Pages

Thursday, 4 September 2014

Sosok Nyata "Dima Bumi Dipijak, Disinan Langik Dijunjuang"


Saya dan Suzuki Nobuyuki, aktor asal Jepang yang sukses berkarir di perfilman nasional (dok.pribadi)

“Dima bumi dipijak, disinan langik dijunjuang.” Salah satu pepatah petitih minang yang populer diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Peribahasa yang memiliki arti dalam kehidupan sehari-hari kita harus menghormati atau mematuhi adat-istiadat dimana tempat kita tinggal. Suku Minang memang sangat akrab dengan merantau dari tanah leluhur. 

Sebagai seorang keturunan Minang, saya sudah tak asing dengan pepatah tersebut. Meski tak menguasai banyak, namun saya masih cukup mengerti jika ada yang bercakap-cakap dalam bahasa Minang. 

Saya teringat kembali pepatah “Dima bumi dipijak, disinan langik dijunjuang” saat bertemu dengan salah seorang narasumber dalam sebuah penugasan kemarin. Namanya Nobuyuki Suzuki, aktor asal Tokyo, Jepang.  Bagi penikmat film Indonesia, saya yakin wajahnya sudah familiar. Belasan film nasional sudah dibintanginya sejak tahun 2006.

Lalu apa pula yang membuat saya teringat pepatah itu ketika bertemu Suzuki san alias bang Juki, panggilan yang sering disematkan padanya?

Begini saat pertama bertemu, tampangnya tak ada bedanya dengan orang Jepang pada umumnya. Dengan perawakan sedang, kulit putih dan mata sedikit sipit. Hanya saja, senyumnya yang lebar datang menyambut saya dan rekan, sedikit agak berbeda dengan orang Jepang yang saya pernah temui sebelumnya.

Selanjutnya, tak ada kalimat yang keluar dari mulutnya yang tidak memancing tawa saya.

Suzuki san, demikian saya menyapanya, tanpa disangka memiliki logat sunda saat berbicara bahasa Indonesia. “Logat saya Sunda kan, karena dulu saya belajar bahasa Indonesia pertama kali di Bandung,” ujarnya.

Suzuki san ternyata pernah menimba ilmu di sekolah seni di Bandung sekitar tahun 1996, sementara saya kuliah di Universitas Padjadjaran pada tahun 1997. "Waah berarti tahun segitu, kita pernah sama-sama di Bandung ya," kata pria yang hobi berenang itu.

Obrolan kami kemudian diwarnai dengan berbagai kata yang membuat saya nyengir ketika Suzuki san menyebutnya, seperti gaul hingga nyokap. “Iya nih, nyokap diajak kesini, belum mau. Takut kali,” keluhnya tanpa melepaskan wajah komediannya.

Film Nasional

Siapa yang pernah merasa trauma dengan film Indonesia yang berada antara genre horor atau dewasa yang mengarah ke pornografi? *ngacung* Saaayyyaaa!!!

Saat saya tinggal di Bandung yang tersedia bioskop dengan film baru, justru saat itulah film-film dari dua jenis yang saya tidak sukai itu menjamur. Itu sebabnya saya agak-agak gimana gitu setiap saat diajak menonton film Indonesia.

Saat saya mulai bekerja, sempat saya menulis resensi film. Film horor ternyata masih booming. Capeee deh! -__-

Tapi, kan tidak semua film Indonesia jelek.

Bener banget! Itulah yang terjadi sekitar delapan tahun terakhir. Banyak film Indonesia berkualitas dengan penggarapan yang tidak main-main. Namun, sudut pandang saya yang terlanjur antipati terhadap film Indonesia ternyata tak semudah itu diubah.

Itu sebabnya saat saya melihat Suzuki san dan kecintaannya terhadap dunia film Indonesia, menjadi sungguh luar biasa. Tak hanya itu, ia juga berkeinginan ikut memajukan perfilman nasional, termasuk mendidik para aktor dan aktris Indonesia.

Untuk kepentingan menulis profil Suzuki san di media tempat saya bekerja, saya pun menonton filmografinya. Memang hanya beberapa yang saya tonton, hehe masa saya kerjanya nonton aja di kantor, bisa dijitak kanan kiri atuh :D

Daannn..saya mulai kembali memperoleh kepercayaan bahwa film Indonesia bisa sangat bagus, mulai dari konsep, naskah, sutradara, hingga pemain-pemain dan kru yan terlibat didalamnya. Ada idealisme dibalik sebuah pembuatan film, tidak semata-mata untuk mendulang rupiah.

Jika seseorang yang bukan berasal dari Indonesia saja, sudah memiliki perasaan seperti itu, rasanya malu jika saya masih memiliki pikiran negatif mengenai film nasional.

Satu lagi, Suzuki san merupakan salah seorang pribadi yang sangat supel. Saya yakin di lingkungan tempatnya tinggal di kawasan Bukit Duri, Jakarta Selatan, ia adalah salah seorang warga yang disukai di sekelilingnya.  

Untuk saya, Suzuki san menjadi sebuah contoh hidup dari pepatah petitih Minang, "Dimano bumi dipijak, disinan langik dijunjuang."

Arigatou gozaimashita Suzuki san ^_^

  

6 comments:

  1. Nah, bener kan, saya kenal wajahnya. Suzuki san ini pernah ngisi acara pantomime di lembaga kebudayaan jepang bareng Septian DC, & kebetulan sy menontonnya.
    Betul sekali Mak, begitu juga dg kita, dimanapun kita berada sopan santun, tata krama ketimuran kita jangan sampai hilang tergerus. :)

    ReplyDelete
  2. iya, bener mak. Komennya mak nyuusss :) Makasih udah mampir yaa

    ReplyDelete
  3. contoh yang baik ya, dari seorang WN Jepang

    ReplyDelete
    Replies
    1. dan luar biasa rendah hati :) Makasih udah baca ya mba :)

      Delete
  4. sering maen pilem komedi juga kan beliau?

    ReplyDelete

Terimakasih yaa ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...