Buku dan majalah jadi sarana saya berbicara mengenai edukasi seks dengan Aylaa (dok.pribadi) |
Putri saya yang pertama kini duduk di kelas 2 dan berusia 7,5 tahun, sementara putra kedua saya berusia 2,5 tahun. Tak heran jika kemudian saya jadi salah satu orangtua yang ketar-ketir dengan segala pemberitaan pelecehan seksual terhadap anak-anak.
Putri saya termasuk jenis anak yang pemalu dan introvert yang biasanya menjadi sasaran empuk terhadap hal-hal yang buruk. Saat putri saya mencari Sekolah Dasar, maka itu jadi pekerjaan yang benar-benar memakan waktu dan energi, karena saya tahu, putri saya jenis pendiam yang sangat mungkin memperoleh perlakuan tidak menyenangkan dan diam saja. Misalnya, bully dari teman sekolah ataupun pelecehan lain yang rasanya tidak berani saya bayangkan.
Alhamdulillah pencarian sekolah itu berakhir bahagia. Saya menemukan sebuah sekolah yang tidak hanya mengedepankan akademik tapi juga pengembangan karakter. Tak hanya menomorsatukan tugas dan PR sekolah, namun juga perilaku siswanya. Bagi saya, berkomunikasi dengan guru merupakan satu hal penting dan itu saya temukan di sekolah itu.
Berkaitan dengan edukasi seks memang belum secara gamblang diajarkan di sekolah, tapi putri saya sudah memahami yang namanya menstruasi dari kakak kelasnya, mengapa pria dan wanita berbeda secara fisik, dan lain sebagainya. Ada suatu ketika, dua orang siswa laki-laki dan perempuan yang berdekatan secara berlebihan yang mengundang perhatian guru, setelah itu kemudian satu kelas diberikan pengertian dalam pelajaran akhlak.
Kekhawatiran saya terhadap putra kedua saya yang 2,5 tahun pun tentu tak jauh berbeda. Apalagi saya mendengar dan membaca berita bahwa korban pelecehan seksual kini juga banyak dialami anak-anak laki-laki, bahkan yang masih berusia balita. Astagfirullah >.< Meski putra saya tergolong ekstrovert dan mudah bergaul, justru saya merasa harus meningkatkan kewaspadaan. Apalagi, jika ia sudah masuk sekolah nanti.
Sandya bersama dengan salah satu temannya di rumah (dok.pribadi) |
Tak dipungkiri, sebagian besar anak korban pelecehan seksual itu tidak memahami bahwa perlakuan yang mereka terima tidak pantas dan tidak seharusnya. Atau, mereka justru takut disalahkan dan kemudian memendam rasa sakit dan frustasi yang dialaminya. Biasanya yang diarah adalah anak-anak yang tampak pendiam, introvert dan tak banyak bicara.
Untuk itulah saya merasa harus memberikan perhatian ekstra terhadap putri saya. Bagaimana caranya? Salah satu yang saya tekankan dalam pembelajaran edukasi seks dimulai dengan menghargai diri sendiri.
Memang awalnya hal ini saya lakukan untuk memupuk percaya diri. Saya terangkan bahwa setiap orang unik dan tidak apa-apa berbeda dengan orang lain. Jika temannya bercita-cita sebagai dokter, maka ia yang senang menari dan ingin menjadi penari, adalah hal yang lumrah. Jika sahabatnya, pintar pelajaran matematika, sementara putri saya selalu menuai pujian guru saat bahasa Inggris, maka itulah perbedaan kemampuan tiap orang.
Saat ia sudah mampu menghargai diri dengan segala perbedaan dan keistimewaan yang dimiliki, kemudian saya harapkan percaya dirinya tumbuh dan semakin menghargai diri sendiri.
Kemudian, saya meneruskan dengan mengajarkan bahwa tubuhnya adalah miliknya yang tidak boleh disentuh oleh sembarang orang. Bahkan saat ia sudah menginjak usia tertentu, orang-orang terdekatnya tak boleh lagi menyentuh di bagian vital. Ketika ada yang mencoba melakukannya, maka ia mempunyai hak untuk menolak, menghindari dan sedapat mungkin berlari menjauh dengan cara yang dapat dilakukan mulai dari berteriak, memukul dan sebagainya.
Biasanya saya berbicara mengenai hal tersebut di kala senggang ataupun saat saya sedang membantunya mencuci rambut. Atau, melalui cerita sebelum tidur, juga saat ia sedang membaca buku ataupun majalah Princess kesukaannya.
Satu hal lagi, saya dan suami mencoba menjadi salah satu tempat curhat anak-anak. Saat mereka merasa sedih ataupun senang, kami berdua berusaha menjadi tempat mereka bercerita.
Semoga semakin tingginya kesadaran anak-anak dan pengawasan orangtua akan mempersempit ruang gerak untuk para pelaku pelecehan anak dan tak perlu ada lagi anak-anak yang menjadi korban. Ya Allah jaga dan lindungilah anak-anak kami. Amin ya robbal alamiin.
*Artikel ini diikutsertakan dalam "Give Away 10 Hari At-Thahirah Blog Contest"
benar mak, kejadian2 belakangan ini bkn kita para emak ketar-ketir ya...duhhh serem. Tapi menurut saya yg emak lakukan sudah benar...saya juga mencoba memberikan pemahaman pada kedua buah hati saya sedini mungkin :)
ReplyDeleteiya mak, yuuk saling berbagi supaya lebih banyak lagi ortu yang paham dan waspada. Semoga anak-anak kita senantiasa dilindungi Allah SWT ya mak. Makasih udah mampir disini ^^
DeleteBerkaitan dg artikel Mak Ririn.. suami saya malah pernah bilang, supaya nanti anak kami sekolah deket rumah saja daripada was-was..
ReplyDeleteBismillah, kita berusaha yg terbaik aja Mak.. insyaallah anak kita diberikan perlindungan.. amin :)
wah kalo saya justru jarak bukan pertimbangan utama, tapi lebih kepada visi misi dan budaya sekolah. SD anakku lumayan jauh, tapi sreg di hati. Semoga anak-anak kita senantiasa dalam lindungan Allah SWT. Aamin. makasih mak Nian ^^
Deleteterimakasih sudah mengikuti Give Away 10 Hari At-Thahirah Blog Contest maaak.. :)
ReplyDeleteSenang bisa ikutan. Sukses GA-nya ya mak :)
DeleteMenjadi orang tua plus sahabat bagi anak ya, mba.
ReplyDeleteBener banget, buat saya sih itu penting. Terimakasih udah mampir yaa ^^
DeleteSeks edukasi benar2 harus diterapkan sejak dini ya, Mak.
ReplyDeletesetujuuuu mak Leyla! Makasih udah mampir yaaa :)
Deletewah jadi menyisipkan sedikit prinsip dan pelajaran dalam bentuk proses keterbukaan orang tua pada anak itu perlu juga yaa mak.. :) wah dapat ilmu lagi dari mak ririn.. terimakasih mak :)
ReplyDeleteMakasih kembali mak Indah ^^
Delete