Saya dengan patung siapa itu udah lupa di museum di Berlin ^_^ (dok.pribadi) |
Dulu sewaktu saya baru belajar menjadi reporter, menulis sebuah artikel yang berasal dari berbagai sumber termasuk wawancara, data, angka serta dokumentasi lain, terasa begitu membingungkan. Meski lama kelamaan, menjadi kebiasaan yang tidak lagi terlalu sulit.
Biasanya, saya akan melakukan transkrip dari wawancara. Menuliskan hasil rekaman berupa kalimat-kalimat yang dilontarkan narasumber serta pertanyaan saya atau rekan wartawan yang lain. Bisa dibilang ini merupakan salah satu bagian yang bisa sangat membosankan. Kalau hanya wawancara 10-15 menit sih tidak masalah, tapi lain halnya saat wawancara memakan waktu 1-2 jam. Sampai-sampai saya dulu membayangkan ada alat yang dapat langsung memindahkan hasil audio ke dalam tulisan. Eh udah ada belum sekarang ya?
Proses kedua, kemudian melihat kembali data-data yang sudah saya miliki. Menentukan data mana yang sekiranya menjadi sangat penting, penting dan kurang penting dalam tulisan saya nanti. Selanjutnya, mulai menulis deh, ngapain lagi hehehe :D
Sebagai seorang reporter, tentu saja tulisan saya serba formal, sedapat mungkin tidak memasukkan opini pribadi dan tidak mendukung pihak tertentu. Meski untuk beberapa jenis tulisan feature, tulisan lebih informal dan pengambilang angle atau sudut pandang bisa lebih pribadi.
Saat ini tulisan saya di blog ini bisa dibilang sekitar 97 persen, jauh dari kalimat-kalimat formal dan sebagaimana tatanan semasa saya di media. Mengapa? Mau tahu aja apa mau tahu banget...hahahaha *kayak ada yang mau tahu aja, rin* :D
Saya sendiri menyebut diri sebagai blogger jejadian lantaran saya juga belum lama belajar nulis di blog. Ikut komunitas juga belum kopi darat yang katanya membuat saya belum sah jadi blogger sejati hihihi.
Dari pengalaman menulis di blog kemudian, saya belajar justru kekuatan dari menulis sebagai blogger adalah opini dan pengalaman pribadi. Bahasa yang digunakan pun lebih enak jika dibaca sebagai bahasa sehari-hari, toh kalau mau baca bahasa berita, bisa mampir di portal berita ataupun koran. Tapi, beneran ya, ini pendapat pribadi saya. kenyataannya, masih banyak blogger dengan kemampuan menulis formal yang sangat baik yang sangat saya hormati.
Sebagai salah satu blogger yang rajin mengikuti lomba, saya selalu berusaha untuk memasukkan unsur pribadi. Kalau saya tidak memiliki pengalaman atau pemikiran pribadi berkaitan dengan lomba menulis tersebut, biasanya saya tidak ngotot. Bukannya saya tidak peduli juga dengan sebagian juri yang masih menyukai bahasa-bahasa formal dengan referensi-referensi yang bahasanya bikin pembacanya mikir lama, bolak balik baca masih nggak ngerti juga, sebelum akhirnya skip itu tulisan *eh itu sih saya aja kali ya hehehe :D*
Saya percaya semua orang punya ciri khas penulisan masing-masing, juga rejekinya masing-masing. Begitu juga setiap blog atau tulisan, memiliki pembacanya masing-masing.
Untuk saya yang terpenting dari menulis adalah proses menulisnya itu sendiri, serta kebahagiaan untuk terus bisa berbagi.
Hai mak, saam kenal dari Ika.
ReplyDeleteIka juga selama kuliah seringkali membuat artikel yang bahasanya formal banget, giliran nulis di blog jadi kebawa. Tapi lama kelamaan karena membiasakan nulis di blog, trus BW ke blogger lain jadi ngalir dengan sendirinya Mak.
Ada cerita lucu dan menggemaskan juga sih Mak, kemarin pas awal-awal nyusun proposal skripsi yang ada dosbing komentar, "Bahasa kamu terlalu santaaaiii...."
Hihihi, kebawa kalau nulis di blog :D
#curhat
hahaha memang kalau untuk urusan studi mah tulisan formal masih diutamakan, mak. Memang harus bisa menentukan media mana yang mau dituju. Kalo blog pribadi mah asik2 aja mau pake bahasa santai. Makasih udah mampir ya mak ^_^
Deletesaya klo nulis koq selalu ancur2annya ya mba Ririn, efek orangnya apa piye ya? hihihiiii
ReplyDeleteEalah sekelas mak Uniek kok ancur2an, gak banget deh. Kalo baca tulisan mak Uniek sih hasilnya nagih hihihi ^_^
DeleteHIhihi... iya kalau diperhatikan tipikal pemenang lomba itu mirip-mirip tapi emang rejeki mah ga kan ketuker. Kayak Tomo yg menang blogg Oppo itu lho, mak. gayanya lucu, jauh dari pakem formal. Jadi, kalau belum menang, saya pikir belum jodohnya aja ketemu juri yang seleranya pas hihihi... *ngibur sendiri* yang penting, jangan sampe semangat ngeblognya drop cuma karena ga menang. Keep on blogging, just the way i'am *selama ga ngajak orang lain ribut, ya* gitu prinsip saya.
ReplyDeletehehe bener mak, kalo dipikir emang pemenang itu tergantung kriteria dan selera juri. Jadi susah juga disamaratakan. Kalo saya sih yang penting saya udah nulis yg sesuai dengan diri saya. Makasih mampir disini ya mak ^_^
Deletesalam kenal mak..sya juga mantan wartawati...mmg sih kadang kita pengin gaya santai ya..tp kadang saat nulis blog dengan bahasa yg "gaol" gitu nanti org mikir ini wartawati gadungan kali dulu hihihi...masa nulisnya macam itu..tp apapun itu terserah orang ya mak..karena semua kan hrs sesuai tempatnya..nulis reportase bagaimana dan blog gimana....hehehe
ReplyDeleteSalam kenal juga mak. Wah senangnya ketemu disini. Hehehe sama kita mikirnya. Tapi memang semua kan disesuaikan dengan medianya. Kalo blog ini sih saya milih angle pribadi banget dengan gaya bahasa santai. Makasih udah mampir ya ^_^
DeleteLebih enak membaca tulisan yang sederhana kok :-)
ReplyDeleteasiik dapet dukungan *GR berat* :D
ReplyDeleteya elah mbak rin saya juga klo nulis gak jelas.. tapi saya bukan reporter maklum kali ya orang2 haha **salah fokus
ReplyDeletehehehe emak2 disini ngomongnya pada suka merendah, pdhl mah aslinya jago2. Hayooo ngaku mak Hana :D
DeleteSalam kenal, Mak Ririn.
ReplyDeleteYang sederhana itu biasanya ilmunya banyak. ^^
Salam kenal juga mak Novia. Hihihi masa sih? saya sih kayanya yg sederhana beneran deh :D
Delete