Pages

Saturday 4 July 2015

Ketika Nurani Bicara, Haruskah Logika Dicampakkan?

“Follow your heart but take your brain with you.”― Alfred Adler.  Merupakan salah satu quote favorit saya. Sama halnya seperti bilang, nurani harus seimbang dengan logika. Pengalaman saya beberapa waktu lalu memberi saya pelajaran mengenai hal tersebut.

Jujur saja, pekerjaan dan tempat kerja merupakan hal yang sering membuat saya galau. Ketika kesempatan mengetuk, saya sulit mengatakan "tidak", apalagi jika hal itu menggugah keingintahuan saya. Meski  usia sudah diawali angka 3, saya masih sangat suka belajar hal baru dalam bekerja. It's always excites me. Apalagi kalau saya masih diberi ruang untuk membuat kesalahan dan berkreasi disana.

Good things happens when you meet strangers ~ Yo yo Ma.  


Baru-baru ini sebuah kesempatan kembali mengetuk. Namun, entah mengapa nurani saya mengatakan, itu bukan lagi yang saya inginkan atau butuhkan. Meski dengan level dan gaji yang jauh lebih tinggi dibanding pekerjaan saat ini. Namun, saya tidak merasakan "perasaan itu".

Mungkin saja, saya akan langsung mengiyakan pekerjaan jenis ini beberapa tahun silam, ketika saya blm banyak berpikir ttg kebutuhan waktu yang cukup untuk anak-anak dan keluarga. Ketika yang saya kejar tak kurang dari posisi dan materi. Namun, rasanya saya sudah tidak berada pada tingkat itu lagi.

Interview beberapa minggu lalu kemudian menyadarkan saya. Ketika terlontar pertanyaan, "Kamu siap pulang tengah malam?". Saya tidak mampu menjawab pertanyaan itu. Tempat saya interview adalah sebuah website dengan intensitas kerja yang tinggi dari salah satu raksasa media. Untuk yang belum paham, kerja di media semacam itu berarti jam kerja tak terbatas dan hari libur yang sangat sedikit.

Ah rasanya saya tak sanggup lagi membayangkan diri saya pada posisi itu. I've been there. Tapi saat ini semua berbeda. Rasanya dengan dua anak yang menunggu saya di rumah, saya tidak tega membiarkan mereka menunggu selama itu, hanya untuk sekedar memeluk ataupun bercerita mengenai kegiatan mereka. Atau, meminta suami saya menunggu selama itu untuk pulang, padahal dia sudah sejak pagi berangkat ke kantor dan harus ngantor pagi hari lagi.

Acara weekend seringnya diambil alih anak-anak (dok.pribadi)
Tempat saya bekerja sekarang memang jauh dari ingar bingar sebuah media pada umumnya. Dengan jam kerja umumnya yaitu 8 jam selama 5 hari setiap minggu. Melelahkan kah? Tentu saja, karena ditambah 4 jam perjalanan pulang pergi. Mungkin juga bukan tempat kerja yang sempurna, karena gedung kantor kami sering mengalami gangguan sana sini ataupun pemberian aturan yang kadang berubah dan berbeda.

Tapi disini saya memiliki pekerjaan menulis tema yang saya suka yaitu kesehatan, serta memiliki rekan-rekan yang rasanya sudah bertahun2 saya kenal meski belum genap satu tahun saya bergabung disana. Rasanya seperti "rumah kedua" yang saya inginkan selama ini.

Interview kemarin juga kembali mengingatkan saya untuk menundukkan ego pribadi saya. Saya harusnya bangga dengan pencapaian saya saat ini sebagai penulis, meski teman2 seangkatan saya awal bekerja dulu sudah mencapai level manajerial dan gaji jauh melebihi saya. Karena setiap orang memiliki hal yang berbeda untuk dicapai dengan cara yang berbeda pula. Inilah cara saya, inilah pilhan saya saat ini.

Jadi ketika nurani berbicara, logika tak pernah saya tinggalkan. Komunikasi batin antara keduanya tetap saya lakukan. Hingga nanti kesempatan lain mengetuk dan saya merasakan "perasaan itu", saya akan terus melakukan ini.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih yaa ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...