Pages

Monday 11 March 2013

Menyiapkan Anak untuk Gagal?


Selamat malam semuaaa! apa kabar? semoga baik, sehat dan bahagia semuanya ya. Aamiin. Alhamdulillah saya juga demikian, kecuali sedikit sakit gigi lantaran tumbuh gigi bungsu (halaaah gak keren banget yak), yang memicu sakit kepala juga. Saya jadi makin ngerti kenapa anak2 rewel kalo tumbuh gigi, saya yang orang gede aja gitu kok *eh :D

Aniwei, apa hubungannya sih sama tuh judul mak? hehe gak ada sih, itu cuma pembuka sekaligus curcol sayah hehehe :) Markitmul, alias mari kita mulai...

Begini, saya kan ngedaftar tuh ke website pendidikan luar yang ngasih berbagai informasi tentang pendidikan, terutama kalo saya mati gaya untuk kelas menulis saya yaitu http://www.education.com/

Nah, saya juga nge-like dong page Facebooknya. Kemaren2 mereka tuh posting foto yang judulnya Famous Failures yang berisi foto2 orang-orang terkenal seperti Einstein, Michael Jordan, Oprah, Steve Jobs, Walt Disney dan The Beatles. Bingung dong, kok orang gagal sih, mereka kan justru sangat berhasil di bidangnya? Hayooo penasaran kan? Saya juga. Akhirnya saya buru2 buka FB di laptop, soalnya kalo di HP gak kebaca kata-katanya.

Kalimat pengantar dari foto tersebut adalah: "Have you encouraged your kid to try something new lately?" Dengan kata lain, kegagalan dikaitkan dengan keberanian untuk mencoba sesuatu yang baru. Apakah kita sebagai orangtua sudah melakukan itu? *ngaca rin ngaca hehe*

Sebenernya yang paling nendang untuk saya pribadi sih, bukan dari sisi mencoba sesuatu yang baru. Tapi, justru mempersiapkan anak mengalami kegagalan? Loh kok gitu? Sebab, hidup itu memang tidak selalu dihiasi dengan keberhasilan. Kegagalan itu antara lain sebagai tangga menuju keberhasilan. Tapi, apakah kita pernah mengajarkan anak kita untuk gagal? Atau bagaimana bersikap dan berhati besar saat mereka gagal?

Selama ini, yang saya tahu orangtua selalu "diajarkan" oleh lingkungan untuk memberikan pujian atau reward saat anak berhasil, tapi jarang yang memberikan hal tersebut saat anak gagal, bukan begitu?

Padahal, saat gagal justru waktu yang lebih penting bagi para anak-anak menerima motivasi dan semangat dari orangtua dibandingkan saat mereka berhasil, iya kan? Jangankan anak-anak, saya saja yang sudah dewasa merasa seperti itu.

Coba kita lihat para manusia "gagal" yang kemudian menjadi luar biasa hebat dalam foto-foto diatas. Manusia yang dijuluki sebagai salah satu manusia terpintar di dunia, Albert Einstein ternyata tidak bisa bicara hingga berusia empat tahun, dan gurunya berkata dia tidak akan dapat memiliki kapasitas yang besar atau lebih tepatnya kalimatnya "he would never amount to much". Bayangkan, seorang guru yang berkata seperti itu *geleng2 kepala*

Siapa yang tak kenal Michael Jordan sebagai salah satu legenda Basket? Jordan muda rupanya pernah dikeluarkan dari tim Basket di sekolahnya hingga ia masuk ke kamar dan menangis. Lalu ada Walt Disney, Steve Jobs, Oprah dan The Beatles yang juga mengalami kegagalan dan tentunya kekecewaan yang besar.

Apakah pengalaman ini seakan-akan mengingatkan pada diri Anda sendiri? Kalau saya iya. ada beberapa kali saya merasa gagal dan terpuruk, kecewa dan merasa jd orang paling malang di dunia. Saya rasa semua orang pernah merasa seperti itu, sesekali dalam hidup.

Lalu apa yang membedakan kita dengan orang-orang hebat tersebut diatas? Mereka tidak menyerah. Itu kuncinya, menurut saya. Apakah Einstein menyerah ketika gurunya mengejeknya sedemikian rupa? Tak akan ada lagu-lagu legendaris dari The Beatles jika mereka langsung merasa gagal dan terpuruk? Kita juga tidak akan pernah mengenal Micky Mouse dan Disneyland, jika Walt Disney terus menerus kecewa lantaran dianggap gagal setelah dipecat dari pekerjaannya di sebuah surat kabar karena "kurang imajinasi dan tidak memiliki ide original".

Jadi bagaimana kita seharusnya menyiapkan anak-anak kita untuk menghadapi kegagalan dan bangkit dari keterpurukan tersebut? Menurut saya pribadi, terutama dari sikap kita sebagai orangtua. Ayah dan Ibu adalah tokoh panutan terdekat bagi anak. Bagi mereka, tentunya sikap kita lah yang akan mereka lihat pertama kali, secara sadar ataupun dibawah sadar.

Saya sendiri bukan seorang berbasis pendidikan ataupu psikologi, satu-satunya cara yang saya tahu adalah berdasarkan pengalaman. Satu hal yang saya praktekkan baru-baru ini adalah ketika para siswa kelas menulis saya yang gagal meraih juara ketika mengikuti lomba menulis. Untuk saya pribadi, keberanian mereka untuk mengikut lomba saja sudah merupakan kemenangan. Meski mereka tidak juara, saya tetap memberikan apresiasi saya pada mereka, meskipun hadiahnya sederhana yaitu camilan setelah kelas menulis :) 

Sementara untuk anak saya sendiri, saya tetap menyemangatinya setelah ia tidak menang saat ikut lomba menghafal surat-surat Al-Quran waktu TK. Padahal waktu itu, hampir satu rumah yang mengantarnya saking semangat hehehe 

Saya akui kadang tak mudah berbagi cerita kegagalan dibandingkan keberhasilan, apalagi pada anak-anak, tapi kisah-kisah semacam itu saya yakini dapat menguatkan mereka dan pada akhirnya membuat mereka menganggap bahwa kegagalan bukan sesuatu yang harus ditakuti, namun harus dihadapi dan membuat mereka berusaha lebih keras lagi. Yang pasti, kegagalan apapun yang anak alami, penting untuk mereka mengetahui bahwa Ayah dan Ibu akan tetap mencintai mereka.

Selamat malam dan terima bingkisan :D hehehe met istirahat semuaaaaa....







Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...