Pages

Tuesday, 24 June 2014

Cita-cita, Milik Orangtua atau Anak?

Screenshot facebook page komunitas ayah edy
Pada suatu hari saya melihat postingan dari Komunitas Ayah Edy di Facebooknya, dengan foto-foto dari beberapa orang terkenal dengan berbagai keahlian seperti Presiden Obama, Tiger Woods hingga Bob Sadino dan Rudi Chairudin dll.  

Isi postingannya sebagai berikut:


MEREKA SEMUA SUDAH JELAS MAU JADI APA ?

Sudahkah anak-anak kita jelas mau jadi apa ? 
Jangan hanya sekedar sekolah
Jangan hanya sekedar lulus
Jangan hanya sekedar ikut tes agar di terima di perti
Jangan hanya sekedar ikut-ikutan teman pilih jurusan di perti

TAPI HARUS JELAS DULU MAU JADI APA
baru cari jenis pendidikan yang mendukungnya secara penuh


Sebagian besar postingan dari Komunitas Ayah Edy tersebut biasanya sangat saya sukai, bahkan seringkali saya share, tapi untuk kali ini, saya sempat mengernyitkan dahi.

Jika demikian yang dilakukan orangtua, bisa-bisa orangtua yang terlalu banyak berperan dalam menentukan cita-cita anak untuk masa depan. Mengapa demikian, dan dimana salahnya? Bukankah Orangtua paling tahu yang terbaik untuk anak-anaknya?

Berkaca pada pengalaman saya, yang "diminta" oleh Papa saya untuk kuliah di Fakultas Hukum karena menurut beliau adalah pilihan terbaik, sementara minat saya sebenarnya adalah Fakultas Komunikasi. Hasilnya, saya berhasil menyelesaikan pendidikan itu, tapi apakah saya kemudian dengan senang hati berkecimpung didalamnya, itu lain cerita.

Hehe kalau teman-teman saya pastinya tahu, selama berkarir sejak akhir tahun 2002, tak pernah sekali pun saya menyentuh ranah hukum sebagai pekerjaan. Meski saya lulusan hukum, ternyata hati saya tak bisa dibohongi, untuk berkarir di bidang komunikasi, sehingga kemudian saya diterima sebagai reporter di sebuah harian ekonomi. Meski orangtua saya sempat keberatan dengan keputusan saya tersebut, tapi tak ada yang dapat menghalangi saya.

Pengalaman itu yang kemudian membuat saya berpikir lebih jauh mengenai postingan diatas. Mungkin, zaman sudah berubah dan anak-anak mampu memutuskan lebih cepat dibandingkan saya dulu? Tapi, saya kira, perkembangan anak sejak dulu hingga sekarang tak banyak berubah. Anak baru belajar berguling sekitar 3 bulan, merangkak beberapa bulan kemudian, lalu belajar berjalan sekitar usia 1 tahun,

Saya pribadi sangat khawatir orangtua terjebak dengan ambisi pribadi yang diturunkan kepada anak-anaknya.

Kekhawatiran saya juga kepada orangtua yang seakan-akan berlomba mencari sekolah-sekolah yang dianggap prestisius yang dapat memberikan pendidikan terbaik dari sisi akademik. Bukankah diatas langit ada langit? Jika satu sekolah dirasa tidak cocok oleh orangtua, kemudian anak diminta pindah, maka kepentingan siapa yang sebenarnya dibela? Cocokkah keputusan itu ditangan orangtua sepenuhnya?

Demikian pula ketika saya pening mendengar ada orangtua yang resah karena anaknya tidak bisa masuk jurusan IPA yang dianggap lebih prestisius dibanding IPS dengan alasan-alasan stereotipe yang belum tentu kebenarannya. Kalau ditanyakan pada para pekerja, saya yakin yang benar-benar bisa dimanfaatkan dari bangku sekolah hingga kuliah dalam dunia kerja itu sangatlah sedikit.

Saya pribadi memang memiliki harapan tertentu pada anak-anak saya, layaknya orangtua lain. Tapi, tak ada niat saya untuk benar-benar memutuskan kelak mereka akan bekerja menjadi apa. Saya tahu, kelebihan kakak Aylaa adalah bahasa.

Apakah lantas saya tak bangga karena ia tak jago matematika? Sama sekali tidak. Sebaliknya, saya justru sangat merasa bangga. Saya punya rencana untuk memasukkannya ke les bahasa asing yang dia sukai, yaitu bahasa Jepang selain bahasa Inggris. Tapi, dengan catatan, semua harus disetujui secara pribadi olehnya.

Yang saya pikir adalah saya membekalinya sebanyak dan semampu saya dan suami sebagai orangtua. Mengenai profesi yang kelak akan dipilihnya, saya tak akan banyak ikut campur, selama pekerjaan itu halal dan tidak bertentangan dengan agama dan keyakinan.

Hmmm..mungkin ada yang punya pendapat lain? Saya tunggu komentarnya yaa ^_^











8 comments:

  1. Toossss dulu ama mak Ririn. Iya banget mak, anak sekarang mah pilihannya jauuuuh lebih banyak. Jadi kita sama sekali enggak bisa dan enggak boleh "otoriter" dlm menentukan profesi/cita-cita mereka kelak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. *tossss* iya nih saya bingung bacanya, laah profesi kan terus berkembang, bgm ortu seharusnya tahu anak mau jadi apa. Misalnya, dulu mana ada profesi Social media specialist, atau web design. Nah, gimana tuh ortu bisa bantu anak menentukan kalo begitu

      Delete
  2. Saya setuju mak..saya ga akan maksa anak mau milih apa. InsyaAllah . Hanya mengarahkan.walau

    ReplyDelete
    Replies
    1. walau apa mak? hihihi kebuku kepencet enter ya. Pokoknya kita tos-tosan lah yah :D

      Delete
    2. Yg jelas ortu jangan suka memaksakan kehendaknya sendiri pada anak2nya, krn dampaknya anak bisa gak percaya diri, seolah tak menghargai pendpatnya sendiri dan lbh percaya pd pendapat org lain.

      Delete
    3. setuju banget, memaksakan kehendak sebagai ortu hanya dapat mengecilkan hati anak. Terimakasih sudah mampir ^^

      Delete
  3. Pengalaman saya sebagai pengajar sih mbak, suka kasihan lihat anak2 yg terjebak di pendidikan yg sama sekali gak diminati, Apalagi kalo berimbas ke nilai yg rendah sehingga luluspun jatuh bangun. Walaupun mungkin jauh dari mudah, saya pikir baik kalo orang tua bisa melihat minat bakat anak, dan memberi masukan yg masuk akal. Diajak diskusi spy milihnya juga gak sesat. Ponakan saya yg smp memutuskan gak pengen sma, pengennya ke sekolah olahraga karena ingin jd atlit. Alih2 langsung dilarang, kami mengajaknya diskusi dan memperlihatkan beberapa alternatif sekolah, termasuk mengajaknya untuk berpikir dan melihat kenapa sekolah itu penting utk masa depannya, meskipun kelak dia jadi atlit. Sptnya lbh efektif drpd dipaksa, walaupun rasanya susaaaaaaahhh buat org tuanya utk sabar. hahahaha.. Maaf panjang yaaak..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pendapat dan pengalamannya oke punya mba Maria. Kadang kita memang terjebak dengan sistem pendidikan. Anak-anak sekarang memang jauh lebih kritis dibanding kita dulu, dan itu juga artinya kesabaran ortunya harus lebih banyaaaakkk...hehehehe :D

      Delete

Terimakasih yaa ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...