My new best friend, Mbak D tercintaaah ^^ (dok.pribadi) |
Salah satu hal menyenangkan yang saya sukai ketika memasuki lingkungan baru adalah kesempatan mengenal pribadi-pribadi baru. Sebagaimana warna hitam dan putih, ataupun abu-abu, tentu saja saya menemukan itu di tempat baru, sebagaimana saya temukan di lingkungan lain.
Tapi, ada seseorang yang sangat istimewa untuk saya temui di lingkungan baru ini. Seseorang yang tentu saja akan sangat mempengaruhi kinerja saya, karena kami bekerjasama dalam mengisi redaksional tempat kami bernaung.
Sekilas, kami tak memiliki banyak persamaan. Usianya beberapa tahun diatas saya, berlatar bekerja tanpa pernah pindah di sebuah media mapan ternama di Indonesia, masih single, atletis karena suka olahraga (ini beda bgt kayanya sama sayah ^^), beragama nasrani, suku jawa (bukan bermaksud SARA loh yaah).
Tapi, saat kami mulai ngobrol, anehnya kami bagaikan teman lama yang baru bertemu. Ternyata dibalik perbedaan-perbedaan diatas, kami menemukan bahwa dalam banyak hal kami memiliki persamaan.
Saya dan mbak D, panggilan saya untuknya, sama2 lama meliput kesehatan dan lifestyle. Jadi lingkup pertemanan ataupun bahasan yang kami tulis tak jauh berbeda. Meski ritme beda, saya biasa kerja di harian dan website, tapi mbak D juga biasa kerja cepat karena majalahnya mingguan dengan deadline lumayan ketat. Jadilah kami seakan2 bagaikan duo pekerja cepat di tempat baru yang memiliki ritme bulanan.
Persamaan lainnya, kami sama2 dibesarkan di tanah sunda. Apalagi saya dibesarkan oleh seorang pengasuh berdarah sunda yang selalu meninabobokan dengan beragam lagu sunda dan juga sering diajak bicara dengan bahasa ibunya tersebut. Membuat saya selalu merasa dekat dengan budaya sunda.
Mbak D, ternyata selama 10 tahun pertama dalam hidupnya, besar di tanah sunda juga. Meski kini tidak lagi mampu berbicara bahasa tersebut, namun ia masih sangat mengerti jika ada yang berbicara. Sempat ia bercerita mengalami dibicarakan oleh pegawai salon dalam bahasa sunda, karena disangka tidak akan memahami bahasa tersebut. Idiiih..males bgt kan.
Pembicaraan kami sehari-hari mulai dari keluarga, travelling hingga tema atau tempat liputan dan lain sebagainya. Yang menarik adalah ketika kami mulai berbicara soal keyakinan. Percayalah, tidak ada baku hantam ataupun saling merasa benar antara kami saat membicarakan itu. Untuk kami,berdua, berlaku prinsip "Bagimu agamamu, bagiku agamaku". Justru pembicaraan kami seringkali memperkuat keyakinan kami masing-masing.
Pernah suatu kali mbak D bercerita mengenai seorang kerabat yang kecelakaan saat naik motor, diyakini oleh seseorang kenalannya itu merupakan ulah dari "makhluk alam lain". Dari cerita itu, mengingatkan saya untuk selalu membaca "Bismillahirrahmanirrahiim" saat akan pergi ataupun naik kendaraan.
Satu lagi cerita mbak D, yang pernah kena semacam guna-guna atau "gendam" dari seseorang yang pura-pura minta dicarikan alamat. Dia mengaku sudah curiga sejak awal dan berdoa, "Ya Tuhan, lindungilah aku,". Tampaknya remeh, namun itu sangatlah ampuh. Disaat temannya tak dapat membaca kertas yang ditunjukkan sebagai sarana guna-guna, mbak D masih bisa membacanya dengan jelas dan berhasil menjauh dari para penipu itu. Dari cerita itu saya jadi tak meragukan lagi keyakinan seseorang sangat berpengaruh, apapun agama yang dianutnya.
Itu sebabnya, tak salah jika saya mengatakan kami sebagai perbedaan yang menyenangkan.
Oh ya, ada satu percakapan kami yang tampaknya menunjukkan perbedaan.
Saya : "Mbak, lo aja yang liputan ***** ya.
Mbak D: Kenapa Rin?
Saya : Kalo bisa milih, mending liputan selain fesyen, mbak'e. Hehe risih kalo liputan disana, wartawannya pada modis.
Mbak D: Loh bukannya udah biasa liputan lifestyle?
Saya : Hehe angkat tangan deh buat fesyen itu.
Mbak D: Loh aku malah pengen mengubah stereotipe wartawan itu kumuh, gak tahu aturan dan sebagainya dengan berdandan rapih.
Saya : Hehe rapih kan beda sama modis mbak :D *tetep nyengir sungkan disuruh dandan modis buat liputan*
Mbak D: Hadeuuuh nih anak *tepok jidat*
Heheheh maapkaan mbak D, ngaku deh, saya ini gak pernah mimpi disebut ataupun berangan2 disebut modis sama orang. Baju apapun yang saya pakai alasannya adalah karena hal itu membuat saya nyaman, tak bermaksud mengundang komentar dari siapa pun.
Ditambah, saya adalah anak wartawan harian yang berawal dari liputan ekonomi, bisnis kemudian beralih ke kesehatan, lifestyle dan sebagainya. Jadi saya biasa berpakaian rapi, bukannya modis. Memakai berbagai aksesoris, selain jam tangan, itu rasanya bukan Ririn bangeeeet. Jilbab yang saya gunakan juga tidak pernah gayanya ikut2an dengan orang lain, I have to find my own style. Hehe saya paling males kalo ikutan "mainstream". Lah wong, saya udah pake jilbab sejak jilbab2 modis itu ada kok.
Nah, kembali ke soal wartawan modis, saya sih salut sama mereka. Bisa liputan dengan tetap bergaya gitu loh. Mbak D juga suka pake dress selutut dipadu dengan stoking hitam, wuuuiiih kereeen!
Tapi, ya itu. Kalo buat saya sih, liputan itu gak perlu lah modis. Rapi dan bersih, rasanya sudah cukup. Karena untuk saya, penampilan itu bukan satu-satunya barometer menilai seseorang. Masih banyak hal yang lebih esensial dari itu.
Maaf ya mbak D kalo kita berbeda juga untuk soal yang satu ini. Tapi, yakin deh, perbedaan kita adalah sesuatu yang menyenangkan :) :)
PS: Oh ya, satu persamaan saya dan mbak D yang menjembatani perbedaan kami adalah sama2 suka jajan :D mulai dari jajan pinggir jalan sampe ke mal yang full AC. Pokoknya saya dan mbak D bareng itu artinya jalan2 (bisa bareng liputan) dan juga jajan2 ^^
No comments:
Post a Comment
Terimakasih yaa ^_^