hal lain yang bisa dilakukan. Menangis jika perlu, tapi jangan berlarut-larut. Jika terasa sesak di dada, berbagilah. Saya sendiri sering bercerita dengan keluarga, teman dan orang-orang yang saya percaya.

Juga ingat, hidup itu bagaikan roda, kadang kita ada dibawah, tapi tunggu saja, akan ada waktunya kita kembali naik ke atas.  Jangan putus semangat!

Semoga tulisan saya ini bisa bermanfaat yaa.



Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...