Pages

Wednesday 11 December 2013

Belajar Kepedulian dari Sosok Pendiri Rumah Vaksinasi


Jadwal Imunisasi anak rekomendasi IDAI (sumber: twitter/rumahvaksinasi)
Beberapa waktu lalu masyarakat Indonesia dikejutkan oleh aksi mogok oleh para dokter. Mereeka tidak menjalankan tugas seperti biasa dan memilih turun ke jalan sebagai bentuk dukungan terhadap rekan mereka yaitu dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani SpOG dan dr. Hendry Simanjuntak SpOG yang dijebloskan ke penjara karena pasiennya yang meninggal dunia.

Pro dan kontra yang kemudian mengiringi tak hanya datang dari kalangan masyarakat, namun juga dari kalangan medis sendiri. Media tak kalah ramai menyoroti aksi tersebut. Mulai dari memunculkan sosok-sosok dokter yang seakan tak memedulikan aksi mogok dan terus melayani pasien, dokter yang mengeluarkan pernyataan kontroversial hingga berita soal "korban" aksi mogok dokter, seperti wanita yang melahirkan di kamar mandi Puskesmas, lantaran tak ada dokter yang praktek.

Memang pekerjaan sebagai seorang dokter seakan-akan menjadi sebuah pekerjaan yang tak boleh memiliki "cela". Dalam artian, dokter dipandang sebagai salah satu pekerjaan strata tertinggi dimana pekerjanya sudah seharusnya berkecukupan dan harus senantiasa siap siaga. Padahal, dokter tetaplah manusia dengan rasa ketidakpuasan ataupun kecewa. Mungkin ada beberapa oknum yang memanfaatkan pekerjaannya untuk mengeruk materi, namun tak sedikit juga yang menganggap pekerjaannya sebagai jalan untuk melayani dan beribadah.

Saya pernah meliput bidang kesehatan saat menjadi reporter, yang mengharuskan saya bergaul dengan para dokter. Sebagaimana pekerja pada umumnya, dokterpun ada yang komunikatif ataupun sebaliknya. Ada yang senang hati melayani pertanyaan dari para wartawan, ada yang mau wawancara lanjutan dengan perjanjian ataupun ada yang pergi begitu saja meninggalkan lokasi.

Saya pribadi memilih berusaha memahami sikap dari tiap dokter tersebut, tak ubahnya sebagai para pribadi yang berbeda. Kalau ada satu dokter yang pelit jawaban, bisa jadi dia sedang tidak siap ataupun lelah karena baru saja menghadapi pasien yang antriannya mengular. Atau, ketika seorang dokter tidak mau berbagi nomor kontak, mungkin dia tidak ingin terganggu waktu pribadinya. Hampir sama dengan pekerja dari bidang-bidang lain bukan?

Hingga kemudian saya tak lagi bertugas meliput bidang kesehatan dan tak banyak bergaul dengan para dokter. Hanya beberapa yang masih terjalin hubungan baik, antara lain di jejaring sosial seperti Facebook. Yang pasti juga dokter-dokter langganan keluarga.

Ketika anak kedua saya lahir dan memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, kami berhadapan dengan seorang dokter laki-laki yang bertubuh tinggi besar. Kalimat-kalimatnya santun, namun lugas. Tak terlalu banyak basa-basi. Waktu itu, anak kami memerlukan rujukan ke rumah sakit yang lebih lengkap fasilitasnya, beliau pun memberi surat rekomendasi, lengkap dengan kartu nama dan nomor kontaknya.

"Kalau ada apa-apa, silakan hubungi saya," ujarnya mantap. Saat itu saya sebagai pasien merasa diperlakukan sebagai pasien yang sesungguhnya. Tak sekedar alat untuk mencari nafkah ataupun sekedar nomor antrian belaka. Saya dan suami merasa bahwa dokter ini mau menolong bahkan di luar jam kerja. Meski pada kenyataannya, saya belum tentu menghubunginya lebih lanjut, namun rasa kepedulian tersebut, sayangnya memang sudah jarang saya rasakan saat mengunjungi dokter.

dr Piprim B. Yanuarso Sp.A (K)

Nama dokter tersebut adalah Piprim B. Yanuarso, dr, Sp.A(K) dari RS Cipto Mangunkusumo. Tak banyak kontak yang kemudian saya dan suami lakukan, karena memang kami lebih banyak berhubungan dengan dokter spesialis yang merupakan rekomendasi dari beliau. Hingga kemudian saya menemukan akun beliau di Twitter yaitu @dr_piprim. Saya pun menyempatkan menyapa dan mengabari kondisi anak saya. Yang kemudian dibalas dengan cepat. Memang dokter yang merupakan Ayah dari lima putra putri ini rajin membalas tweet yang masuk dan menjawabnya.

Dari Twitter pula kemudian saya mengetahui bahwa beliau menjadi salah satu pendiri Rumah Vaksinasi dengan akun Twitter @rumakvaksinasi. Apakah itu? Sebagaimana namanya, Rumah Vaksinasi adalah salah satu tempat untuk melakukan vaksinasi. Mungkin akan ada komentar, untuk apa, kan vaksinasi sebagian sudah disubsidi pemerintah sehingga harganya murah, bahkan ada yang gratis? Ingat bahwa masih ada beberapa vaksinasi yang belum diwajibkan alias masih non-subsidi pemerintah namun sangat penting.

Apa keunggulan dari Rumah Vaksinasi yang digagas dr Piprim? Disini harga vaksin terbilang lebih murah. Untuk vaksinasi yang biasa harganya Rp 1,2 juta di rumah sakit, maka disana hanya Rp 750 ribu saja. Hal ini tentu saja, tak lain dan tak bukan lantaran upaya Dr Piprim untuk tidak mengambil untung dan menjual vaksinasi itu sesuai dengan harga dari distributor, yang kemudiah hanya ditambah pajak dan jasa dokter. Diskon yang biasa diberikan untuk dokter juga dimanfaatkan dr Piprim agar harga di Rumah Vaksinasi semakin terjangkau.

Prinsip-prinsip pelayanan Rumah Vaksinasi (sumber: inforumahvaksinasi.blogspot.com)

Saya pribadi sering mengikuti kultwit alias penjabaran dr Piprim mengenai pentingnya vaksinasi. Tak jarang, dia harus beradu argumen dengan kalangan yang menolak penggunaan vaksinasi. Saya sendiri salut dengan kepedulian beliau terhadap vaksinasi, terutama untuk anak-anak sebagai generasi mendatang di tanah air ini.

Syukurlah kini Rumah Vaksinasi sudah memiliki beberapa cabang selain Rumah Vaksinasi Pusat yang berada di kawasan Kramat Jati, Jl Inpres no 81 Kel Tengah, Kramat Jati, Jakarta Timur. Kini Rumah Vaksinasi juga sudah terdapat di beberapa  kota di sekitar Jakarta, yaitu Bekasi Timur, Bekasi Barat, Bogor, serta beberapa kota lain seperti Surabaya, Bandung, Lampung. 

Layanan dari Rumah Vaksinasi juga tidak hanya untuk vaksinasi bayi dan balita, ataupun anak usia sekolah namun juga termasuk vaksinasi Pra Nikah, untuk perusahaan, Lansia, Petugas Kebun Binatang dan vaksinasi Boarding School. Juga ada layanan lain seperti Program CSR·perusahaan, vaksinasi Tenaga Kesehatan dan Seminar Edukasi Seputar Imunisasi.

Tak lantas berpuas diri, dr Piprim baru-baru ini meluncurkan Rumah Echo dengan akun twitter @rumahecho yang melayani pemeriksaan echocardiografi (USG jantung) dengan harga yang terjangkau. Bukan, saya yakin pembukaan Rumah Echo jauh dari niat komersial, namun tak lain adalah keinginan beliau untuk melayani sebanyak mungkin pasien dengan gangguan jantung, berkaca dari praktiknya sebagai Konsultan jantung anak. Semakin murah, tentu diharapkan akan semakin banyak yang dapat menjangkau.

Rumah Echo untuk layanan Echocardography yang terjangaku (gambar: akun twitter @rumahecho)

Tentunya, hampir semua orang sudah mengetahui bahwa saat organ jantung bermasalah, maka tak hanya risiko tinggi kesehatan yang dihadapi, namun juga biaya yang tak kalah tinggi. Sayangnya, problem penyakit jantung tak pandang bulu, mulai dari golongan bawah, menengah, atas dengan usia dari yang sudah tergolong tua, paruh baya, usia produktif hingga anak-anak dan bayi yang mengalami penyakit jantung bawaan. Jangankan pengobatan, untuk memeriksa saja, biasanya bisa ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Sementara di Rumah Echo, skrinning dikenakan biaya Rp 250 ribu, dengan beberapa program diskon.

Meskipun saya hanya dua kali saja bertemu muka dengan dr Piprim, namun saya sudah bisa menangkap aura kepedulian beliau yang tinggi terhadap pasien dan masyarakat sekitarnya. Kiprahnya di dunia medis, terutama dengan langkah beliau mendirikan Rumah Vaksinasi dan Rumah Echo seakan menguatkan opini saya dulu. Saya yakin langkah itu tak hanya terhenti sampai disini. Selama kepedulian itu masih tertanam dalam hati, pasti langkah-langkah selanjutnya akan ditapaki. 

Harapan saya, semoga dunia kedokteran semakin banyak dipenuhi dengan jiwa-jiwa mulia yang benar-benar memiliki kepedulian terhadap pasien dan masyarakat, tak hanya melayani demi rupiah atau bonus materi. Mungkin ini bukan sekedar harapan saya, namun juga seluruh rakyat Indonesia yang menginginkan layanan kesehatan terbaik untuk seluruh kalangan masyarakat. Semoga itu semua dapat terwujud. Amin ya rabbal alamin

*Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog Forum Peduli Kesehatan Rakyat

6 comments:

  1. semoga sukses dgn lombanya ya mba :)

    ReplyDelete
  2. aku juga salah satu fans beliau, mbak .. menyenangkan sekali melihat seseorang yang masih muda tapi sudah bermanfaat banyak bagi sekitarnya. semoga kita bisa mengikuti jejaknya...

    blognya bagus, salam kenal ya mbak ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. aamiin. semoga semakin banyak dokter2 dan pribadi yg peduli dgn sekitar. Makasih udah dikunjungin ya mbak ^_^

      Delete
  3. Sy senang bs kenal beliau, meski tdk kenal dekat, feeling sy sptnya tdk salah. Beliau memang mempunyai kepedulian yg tggi. salam sehat..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam sehat juga. Iya, saya jg tidak terlalu banyak interaksi, selain awal kelahiran anak saya, tp beliau benar-benar memberikan saran yang terbaik waktu itu. Terimakasih sudah mampir :)

      Delete

Terimakasih yaa ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...