Pages

Friday, 21 March 2014

Tiga Kunci Menyikapi Kakak yang Kecewa

kakak Aylaa dan adek Sandya (dok.pribadi)

Selamat siaang semuaaa!!!

Ah setelah menyelesaikan tulisan deadline hampir setengahnya di tempat saya kerja, dapet juga waktu untuk nulis di blog tercinta ini. Lah kan nulis nulis juga, apa bedanya sih? Hehe jelas beda lah. Kalo ini kan blog pribadi, berbeda dengan media tempat saya bekerja.

Nah, saya sekarang mau cerita tentang kakak Aylaa yang tiba-tiba ngambek gak mau sekolah, pas malem2 saya pulang kantor. Haduuuwww..apalagi ini? Udah capek2 menghadapi macetnya belantara jalanan Jakarta, sampe rumah, disuguhin kakak yang cemberut.

Sebenernya sih, ngambeknya pas dia nunjukin nilai latihan ujian matematikanya yang jelek. Sumpah, saya juga kaget. Memang beberapa minggu ini kan saya kembali kerja, jadi sulit membantu kakak belajar ataupun mengerjakan PR.

Sebenernya sebelumnya juga pernah saat soal-soal yang baru dikerjakan. Setelah saya jelaskan dan tunjukkan dengan perlahan-lahan, besok2nya nilainya sudah bagus lagi.

Sehingga, kemarin saya berkesimpulan, terjadi lagi hal yang sama. Pengenalan soal latihan baru, sehingga kakak Aylaa belum terlalu mengerti. Dan soalnyaa, yaaa ampuuuuun, pilihan ganda sekitar 20 soal dengan soal beberapa soal esai yang cukup susah untuk anak kelas 2 SD.

Tapi, berhubung saya ribet jagain adek Sandya yang mondar mandir sana sini, dan bersih-bersih setelah pulang kantor. Capek-capek gitu, mana pula kapasitas otak saya yang memang kemampuan matematikanya standar, bisa sok-sok ngajarin kakak. Akhirnya, suami saya turun tangan. Jadilah kakak Aylaa kursus singkat sama Ayahnya, sementara Sandya nempel sama saya.

Setelah itu, waktunya tidur. Aylaa mulai rewel, cari alasan supaya besok gak masuk sekolah. Mulai saya putar otak sebisa saya yang sejujurnya capek banget malam itu :'(

Pahami, Peluk, Cintai.

Entah disebut insting keibuan ataupun apa, tapi malam itu saya kemudian berusaha menempatkan diri saya pada posisi anak saya.

Lantaran nilainya yang jelek itu, ia merasa mengecewakan saya dan ayahnya. Kecewa terhadap diri sendiri. Dua hal yang cukup berat buat anak saya yang cukup sensitif. Meskipun sudah hampir 8 tahun, kakak Aylaa dari sisi emosionalnya jauh lebih sensitif dibanding adiknya, mungkin juga karena dia perempuan.

Ditambah dengan tantangan berupa ujian besok hari. Saya berusaha memahami bahwa yang sebenarnya tidak kuat adalah tekanan emosionalnya, dibandingkan tantangan matematika itu sendiri. Takut kecewa lagi. Takut gagal lagi.

Setelah berusaha memahami, saya putuskan untuk memeluknya seerat mungkin. Sambil mengatakan, saya dan Ayahnya tidak kecewa lantara nilai jeleknya saat itu. Bahwa kami yakin, setelah ia belajar lebih lanjut, ia akan lebih mampu mengerjakan soal dengan lebih baik.

Saya juga memeluknya sambil berkata saya bangga dengan pencapaiannya saat ini. Termasuk, nilai bahasa Inggrisnya yang hampir selalu 100, kemampuannya bernyanyi bahasa Jepang bermodalkan mendengar dari internet, juga kemampuannya menari di sekolah serta minatnya membaca buku hampir setiap hari.

Bahwa, satu nilai jelek yang diperolehnya hari itu tak akan mempengaruhi rasa sayang dan bangga kami padanya. Akhirnya, tangisnya berhenti.

Sampai akhirnya ia minta saya menceritakan dongeng sebelum tidur, dan saya pun mengarang cerita, Kambing yang Suka Mengeong. Hehehe dongeng spontan pun saya ceritakan, lengkap dengan moral cerita pada akhirannya, yang sempat membuat Ayahnya geleng2 kepala dan tepok jidat :D Sesudah itu, kakak benar-benar bisa tidur nyenyak.

Keesokan paginya, seperti biasa saya sudah sibuk menyiapkan sarapan dengan makan siang yang akan dibawa kakak ke sekolah. Ayahnya yang membantu dia mempersiapkan peralatan sekolah dan lain-lain.

Saya pun sempat bertanya, "Yah, Aylaa masih ngambek gak?"

Ayahnya pun menjawab, "Gak tuh. Ayah udah pancing-pancing soal yang bikin dia ngambek tadi malam. Tapi, dia jawab gak masalah tuh ujian matematika hari ini".

Nah loh, padahal tadi malam sudah ngambek, hampir putus asa dan maksa pengen gak masuk sekolah. Tiba-tiba, semua seperti tertelan bumi, terganti dengan rasa optimis dan senang ke sekolah. Kebetulan saya juga ikut mengantar ke sekolah, karena saya berangkat ke kantor bareng Ayahnya pagi ini.

Jadi, apakah ini berarti tiga kunci yang saya terapkan kepada kakak berhasil? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Maksudnya, bisa jadi besok2 yang akan saya hadapi dari kakak Aylaa akan memerlukan kunci ke 5, 6, dst.

Ah, sepertinya masih banyak yang harus dipelajari oleh saya dan suami agar menjadi orangtua yang baik.











No comments:

Post a Comment

Terimakasih yaa ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...