Pages

Friday, 30 August 2013

Perkembangan Telekomunikasi Seluler Pesat, Industri kreatif Digital Melesat

Ilustrasi seorang pria memegang ponsel (© Blue Jean Images/Corbis)

"Duuh..ketinggalan handphone nih, bagaimana donk? Mending ketinggalan dompet deh, daripada ketinggalan handphone. Kalau duit sih kan bisa pinjem temen".

Demikian kira-kira keluhan orang-orang zaman sekarang yang saya sering dengan. Sedemikian penting handphone alias telepon seluler (ponsel) membuat orang lebih merasa bingung ketinggalan ponsel dibandingkan dompet. Betapa tidak, ketinggalan ponsel bisa berarti ketinggalan berbagai kabar, berita dan segala sesuatu yang terjadi di sekitar bahkan di belahan dunia lain.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan perkembangan telekomunikasi seluler yang cukup pesat. Menilik dari sejarahnya yang dikutip dari Wikipedia, kemunculan teknologi  pertama kali diperkenalkan pada tahun 1984. Perkembangan tahun berikutnya 1985 hingga tahun 1992, yaitu diperkenalkannya penggunaan teknologi seluler berbasis analog Generasi 1 (1G).

Saya masih ingat salah seorang saudara saya yang membawa telepon seluler jenis itu ketika saya masih duduk dibangku sekolah dasar (SD). Telepon seluler itu bisa dibilang sangat langka dengan harga yang fantastis saat itu, kalau tidak salah sekitar Rp 10 juta per unit.

Namun, jangan kira dengan harga sedemikian tinggi, Anda dapat memperoleh kenyamanan berkomunikasi dengan telepon seluler (ponsel). Mengapa demikian? Sebab ukurannya besar dan beratnya hampir 0,5 kilogram. Bayangkan, Anda menginginkan kepraktisan berkomunikasi namun harus membawa alat yang kurang lebih besar dan beratnya hampir sama dengan batu bata di samping rumah Anda. Tak terlalu nyaman bukan?


Jika  teknologi telekomunikasi seluler sebelumnya masih berbasis analog, pada tahun berikutnya yaitu tahun 1993, dimulai pengembangan teknologi generasi kedua yaitu 2G atau lebih dikenal dengan Global System for Mobile communications (GSM). Kemudian tahun 1994, muncul operator GSM pertama dengan cakupan terbatas yaitu Jakarta dan sekitarnya.


 
Siemens C-25 sebagai ponsel pertama saya sekitar tahun 1997 (extragsm.com)

Teknologi komunikasi seluler GSM menjadi sangat diminati, antara lain karena penggunaan kartu SIM (Subscriber Identity Module) yang memungkinan pengguna untuk mengganti ponsel tanpa mengubah nomor. Tren peningkatan penggunaan juga terjadi karena semakin meningkatnya teknologi ponsel yang dapat memperkecil ukuran, memperbaiki tampilan serta fungsi ponsel.

Tahun 1996, menjadi tonggak bersejarah bagi PT Excelcomindo Pratama (Exelcom, saat ini XL Axiata) yang berbasis GSM muncul sebagai operator seluler nasional ketiga. Ketika krisis moneter turut berimbas pada perekonomian di Indonesia, para operator telekomunikas seluler berlomba-lomba putar otak untuk tetap memberikan pelayanan terbaik dengan harga terjangkau. Excelcom meluncurkan Pro-XL sebagai jawaban atas tantangan dari para kompetitornya yang terlebih dahulu memperkenalkan produk prabayar.

Krisis Moneter    

Beruntung saat terjadinya krisis moneter tahun 1997, minat masyarakat terhadap telekomunikasi seluler tidak surut semakin meningkat. Padahal harga yang diberikan oleh para operator cukup lumayan. Saya masih ingat, pada tahun 1997, saya harus mengeluarkan uang hampir mencapai Rp 300 ribu untuk pembelian nomor perdana GSM ditambah dengan ponsel yang standar sekitar Rp 1,2 juta. Pengisian ulang pulsa pun sekitar Rp 100 ribu. Tak heran, ponsel kala itu masih menjadi barang eksklusif. Bahkan saya masih ingat rasa bangga saya ketika menggunakannya di kawasan kampus waktu itu.


Tahun 2005 kemudian bisa disebut sebagai awal dari era reformasi pertelekomunikasian Indonesia dengan uji coba jaringan 3G di Jakarta.  Kemudian, pada tahun 2006, PT Excelcomindo Pratama berhasil menjadi salah satu dari tiga operator seluler yang ditetapkan sebagai pemenang untuk memperoleh lisensi layanan 3G bersama dua operator seluler lain setelah melalui proses tender.  Excelcomindo kemudian meluncurkan layanan 3G secara komersial pada akhir tahun tersebut.

Diperkirakan jumlah pengguna seluler di Indonesia hingga bulan Juni 2010, mencapai 180 juta pelanggan. Angka itu hampir mencapai sekitar 80 persen populasi penduduk. Bayangkan perkembangannya yang luar biasa dengan waktu yang cukup singkat, bahkan tak sampai mencapai dua dasawarsa.

Saya jadi berandai-andai, bagaimana jika seseorang tertidur yang kemudian "terselip" dalam ruang waktu, sebelum tahun 1985 dan terbangun pada tahun 2013, apa yang akan ada di pikirannya? Pada tahun 1985, belum dikenal teknologi seluler, komunikasi hanya dapat dilakukan melalui melalui fixed line telephone, tapi kemudian ketika terbangun tahun 2013, hampir semua orang telah  berkomunikasi dengan ponsel. Apalagi di Indonesia, hampir seluruh kalangan dapat mengakses teknologi seluler dengan mudah.

Kemudian, apakah yang dapat kita kaitkan antara perkembangan teknologi seluler dengan industri kreatif? Sebelumnya, apakah yang dimaksud dengan industri kreatif?

Kelahiran Industri Kreatif

Masih menurut Wikipedia, Industri Kreatif dapat diartikan sebagai kumpulan aktivitas ekonomi yang terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi. Industri ini juga dikenal dengan nama yang berbeda, misalnya Industri Budaya di Eropa atau Ekonomi Kreatif.

Kementerian Perdagangan Indonesia menyatakan bahwa yang termasuk dalam Industri kreatif adalah industri berasal pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu guna menciptakan kesejahteraan, sekaligus lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.

Namun, jenis industri kreatif apa yang paling banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi seluler? Dari beberapa jenis industri kreatif, ada satu bidang yang perkembangannya sangat pesat, tentu karena didukung dengan perkembangan teknologi seluler yang tak kalah cepat.

Tak lain tak bukan adalah industri kreatif berbasis Teknologi Informasi (TI) alias industri digital.  Nilai dari industri kreatif berbasis TI dan piranti lunak berdasarkan estimasi data tahun 2011-2012, mencapai Rp 3,9 triliun! Hal itu diungkapMenteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,  Mari Elka Pangestu pada bulan Juni 2013 lalu, Angka ini mengalami peningkatan sekitar 9% dari tahun sebelumnya, dan diperkirakan akan naik lebih dari 10% atau double digit pada tahun berikutnya.

Namun, sebenarnya dari mana asal angka perkembangan yang fantastis tersebut? Dengan semakin luas dan tak terbatasnya informasi didukung dengan layanan perkembangan telekomunikasi, maka industri kreatif berbasis teknologi informasi bisa disebut sebagai pihak yang paling diuntungkan.

Saya ingin mengajak untuk melihat salah satu contoh yang paling menarik di Indonesia. Siapa yang tak kenal Kaskus? Sebagai salah satu situs web forum terbesar di Indonesia yang digawangi oleh tiga mahasiswa Indonesia,  Andrew Darwis, Ronald Stephanus, dan Budi Dharmawan yang tengah meneruskan studi di Amerika Serikat. Awalnya, Kaskus yang didirikan tanggal 6 November 1999 dibuat untuk memenuhi tugas kuliah dan bertujuan untuk mengobati kerinduan mahasiswa Indonesia di luar negeri. Saat itu Kaskus memuat berita-berita Indonesia yang diterjemahkan. 


Screenshot Kaskus.co.id

Pada tahun 2008, pendiri Kaskus Andrew Darwis dan rekannya, Ken Dean Lawadinata memutuskan untuk mengelola Kaskus secara profesional. Situs Kaskus, personel dan infrastuktur yang terkait akhirnya diboyong ke Indonesia. Member Kaskus pada saat itu sudah mencapai 1,2 juta. Perkembangannya yang luar biasa tampak pada penambahan anggota yang mencapai 4,5 juta pada tahun 2012.

Sepert dilansir situs Apakabardunia modal awal Kaskus tahun 1999 yang hanya 7 dolar AS, siapa sangka dalam waktu sekitar 13 tahun yaitu pada tahun 2012, Kaskus dapat menolak pinangan dari perusahaan raksasa Google sebesar 50 juta dolar AS atau setara dengan Rp 475 miliar. Apakah hal itu berarti pemasukan Kaskus jauh lebih besar dari itu?

CEO Kaskus, Andrew Darwis, enggan menyebutkan angka pasti. Namun, bisa dilihat iklan dari brand-brand besar yang mengalir deras. “Yang pasti prosentase nya terus meningkat dari tahun 2009 hingga sekarang. Kenaikan bisa lebih dari 100% per tahun,” klaim Andrew. Kaskus kini berada di peringkat pertama untuk kategori situs komunitas, dan merupakan situs lokal nomor 1 di Indonesia, menurut Alexa.

Kisah sukses yang tak kalah fantastis juga dapat diambil dari situs berita Detik.com. Dilansir Maverick.com, berdasarkan artikel berjudul "Ranah Maya, Duitnya Nyata" yang dimuat di Majalah Trust No. 27/VII, edisi 4-10 Mei 2009, detik.com berada di peringkat ke sembilan di Alexa, dalam daftar situs yang paling sering diklik di Indonesia.

Tak kalah dengan pendapatan iklan Kaskus, demikian juga detik.com. Menurut Budiono Darsono, salah satu pemilik dan pendiri detik.com, dalam tiga bulan pertama tahun 2009, mereka sudah meraup Rp25,1 milyar, atau naik 114% dari kuartal pertama tahun 2008 yang ‘hanya’ Rp11,7 milyar. Sedangkan tahun 2009, target pemasukan iklan dipatok pada angka Rp110 milyar. Tawaran pembelian Detik sebesar Rp 400 miliar saat itu masih dianggap terlalu "kecil".

Akhirnya, setelah melakukan pendekatan selama dua tahun, CT Corp berhasil menundukkan Detik.com dengan mengakuisisi Detikcom (PT Agranet Multicitra Siberkom/Agrakom) pada tanggal 3 Agustus 2011. Mulai pada tanggal itulah secara resmi detikcom berada di bawah Trans Corp. Chairul Tanjung, pemilik CT Corp membeli detikcom secara total (100 persen) dengan nilai US$60 juta atau Rp 521-540 miliar.

Kesuksesan forum Kaskus maupun Detikcom tersebut tentu saja tak bisa terlepas dari pesatnya perkembangan teknologi telekomunikasi, terutama telekomunikasi seluler di tanah air, yang semakin mempermudah akses masyarakat untuk mengakses internet dan mengunjungi serta berinteraksi di situs-situs web favorit mereka. 

Okezone.com melansir Lembaga Survei Nielsen yang mencatat pada tahun 2011, sekira 48 persen pengguna internet di Indonesia menggunakan ponsel untuk mengakses internet. Managing Director dari Divisi Media Nielsen Indonesia, Irawati Pratignyo mengatakan, tren itu akan terus berlanjut dalam 12 bulan ke depan, yakni 53 persen pengguna internet Indonesia menunjukkan akses internet melalui telepon genggam mereka dan 30 persen melalui perangkat  genggam yang memiliki kapabilitas untuk mengakses internet. Angka yang tidak bisa disebut kecil bukan?

Dukungan Komunitas

Pundi-pundi uang yang tampak semakin besar di industri kreatif digital, tentu saja semakin banyak menarik para wirausaha ataupun calon wirausaha baru untuk mengadu untung. Berbekal kemampuan TI dan kreativitas, industri ini semakin berkembang di tanah air.

Para Startup, lazimnya calon wirausaha baru dikalangan komunitas industri kreatif digital, rupanya sadar bahwa mereka akan semakin kuat dengan saling mendukung. Hal ini mendorong terbentuknya  komunitas yang dapat saling membantu satu sama lain.

Sebut saja, Danny Oei Wirianto. Sebagimana dilansir Tabloidpcplus, pria ini cukup aktif dalam industri startup. Ia turut membidani Kaskus ketika 2008 pindah ke Indonesia sebagai chief marketing officer (CMO). Danny juga aktif di inkubator startup lokal, yaitu Merah Putih Incubator. Ia pun tengah aktif di Mindtalk.com, sebuah jejaring sosial lokal.

Sayangnya, Danny meras pesimis terhadap peran pemerintah untuk dukungan startup lokal,  ““Sebab sekarang ini seperti yang dikatakan John F. Kennedy, ‘Bukan apa yang negara berikan untuk kita, tapi apa yang bisa kita lakukan untuk negara’,” ujarnya diplomatis.

Ada juga komunitas startuplokal.org yang digawangi oleh tiga orang inisiator yaitu Natali  Ardianto, Nuniek Tirta dan Sanny Gaddafi. Dalam sebuah wawancara dengan salah seorang inisiator, Natali dengan Teknojurnal dipaparkan bahwa startup lokal merupakan  sebuah usaha rintisan, spesifik di industri IT baik web maupun apps. Komunitas ini digunnakan mewadahi para founder, investor, media, developer dan praktisi IT untuk bertemu dan berkolaborasi.

"Awalnya kita sebut startuplokal v.0 . Waktu itu saya bertemu dengan Rama Mamuaya, Dondi Hananto, Sanny Gadaffi, dan Aulia Masna. Dari situ, kita ngobrol sampai jam 00.30, sangat menyenangkan dan informatif. Dari situ kita bilang, bagaimana kalau kita buat ketemuan tiap bulan. Terjadilah #startupLokal informal meetup v.1 di tempat yang sama, di Starbucks FX Plaza," tuturnya.

 Sumber: Teknojurnal.com

Komunitas ini semakin banyak mendapat perhatian dan sponsor untuk meetup yang mereka adakan.  Sejak startuplokal v.3, kami mendapatkan sponsor baik tempat dan snack. Yang menghadiri meetup tersebut mulai dari pemilik startups dan developer, ada juga rekan dari media dan pihak lain, seperti agency, dan ad media.

Menutup wawancaranya, Natali menekankan bahwa startup itu tidak mungkin bisa berdiri sendiri, tanpa dukungan dari pihak-pihak lain seperti media, investor dan rekan-rekan startup lainnya. Ia menyarankan untuk memanfaatkan komunitas semacam ini dengan baik.

"Bertemulah dengan perfect stranger, buatlah network baru. Ikutlah berkontribusi karena waktu yang anda luangkan itu adalah investasi," pungkas Natali sebagai Chief Technology Officer PT. Warato Indonesia, sebuah startup yang mendapat investment dari Jepang.

Beragam komunitas startup lain yang kemudian saling mendukung seperti investor dan media, tak pelak membuktikan bahwa industri digital kini semakin berkembang dan terus meroket.
 
Namun, menurut saya, hal itu tidaklah cukup. Dukungan teknologi komunikasi seluler, baik sebagai penyedia alat komunikasi ataupun koneksi internet, tak kalah penting. Operator seluler tdak hanya berperan penting terhadap kemajuan ini, bahkan menurut saya, memegang peranan yang sangat krusial. Termasuk, XL melalui bendera perusahaan XL Axiata sebagai salah satu operator seluler utama juga memiliki tanggungjawab yang tak sedikit demi kemajuan telekomunikasi seluler dan indutri kreatif pada umumnya, serta industri digital pada khususnya.

Saya pribadi memperkirakan dalam lima tahun ke depan, akan semakin banyak bermunculan industri kreatif digital yang mungkin tak bisa diperkirakan saat ini. Mengingat, generasi muda sekarang yang makin melek teknologi didukung dengan perangkat teknologi maupun komunikasi yang saling mengejar satu sama lain.

*Tulisan ini saya ikutsertakan dalam lomba karya tulis XLAwards sebagai masyarakat umum*










4 comments:

  1. Bener banget mak,paling ga bs deh kalo ga ada hp. Berasa hidup di hutan belantara :D emank teknologi komunikasi bnr2 makin canggih ya mak. Berdoanya semoga bisa menjaga anak2 kita dari pengaruh negatif teknologi

    ReplyDelete
    Replies
    1. aamiin. semoga kita bisa ambil positifnya, buang jauh2 negatifnya. Makasih udah mampir dan komen ya mak :)

      Delete
  2. ponsel kini ibarat jimat, kalo ketinggalan merasa gimana gitu, cucian deh kita.....

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe pengalaman pribadi ya, mas :D makasih udah mampir dan komen ya

      Delete

Terimakasih yaa ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...