Pages

Friday, 16 January 2015

Mengenali Rasa Marah dan Belajar Mengendalikannya

Selamat hari Jumat teman-teman semua! Semoga gak ada yang marah-marah menjelang weekend ini ya.

Tapi, saya mau share ah tentang marah-marah ini. Apalagi kalau sedang merasakan emosi ini, rasanya segala sesuatu jadi tidak terkendali.

Cokelat panas ternyata belum cukup untuk meredam rasa marah karena kesal (dok.pribadi)


Jujur saja, saya bukan termasuk orang dengan stok sabar yang berlimpah. Jika terjadi hal-hal diluar dugaan atau membuat saya tidak nyaman, hehe gampang lah mengenali dari raut wajah saya.

Meski suami saya adalah seseorang yang sangat saya cintai, tapi tetap saja ada beberapa hal yang kerap membuat saya emosi sampai marah-marah.

Contohnya, beberapa hari yang lalu. Kebiasaan kami untuk berangkat dan pulang kerja bersama. Iya, sayangnya suami saya itu kebiasaan dateng cepet, pulang telat. Beda sama saya yang jam kantornya bisa disesuaikan. Misalnya dateng jam 8 pulang jam 5 teng, dan kalo dateng jam 7, bisa pulang jam 4.

Nah suami saya itu, datengnya jam 8, pulangnya sering hampir jam 6.

Untuk mengulur waktu, saya sampai2 sering jalan ke kantor suami yaitu sekitar 15-20 menit. itu juga kalau cuaca cerah, gak hujan.

Sampai pada dua hari yang lalu, sepertinya gak cocok deh saya bilang kalo saya marah. Murka, lebih tepatnya. Atau, ada yang lebih dari murka? Itu yang pas.

Seperti biasa, saya sudah keluar kantor jam 5 sore. Sekitar 30 menit nunggu, diminta nunggu sebentar lagi. Karena gerimis, saya terus masuk ke salah satu kafe. Kebetulan bawa buku juga. lumayan lah kalau untuk 30 menit aja.

Lewat 30 menit, minta tunggu bentar lagi. Emosi udah agak tinggi.

Eh jam berapa itu berarti? 6.30 alias 1,5 jam aja nunggu. Udah kebayang anak2 dirumah dan kamar tercinta.

Jam 7, belum juga ada jawaban dari suami. Hiiiks.

Kalo pertanyaannya kenapa saya gak pulang sendiri? Karena suami saya belum mengijinkan.

Baiklah, i'll wait for another 30 minutes.

Jelang jam 8, stok sabar saya udah tipiiiiis banget, bahkan lebih tipis dari sehelai rambut.

Tapi, nelp marah-marah ke suami pun sepertinya gak ada gunanya. Baca juga udah gak konsen. Saya di kafe pun udah minum, makan dan gak mungkin juga pesen lagi. Mahal bo!

Akhirnya, dari pada saya tambah marah, saya pergi ke supermarket yang ada di mall sana. Sumpriiit, itu salah satu sesi belanja yang paling tidak menyenangkan. Saya bener2 ambil apa yang saya lihat aja.

Selesai belanja, sekitar jam 8.30, tetap aja suami belum bisa pulang dari kantor.

Akhirnya, saya memutuskan. I'll call for taxi to go home. Gak ada cara lain yang bisa bikin saya tahan nunggu. Akhirnya saya sampai rumah sekitar jam 9.30 and go straight to bed with kids. Beneran, soalnya saya harus bangun pagi lagi besoknya, untuk berangkat kantor jam 6. Stamina saya juga gak sebagus suami, yang bisa tidur jam 11 trus bangun jam 4 pagi dengan kondisi biasa2 aja.

Tapi, tulisan ini gak cuma tentang pengalaman saya itu loh. Dari pengalaman itu ada beberapa hal yang ingin saya simpulkan tentang mengenali rasa marah :
  1. Rasa marah terhadap sesuatu hal biasanya tidak timbul hanya satu kali. Kenali beberapa hal yang bisa membuat marah. Untuk saya, biasanya hal seperti menunggu terlalu lama atau dibohongi.
  2. Setelah mengenali itu, kita menjadi lebih sadar saat mengalaminya kembali. Ingat2 bagaimana perasaan dan tindakan kita sebelumnya. Coba ubah respon kita agar menjadi lebih baik.
  3. Bergerak. Artinya, kalau kita marah saat duduk. coba berdiri. Atau berjalan. Jangan paksakan sesuatu. misalnya, saya mencoba terus baca saat itu dan gak berhasil tuh.
  4. Cuci muka atau berwudhu. Sangat efektif menyegarkan tubuh dengan air saat marah, karena bisa sekaligus menyegarkan pikiran.
  5. Bersikap dan ambil keputusan. Sebagaimana saya saat itu, memutuskan batas bahwa menunggudari jam 5 sampai hampir jam 8.30 sudah cukup dan tidak lebih dari itu. Saya takut jangan2 nanti saya bisa terserang penyakit, kalau memutuskan untuk menunggu lebih lama lagi.
Saya sendiri sih sebenarnya lebih senang kalau suami saya sejak awal menginformasikan kalau dia akan benar2 pulang telat dan menyuruh saya pulang duluan. Setidaknya saya bisa terhindar dari rasa marah sekaligus tagihan di kafe serta supermarket akibat belanja impulsif kemaren hehehehe :)

4 comments:

  1. Mba Ririn termasuk sabar itu. Kalo saya udah marah beneran. Tapi bener tuh poin yg ke-5 kita hrs ambil tindakan agar bisa enak kitanya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe saya mah kadar kesabarannya masih terbatas mba pit. Tapi beneran, emosi doank gak ada gunanya. Harus cepet bersikap, daripada ujung2nya sakit.

      Delete
  2. setuju sama kata2 yang ini : "Harus cepat besikap daripada ujung2nya sakit."

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mba Ira. Aku inget kalimat yang pernah aku baca,"80% penyakit itu disebabkan oleh stres". Nah loh, jauh2 deh sama stres kalo gitu donk ya :)

      Delete

Terimakasih yaa ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...