Kakak Aylaa dan teman-teman seru-seruan di bis saat field trip (Foto: Hikmalia Prihatin) |
Demikianlah yang saya rasakan saat melihat sebuah sekolah di kawasan Kelapa Dua, Depok sekitar tahun 2005 silam. Saat itu saya bekerja di sebuah harian nasional, terutama di halaman keluarga yang salah satunya mengulas sekolah-sekolah.
Mulai dari ujung Jakarta barat hingga kawasan Jakarta Timur, Depok dan sekitarnya, saya jalani untuk mencari sekolah-sekolah yang saya rasa memiliki sistem pendidikan yang baik untuk anak-anak. Turun naik bis, kesulitan mendapatkan waktu wawancara hingga manajemen sekolah yang tertutup, semua saya alami saat itu. Namun, tak ada yang saya tak jalani, jika hati ini menjadi penuntunnya.
Salah satu misi saya saat itu adalah menimba ilmu sebanyak-banyaknya mengenai sistem pendidikan usia dini. Apalagi saat itu saya juga baru menikah dan berencana segera memiliki anak, sehingga bagi saya, manfaatnya juga untuk pribadi. Nyatanya memang ilmu saya soal parenting, masih benar-benar seujung kuku. Semakin saya menyelami, maka semakin sedikit rasanya yang saya sudah ketahui.
Para siswa yang super ceria (Foto: Azizah) |
Pencarian saya kemudian bertumpu pada sebuah sekolah yang dari depan tidak terlalu menyolok. Gerbangnya yang agak menjorok ke dalam, membuat sulit untuk melihat ke dalam sekolah lebih jauh. Dari nomor telepon yang tertera di depan sekolah, maka saya menghubungi dan membuat janji wawancara lebih lanjut.
Singkat cerita, saya berkesempatan dengan pendiri sekolah tersebut yaitu sepasang suami istri. Ternyata sekolah ini adalah sekolah yang mereka dirikan dengan idealisme yang agak berbeda dengan sekolah lain. Kebetulan, sang istri adalah seorang Psikolog sekaligus pengajar yang sangat mencintai anak-anak.
Sekolah inklusif. Kebalikan dari sekolah eksklusif hanya untuk kalangan tertentu. Sekolah ini menerima semua anak, kecuali kekurangan mereka tidak dapat diatasi pengajar.
Disini saya bertemu dengan anak-anak berkebutuhan khusus. Anak-anak yang sulit berkonsentrasi namun masih dibimbing dengan kasih sayang. Disini saya melihat ketulusan dan kesabaran para pengajar.
Begitu terkesannya saya dengan sekolah ini, hingga saya berniat untuk memasukkan anak saya ke sini nanti. Seingat saya, waktu itu saya tengah mengadung anak pertama saya.
Pengajar Berhati Mulia
Ketika anak saya, Aylaa, sudah sudah cukup umur untuk pendidikan usia dini, saya kembali teringat dengan sekolah yang pernah saya impikan mendidik anak saya kelak. Namun, karena satu dan lain hal, rupanya anak saya belum berjodoh sekolah disana. Jaraknya lumayan jauh, sulit untuk saya mengantarkan ke sana.
Ibu-ibu guru yang luar biasa (Foto: Azizah) |
Alhamdulillah, setelah beragam proses penerimaan, anak saya berhasil masuk sekolah tersebut. Sekolah dengan program pengajaran yang menomorsatukan kenyamanan anak, tidak mendorong anak secara akademik berlebihan dan terutama para pengajar yang penuh cinta.
Salah seorang siswa sedang diajarkan berwudhu (Foto: Azizah) |
Seorang siswa dengan kebutuhan khusus bercakap-cakap dengan guru pendampingnya (Foto: Azizah) |
Seorang guru pendamping mengajarkan wudhu anak kelas 1 (Foto: Azizah) |
Program dan sistem pendidikan memang sangat penting, tapi hubungan antarmanusia tidak kalah krusial. Apalagi guru adalah salah satu role model yang dilihat anak-anak setiap hari, bisa dibilang mereka adalah sosok "pengganti" orangtua saat di sekolah. Tentu saja, saya menginginkan guru-guru terbaik untuk anak saya.
Mendidik tak hanya mengajar pelajaran namun juga termasuk membesarkan hati (Foto: Azizah) |
Jika mereka butuh orang yang bisa menulis, maka saya ada. Saat mereka perlu narasumber yang bisa saya kontak, tentu saya bantu. Atau, saat butuh moderator dengan kemampuan pas-pasan, saya siap. Tapi, asal jangan butuh koki atau penjahit deh, pasti saya nggak bisa hehehehe :D
Trio keren ini bukan artis loh, tapi para bapak guru yang jempolan (Foto: Azizah) |
Saya bersama dengan ibu-ibu sesama orangtua siswa |
Oh ya, sekilas tentang misi mereka yang dicantumkan di website yaitu mengoptimalkan perkembangan anak melalui berbagai kegiatan dan sarana yang dibutuhkan dengan mengintegrasikan nilai – nilai Islam dalam setiap aktivitas.
Sekolah ini tidak melulu mengenai materi pelajaran, namun kegiatan ekstra kurikulernya yang beragam mulai dari tari tradisional, klub menulis, vokal, futsal dan lain-lain, juga berhasil mengambil hati saya.
Untuk saya, sekolah yang selama ini ada dalam impian saya sudah berhasil saya temukan. Seakan saya menemukan yang saya tidak peroleh saat saya bersekolah dulu.
Kakak Aylaa di depan sekolah (dok.pribadi) |
Selamat belajar dan menimba ilmu yang seluas-luasnya ya, kakak Aylaa :)
*Tulisan ini diikutsertakan dalam "Give Away Sekolah Impian"
wah sekolah yg bagus.. aku pernah lewatin sekolahnya aja :-(
ReplyDeleteKalo untuk saya, insya Allah yang terbaik untuk anak saya. Tapi, ya beda orang, bisa banget beda pemikiran :) Terimakasih udah mampir ya
DeleteHmmm... ternyata demikian ya perjuangan mencari sekolah.. InsyaAllah aku mengalaminya.. :) Trims sharingnya Mbak..:)
ReplyDeleteHehe perjuangan saya sebenarnya saat jadi reporter mbak, tapi ya sambil menyelam minur air. Sekalian buat bekalin diri dan lihat sekolah yang terbaik untuk anak. Makasih udah mampir ya :)
DeleteGuru2nya lebih "touch" ya, Mba. Kedekatan dg anak2 begitu terasa, Mba. . .
ReplyDeleteGuru-guru disana memang luar biasa mba. Sering terharu lihatnya :')
DeleteKalau semua sekolah --utamanya yang pendidikan dini--punya konsep secethar ini, insyaAllah bakal lahir generasi penerus bangsa yang KEREN dan membanggakan ya mak.
ReplyDeleteBtw, dulu reporter mana mak? Detik com kah? *kepo
Aamiin mak, saya juga mengharapkan begitu. Sebab, pendidikan itu intinya ada pada pengajar, gak sekedar kurikulum semata.
ReplyDeleteSaya dulu reporter di harian Seputar Indonesia, sebelumnya pernah di Investor Daily. Pernah juga di Republika Online. Hihihi berasa lapor CV nih mak :D :D
Keren sekolahnya ya. Berkearifan lokal tapi wawasannya global
ReplyDeleteiya mak, tapi yang penting untuk saya, anak gak terlalu ditekan dari segi akademik dan guru2nya yang super :)
Deletemak kl sekolah bagus spt itu gmn caranya ya bs 'ngejar' materi yg diajarkan? atau mereka pk kurikulum lain? sy sering bertanya2 lho, knapa sekolah lain tdk bisa sebagus itu.
ReplyDeleteUntuk anak2 berkebutuhan khusus memang kurikulumnya disesuaikan, mak. Tapi kalau anak2 reguler, ya mengikuti kurikulum yang ada. Yang berbeda menurut saya hanya cara penyampaian dan kreativitas guru. Mungkin kalau sekolah swasta, guru2 bisa lebih bebas berkreasi untuk mengajar karena jam kerja mereka juga panjang, bisa seperti orang kantor dari pagi hingga jam 5 sore. Jadi lebih banyak pemikiran untuk mengajar. Kalau ujian dsb, sekolah anak saya sama saja, karena sudah terakreditasi A.
Deletehmm...jd gitu ya mak. intinya pd jumlah jam sekolah ya. kl panjang mk bs dapat banyak, kl pendek bs jadi terburu2 shg spti kejar tayang.
ReplyDeleteJam sekolah memang salah satu hal, tapi tetep yang lebih penting adalah motivasi dan dukungan terhadap guru untuk mengajar maksimal. Itu murni pendapat saya pribadi loh ya :)
Deletesenang ya, jika anak2 sekolah dgn guru2 yg berhati mulia dan tak kenal pamrih
ReplyDeleteAlhamdulillah. Saya bersyukur banget bisa memasukkan anak saya kesini. Makasih udah mampir ya :)
DeleteSekolahnya asik banget mak :)
ReplyDeleteAlhamdulillah banget untuk saya, mak :)
Delete