Pages

Tuesday 24 September 2013

Pekerja Serba Bisa, Efisiensi atau Ilusi?

(Image by © Jon Feingersh/Blend Images/Corbis)

Selamat siang menjelang sore, semuanya! Itu yang ngantuk, coba bikin teh atau kopi gitu. Ssstt..kalo yang di kantor, jangan sampe ketahuan bos itu pas lagi merem hehehe ^_^

Sebuah tawaran pekerjaan yang saya lihat baru saja, mengingatkan saya terhadap fenomena yang sempat saya tangkap sudah agak lama. Sesuai dengan judul saya, pekerja serba bisa, apakah ini dilakukan demi efisiensi ataukah hanya berupa harapan yang tak nyata dari para pemberi kerja.

Bukannya saya sok tahu bahwa perusahaan itu butuh efisiensi atau menutup mata dari kenyataan bahwa ada pekerja yang dapat melakukan hampir semuanya, alias serba bisa. Tapi, saya sendiri percaya profesionalitas tidak diperoleh dalam satu malam. Sebagaimana artikel saya sebelumnya "Berapa Waktu yang Dibutuhkan untuk Jadi Ahli?" yang antara lain memaparkan bahwa dibutuhkan sekitar 10 ribu jam untuk seseorang dapat menguasai satu bidang tertentu. Untuk lebih jelasnya, mungkin bisa di klik judul artikelnya ya.

Nah, jadi saya sendiri agak kurang setuju ketika melihat sebuah tawaran kerja dari pemberi kerja yang seakan-akan menginginkan satu orang pekerjanya dapat mengerjakan segalanya.

Misalnya, saya membaca sebuah majalah baru yang membuka lowongan untuk posisi desain gambar, sekaligus membuat tulisan dari hasil wawancara, menyusun rubrik, sekaligus memahami marketing.

Maaf ya, bukan bermaksud menyinggung pihak tertentu dalam hal ini? But, are you serious? Get real, babe!

Minimal ada tiga jalur profesional disana yaitu desain, jurnalistik dan marketing. Bagaimana bisa mengharapkan satu orang memiliki tiga keahlian tersebut dalam arti profesional?

Maksud saya, bisa saja, seorang yang memiliki kemampuan jurnalistik memiliki kemampuan mendesain ataupun marketing? Tapi, kalau itu sebatas hobi ataupun sampingan, seberapa profesional ia bisa berlaku?

Sebagaimana salah satu media besar di Indonesia, mereka sangat menjaga agar para jurnalisnya bekerja dengan profesional, caranya dengan sebisa mungkin memisahkan antara jurnalis dan marketing. Namun, dalam prakteknya, masih ada media yang tidak terlalu saklek memisahkan ini. Taruhannya? Tentu saja profesionalitas dan netralitas dari sang jurnalis, yang kemudian berbuntut pada redaksional secara keseluruhan.

Yang saya lihat fenomena semacam ini semakin banyak terjadi. Tidak hanya dari profesi diatas yang saya ceritakan. Pekerja diharapkan bekerja sebanyak mungkin dalam berbagai bidang. Saya mungkin lebih setuju dengan proses rolling yaitu ketika seorang pekerja dipindahkan dari bidang yang biasa ia kerjakan, namun tetap dengan mempertimbangkan latar belakangnya.

Jika seorang karyawan di bidang Legal atau Hukum, kemudian dipindahkan ke bagian Sumber Daya Manusia (SDM), mungkin masih nyambung. Tapi, kalau kemudian ia dipindahkan ke bagian keuangan, hehehe saya ragu pekerja tersebut bisa langsung berfungsi secara profesional.

Memang melakukan efisiensi di kantor bukan sesuatu yang tabu, namun sebaiknya tetaplah berpijak pada kenyataan bahwa rangkap kerja itu tidak selamanya baik. Jika memang perusahaan beruntung menemukan pekerja ideal tersebut, janganlah disia-siakan dan ada baiknya jika kemudian membantunya menemukan jalur profesional sejatinya, yang pada akhirnya keuntungan akan kembali ke perusahaan tempatnya bekerja.


2 comments:

  1. heheee iya mak bener juga.minimal dalam bidang yang sejalur. bisa jadi itu perush baru makanya musti butuh pegawai yg multitalenta. efisiensi bugdet biasanya.hihihii.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe biasanya emang alasannya efisiensi, tp gak kira2. Itu sih nyari superman atau superwoman kali ya mak. Makasih udah mampir ^_^

      Delete

Terimakasih yaa ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...