Saya dan Suzuki Nobuyuki, aktor asal Jepang yang sukses berkarir di perfilman nasional (dok.pribadi) |
“Dima bumi dipijak, disinan langik dijunjuang.”
Salah satu pepatah petitih minang yang populer diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,
dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Peribahasa yang memiliki arti
dalam kehidupan sehari-hari kita harus menghormati atau mematuhi adat-istiadat
dimana tempat kita tinggal. Suku Minang memang sangat akrab dengan merantau dari tanah leluhur.
Sebagai seorang keturunan Minang,
saya sudah tak asing dengan pepatah tersebut. Meski tak menguasai banyak, namun
saya masih cukup mengerti jika ada yang bercakap-cakap dalam bahasa Minang.
Saya teringat kembali pepatah “Dima bumi dipijak, disinan langik dijunjuang” saat bertemu dengan salah seorang
narasumber dalam sebuah penugasan kemarin. Namanya Nobuyuki Suzuki, aktor asal
Tokyo, Jepang. Bagi penikmat film
Indonesia, saya yakin wajahnya sudah familiar. Belasan film nasional sudah
dibintanginya sejak tahun 2006.
Lalu apa pula yang membuat saya
teringat pepatah itu ketika bertemu Suzuki san alias bang Juki, panggilan yang
sering disematkan padanya?
Begini saat pertama bertemu,
tampangnya tak ada bedanya dengan orang Jepang pada umumnya. Dengan perawakan
sedang, kulit putih dan mata sedikit sipit. Hanya saja, senyumnya yang lebar
datang menyambut saya dan rekan, sedikit agak berbeda dengan orang Jepang yang saya pernah temui sebelumnya.
Suzuki san, demikian saya
menyapanya, tanpa disangka memiliki logat sunda saat berbicara bahasa
Indonesia. “Logat saya Sunda kan, karena dulu saya belajar bahasa Indonesia
pertama kali di Bandung,” ujarnya.
Suzuki san ternyata pernah menimba ilmu di sekolah seni di Bandung sekitar tahun 1996, sementara saya kuliah di Universitas Padjadjaran pada tahun 1997. "Waah berarti tahun segitu, kita pernah sama-sama di Bandung ya," kata pria yang hobi berenang itu.
Suzuki san ternyata pernah menimba ilmu di sekolah seni di Bandung sekitar tahun 1996, sementara saya kuliah di Universitas Padjadjaran pada tahun 1997. "Waah berarti tahun segitu, kita pernah sama-sama di Bandung ya," kata pria yang hobi berenang itu.
Obrolan kami kemudian diwarnai
dengan berbagai kata yang membuat saya nyengir ketika Suzuki san menyebutnya,
seperti gaul hingga nyokap. “Iya nih, nyokap diajak kesini, belum mau. Takut
kali,” keluhnya tanpa melepaskan wajah komediannya.
Film Nasional
Film Nasional
Siapa yang pernah merasa trauma dengan film Indonesia yang berada antara genre horor atau dewasa yang mengarah ke pornografi? *ngacung* Saaayyyaaa!!!
Saat saya tinggal di Bandung yang tersedia bioskop dengan film baru, justru saat itulah film-film dari dua jenis yang saya tidak sukai itu menjamur. Itu sebabnya saya agak-agak gimana gitu setiap saat diajak menonton film Indonesia.
Saat saya mulai bekerja, sempat saya menulis resensi film. Film horor ternyata masih booming. Capeee deh! -__-
Tapi, kan tidak semua film Indonesia jelek.
Bener banget! Itulah yang terjadi sekitar delapan tahun terakhir. Banyak film Indonesia berkualitas dengan penggarapan yang tidak main-main. Namun, sudut pandang saya yang terlanjur antipati terhadap film Indonesia ternyata tak semudah itu diubah.
Itu sebabnya saat saya melihat Suzuki san dan kecintaannya terhadap dunia film Indonesia, menjadi sungguh luar biasa. Tak hanya itu, ia juga berkeinginan ikut memajukan perfilman nasional, termasuk mendidik para aktor dan aktris Indonesia.
Untuk kepentingan menulis profil Suzuki san di media tempat saya bekerja, saya pun menonton filmografinya. Memang hanya beberapa yang saya tonton, hehe masa saya kerjanya nonton aja di kantor, bisa dijitak kanan kiri atuh :D
Daannn..saya mulai kembali memperoleh kepercayaan bahwa film Indonesia bisa sangat bagus, mulai dari konsep, naskah, sutradara, hingga pemain-pemain dan kru yan terlibat didalamnya. Ada idealisme dibalik sebuah pembuatan film, tidak semata-mata untuk mendulang rupiah.
Jika seseorang yang bukan berasal dari Indonesia saja, sudah memiliki perasaan seperti itu, rasanya malu jika saya masih memiliki pikiran negatif mengenai film nasional.
Saat saya tinggal di Bandung yang tersedia bioskop dengan film baru, justru saat itulah film-film dari dua jenis yang saya tidak sukai itu menjamur. Itu sebabnya saya agak-agak gimana gitu setiap saat diajak menonton film Indonesia.
Saat saya mulai bekerja, sempat saya menulis resensi film. Film horor ternyata masih booming. Capeee deh! -__-
Tapi, kan tidak semua film Indonesia jelek.
Bener banget! Itulah yang terjadi sekitar delapan tahun terakhir. Banyak film Indonesia berkualitas dengan penggarapan yang tidak main-main. Namun, sudut pandang saya yang terlanjur antipati terhadap film Indonesia ternyata tak semudah itu diubah.
Itu sebabnya saat saya melihat Suzuki san dan kecintaannya terhadap dunia film Indonesia, menjadi sungguh luar biasa. Tak hanya itu, ia juga berkeinginan ikut memajukan perfilman nasional, termasuk mendidik para aktor dan aktris Indonesia.
Untuk kepentingan menulis profil Suzuki san di media tempat saya bekerja, saya pun menonton filmografinya. Memang hanya beberapa yang saya tonton, hehe masa saya kerjanya nonton aja di kantor, bisa dijitak kanan kiri atuh :D
Daannn..saya mulai kembali memperoleh kepercayaan bahwa film Indonesia bisa sangat bagus, mulai dari konsep, naskah, sutradara, hingga pemain-pemain dan kru yan terlibat didalamnya. Ada idealisme dibalik sebuah pembuatan film, tidak semata-mata untuk mendulang rupiah.
Jika seseorang yang bukan berasal dari Indonesia saja, sudah memiliki perasaan seperti itu, rasanya malu jika saya masih memiliki pikiran negatif mengenai film nasional.
Satu lagi, Suzuki san merupakan
salah seorang pribadi yang sangat supel. Saya yakin di lingkungan tempatnya
tinggal di kawasan Bukit Duri, Jakarta Selatan, ia adalah salah seorang warga
yang disukai di sekelilingnya.
Arigatou gozaimashita Suzuki san ^_^
Nah, bener kan, saya kenal wajahnya. Suzuki san ini pernah ngisi acara pantomime di lembaga kebudayaan jepang bareng Septian DC, & kebetulan sy menontonnya.
ReplyDeleteBetul sekali Mak, begitu juga dg kita, dimanapun kita berada sopan santun, tata krama ketimuran kita jangan sampai hilang tergerus. :)
iya, bener mak. Komennya mak nyuusss :) Makasih udah mampir yaa
ReplyDeletecontoh yang baik ya, dari seorang WN Jepang
ReplyDeletedan luar biasa rendah hati :) Makasih udah baca ya mba :)
Deletesering maen pilem komedi juga kan beliau?
ReplyDeleteiya bener bangeet!!
ReplyDelete