Pages

Tuesday, 26 November 2013

Masa Kecil Tak Akan Terulang, Jadikan Semua Patut Dikenang

Aylaa, Sandya dan saudara-saudara sepupunya dengan masing2 kepribadian yg unik (dok.pribadi)
Selamat jelang siang. Hari Selasa ini mendung sejak pagi. Meski mendung tak berarti hujan, seperti lagu lama itu, tapi kok ya mendung itu suka bikin hati sendu dan perut lapar hehehe ^_^

Oh ya, siapa yang suka nonton film detektif? Apalagi di televisi berlangganan sekarang, wuiiih film2 detektif keren2. Mulai dari CSI, Law and Order, Criminal Minds dan lain-lain.

Tapi, kenapa saya bahas film detektif ini, terkait dengan artikel yang saya baca pagi ini yang di-share temen saya di Facebook yaitu "Psikolog: Koruptor Biasanya Memiliki Masa Lalu yang Buruk" yang dimuat di Tribunnews.com

Trus, itu apa hubungannya juga film detektif sama koruptor riin? Hahaha tenang, sabar, kontrol emosi. Kalo baca tautan yang saya share tadi pasti ngerti deh. Ini nih saya kutip, beberapa alinea awal.

"Perilaku saat dewasa sangat dipengaruhi masa kecilnya. Pola asuh anak-anak di masa keemasannya sangat memengaruhi seperti apa kelak dia terbentuk.

Psikolog anak dan keluarga, Tika Bisono mengatakan, orangtua yang baik saat ini dulunya pasti  sukses masa lalunya baik. Sebaliknya, mereka yang terbiasa melakukan kejahatan seperti melakukan korupsi masa lalunya jelek.

"Biasanya koruptor memiliki  masa lalu kehidupan buruk.  Saat berusia  3-6 tahun, mereka  gagal dalam fisik psikososial."
 

Nah, udah agak jelas belom? Hehehe jadi berasa teka-teki. Gini loh maksudnya, saya sering banget kalo nonton film detektif, terutama Criminal Minds, yang suka agak2 nyeremin itu, menemukan bahwa pembunuh atau pemerkosa ataupun penjahat kelas kakap yang seakan-akan tak bermoral tanpa belas kasih itu berasal dari keluarga yang berantakan.

Jujur aja, saya itu sering ganti-ganti channel kalo nonton filmnya. Sebab, kadang gak tega, tapi kok ya penasaran. Yang paling saya inget adalah kisah mengenai seorang penjahat yang membunuh sepasang orangtua dan meninggalkan anak2nya hidup2. Beberapa puluh tahun kemudian, dia kembali meneror adik kakak tersebut dan berhasil membunuh sang kakak yang padahal sudah menjadi polisi. Penjahat itu lantas menculik adik perempuan dan anak dari sang kakak yang sudah dibunuh tadi. Akhirnya tim dari Criminal Minds bisa menyelamatkan mereka. Tamat.

Tapi, yang paling membuat saya mengingat film itu adalah sosok penjahatnya. Bisa dibilang ia adalah seorang penyendiri. Lahir dari seorang ibu yang suka mabuk-mabukan, berganti-ganti pasangan dan contoh buruk lainnya. Ia mencari makna hidup sendirian, belajar bertahan dengan keras. Hingga akhirnya ia menemukan keluarga bahagia yang diintainya berhari-hari dan seakan tak rela dengan kebahagiaan orang lain, kemudian merenggut nyawa kedua orangtua tersebut agar anak-anak itu merasakan penderitaannya. Syereem banget yak!

Saya sampai berdoa dalam hati bahwa tidak ada anak-anak yang mengalami pengalaman masa kecil sebagaimana sosok penjahat itu. Saya pribadi sebagaimana ibu-ibu di seluruh dunia lainnya, berusaha memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Tapi, apakah sudah cukup?

Alhamdulillah jika sebagian besar dari kita masih terhindar dari pengaruh minuman keras yang memabukkan, tapi bagaimana dengan candu kita terhadap hal lain seperti pekerjaan atau gadget? Sudahkah anak mendapatkan perhatian sebagaimana yang dibutuhkannya ataupun sekedar memiliki porsi waktu yang sama dengan pekerjaan yang selalu menyedot fokus kita ataupun gadget yang rela kita pelototi berjam2 lantaran tidak mau rugi karena sudah kita keluarkan uang besar untuk membelinya?

Sudahkah kita menjawab seluruh rasa penasarannya terhadap kehidupan dengan lemah lembut dan kasih sayang, ataukah kata-kata kasar seakan-akan anak mengganggu seluruh aktivitas kita dan menganggap sudah seharusnya dia tahu sendiri?

Saya pribadi menjadi semakin berkaca dengan pola asuh yang selama ini saya jalankan. Sudah cukupkah agar membentuk anak-anak saya menjadi pribadi utuh dengan segala kecakapan akademik, sosial dan emosional? Kelak, mampukah mereka membedakan mana yang benar dan yang salah? Memilih menolak harta yang diperoleh dengan mudah hasil korupsi dan mau bersusah payah mengumpulkan harta halal? Rasanya, masih banyak PR dan perbaikan yang perlu saya lakukan.

Saya juga merasa tak berkompeten memberikan kalimat-kalimat penuh nasihat dan kata-kata berbunga lain mengenai parenting atau pengasuhan, sebab saya juga masih sangat perlu belajar. Tak jarang saya, sebaimana orangtua lain, melakukan kesalahan. Sebab, tak ada buku panduan khusus yang diberikan ketika seorang anak lahir. Dan setiap anak membutuhkan perlakuan yang tidak sama, karena keunikan pribadi mereka masing-masing.

Semoga anak-anak kita kelak menjadi pribadi-pribadi terbaik yang tidak hanya beriman kepada Tuhan YME dan berbakti kepada orangtua dan menyanyangi keluarga, namun juga kelembutan hati dan kepekaan sosial terhadap orang-orang yang berada di sekitarnya. Aamiin.

Oh ya, satu lagi referensi bacaan yang sangat bagus dari Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Sarlito Wirawan Sarwono yang berjudul "Moral Manusia Indonesia" yang dimuat di Koran Sindo. Sangat bermanfaat dibaca, jika ada waktu luang.  Terimakasih sudah mampir disini ^_^

No comments:

Post a Comment

Terimakasih yaa ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...