Pages

Saturday, 28 September 2013

Kepemimpinan si Kecil: Dimulai dari Ibu, Diawali dari Rumah

"Aylaa mau jadi seperti Ibu".

Itu kalimat anak sulung saya, Aylaa (hampir 7 tahun) pada suatu sore. Kalimat yang membuat saya tersenyum sekaligus penasaran. Meskipun secara teori, saya sudah tahu memang kedua orangtua adalah panutan dari anak-anaknya, namun pernyataan sore itu tetap saja mengejutkan saya.
Foto Aylaa lulus TK bersama Ibu dan adik Sandya. Ayah gak ikut soalnya lagi ngantor ^_^ (dok.pribadi)

Friday, 27 September 2013

Pilah-pilih Nama Blog, Antara Kreativitas dan Jati Diri

 (Sumber gambar: digitalareas.blogspot.com)

"Mbak, emang beneran suka pake daster ya?"

Itu pertanyaan salah satu teman saya di Facebook kemarin terkait dengan nama blog saya. Hehehe memang pertanyaan yang wajar sih, tapi tetap saja bikin saya nyengir.

Nah setelah membahas puisi esai yang lumayan berat, sepertinya asik juga kali ini saya bahas soal pemilihan nama blog.

Pernah dibahas kalau gak salah di salah satu artikel dari Kumpulan Emak Blogger atau akun Twitternya mengenai ini. Saya agak lupa. Tapi, yang saya tangkep, ada beberapa pilihan memberi nama blog.

Pertama, menggunakan nama pemilik blog. Pemberian nama blog seperti ini banyak dilakukan oleh blogger. Tapi, saya pribadi belum pernah dan belum pede hehehe :D

Kedua, pemberian blog berdasarkan minat. Misalnya soal travelling, ada kata2 travelnya atau soal masak memasak yang ada kata kuliner atau jajan atau makan, dan lain-lain.

Ketiga, ada juga pemberian nama blog dengan ciri khas atau yang sekiranya gampang diingat oleh pembacanya.Serta beberapaa pilihan pemberian nama blog lainnya.

Bagaimana saya memilih nama blog? Hihihi saya sendiri gak yakin saya pilih nama blog http://fromblazertodaster.blogspot.com/ dan blog berbahasa Inggris milik saya yaitu http://momsaroundglobe.wordpress.com/ tergantung dari pilihan nomor berapa di atas.

Kalau yang berbahasa Inggris saya buat tahun 2009 sewaktu di kelas pelatihan jurnalistik sebagai tugas perseorangan, maka blog saya yang satu lagi, saya buat sewaktu saya tidak bisa tidur dan sangat merindukan proses menulis karena saya sudah tidak lagi berkarir di kantor dan lebih banyak mendedikasikan diri untuk rumah tangga.

Untuk blog pertama memang kudu berbahasa Inggris, judul blog dan isinya. Bisa-bisa bingung mentor dan temen-temen saya yang berasal dari berbagai negara kalo saya pake bahasa Indonesia. Tapi, kok ya saya mikirnya tetep soal mom alias ibu alias emak ya. Disatukan dengan cita-cita luhur, hihihi pengen keliling duniaa, jadilah http://momsaroundglobe.wordpress.com/ soalnya kalo around the world itu pasti udah banyak banget yang pake.

Trus trus kenapa dipakenya moms, bukan mom? Dulu sih saya pengennya blog saya itu bisa sekalian jadi wadah emak2 yang sering jalan keliling dunia, jd bukan cerita saya aja gitu. Jadi saya tetap mempertahankan blog ini dalam bahasa Inggris.

Tapi, entah mengapa blog ini menjadi terlupakan oleh saya beberapa tahun terakhir. Bahkan saat saya membuat blog http://fromblazertodaster.blogspot.com/ saya bener-bener lupa kalau saya udah punya blog sebelumnya. Hehehe maklum awal2 dulu jd full time mother, kerjaan di rumah serta beberapa pekerjaan paruh waktu membuat saya kesulitan menyempatkan waktu menulis untuk kebutuhan pribadi.

Pada suatu malam, saya merasa gelisah, merasa terasing karena jarang bersosialisasi dengan teman sebagaimana dulu masih ngantor, ingin bercerita tapi kok bingung sama siapa. Akhirnya saya terpikir soal blog. Ah ya kenapa tidak saya tuliskan saja semua unek-unek saya.

Waktu itu saya pilih blazer karena saya masih teringat bagaimana saat saya bekerja, dan sebagian orang bekerja menggunakan blazer, meskipun saya sendiri jarang2 sih. Lalu karena terobsesi dengan akhirnya yang serupa yaitu er, saya pikir2, kalo blazer dipadankan dengan apa, dan daster pun jadi pilihan saya.

Ssstt..padahal nih daster saya jg gak banyak2 amat dan sebagian besar daster kaos. Sebab, suami saya tidak terlalu suka dengan penampilan saya pake daster, hehehe padahal pake daster itu rasanya nikmat ya, mak ^_^ Sehingga, jadilah nama blog saya yang dibuat tahun 2012 bernama  http://fromblazertodaster.blogspot.com/ hingga sekarang.

Punya dua blog saja, saya masih sering mangkir untuk update. Jadi belum kepikir tuh buat blog ketiga.

Jadi, apa alasan dibalik nama blog teman-teman?







Thursday, 26 September 2013

Puisi Esai, Kupas Realitas Sosial dalam Bumbu Fiksi

(sumber gambar: corner610.blogspot.com)

Selamat pagi semua!! Assalamualaikum. Semangat kan di hari Kamis? Hehe saya juga semangat, meskipun flu lagi menyerang nih. Kan katanya men sana in corpore sano yang artinya jiwa yang sehat didalam tubuh yang sehat. Eh gak nyambung ya? Hihihi ya begitulah kira-kira. 

Hari ini saya mau berbagi mengenai suatu genre penulisan yang baru saya ketahui, maaf kalo temen2 ada yang sudah lebih dulu tahu, boleh komentar boleh kritik, tapi jangan pedes2 yak.

Yang saya pengen bagi hari ini yaitu puisi esai. Apa bedanya dengan puisi biasa? Nanti saya kasih contoh puisi esai yang super kereeeen.

Sebelumnya, siapa sih yang tak kenal puisi? Sejak jaman Sekolah Dasar dulu sepertinya kita sudah disuguhi puisi dalam pelajaran bahasa Indonesia. Selain puisi ada juga cerita pendek ataupun pantun.

Puisi sendiri biasanya terdiri dari enam unsur, yaitu tema, imajinasi, amanat, nada, suasana, dan perasaan. Dan berdasarkan zamannya, puisi dapat dibagi menjadi puisi lama, puisi baru dan puisi kontemporer.

Tulisan dari Dessy Wahyuni dalam kolom Opini dari Riau Pos yang berjudul "Berburu Fakta dalam Puisi Esai" secara lengkap mengupas mengenai genre baru puisi esai yang digagas oleh Denny Januar Ali  atau lebih dikenal dengan Denny JA.

Menurut Denny, tulis Dessy, puisi seharusnya bisa dinikmati masyarakat luas dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Lantas ia melakukan riset terhadap dua sumber, yaitu pakar puisi dan masyarakat luas dengan menggunakan sampel.

Dua sumber itu sampai pada kesimpulan dan harapan yang sama. Mereka merindukan puisi yang lebih peduli kepada publik luas, di luar dunia para penyair itu sendiri. Mereka juga rindu dengan bahasa puisi yang lebih mudah dipahami (Denny JA, 2013:34).

Puisi esai yang digagas oleh Denny memiliki ciri khas berupa puisi yang sangat panjang, berbabak, dengan catatan kaki, serta bahasa yang mudah mengerti. Sebagaian besar mengangkat isu sosial.

Puisi esai yang ditulis Denny JA merupakan reaksi atas puisi dengan bahasa  rumit, yang membuat puisi semakin terisolasi dari publik luas.

Denny JA menerbitkan sebuah buku puisi esai yang berjudul Atas Nama Cinta (Maret 2012). Buku kumpulan puisi ini menyajikan puisi-puisi dengan bahasa yang mudah dan memberikan tema yang kerap menjadi kegelisahan masyarakat.

Memang keunikan dari puisi esai ini adalah gabungan fiksi dan dan fakta. Dalam hal ini, fakta merupakan permasalahan yang berisi peristiwa-peristiwa sosial, sementara fiksi merupakan sarana pengucapan fakta tesebut yang diramu sedemikian rupa untuk menyentuh hati nurani pembaca.

Karena berpijak pada fakta, pada akhir puisi esai seringkali disertai catatan kaki yang menjelaskan isu sosial yang benar-benar terjadi, bisa berupa rujukan buku, berita, karya ilmiah dan lain sebagainya yang tidak biasa ditemukan pada puisi lainnya.

Saya pribadi sangat tertarik dengan genre yang baru saya kenal ini. Beberapa karya puisi esai yang sudah saya baca dalam situs web puisi-esai.com terasa sangat mengena dan menyentuh. Saya kutip salah satu karya Denny JA, namun karena ciri puisi esai yang panjang, mohon maaf jika bacanya harus sedikit santai. Ataupun, jika ingin membaca karya lainnya silakan ke situs webnya langsung.

Oh ya, sekarang sedang ada lomba penulisan puisi esai juga dari Yayasan Denny JA dengan DL 28 Oktober 2013.

Buat yang penasaran apa sih puisi esai, yuk baca karya Denny JA dibawah ini: 
 

Sapu Tangan Fang Yin
/1/

Ditatapnya sekali lagi sapu tangan itu,
tak lagi putih; tiga belas tahun berlalu.
Korek api di tangan, siap membakarnya
menjadi abu masa lalu.

Namun, sebelum api menjilat, hatinya bergetar;
Ditiupnya api itu – terdiam ia dalam senyap malam.
Dibukanya jendela kamar: kelam langit Los Angeles
Yang dihuninya sejak 13 tahun lalu.

Terlintas ingatan minggu pertama di kamar ini
Ketika setiap malam ia menangis;
Ya, panggil saja ia Fang Yin – hamparan rumput harum artinya.
Nama sebenarnya dirahasiakan, menunggu sampai semua reda.

Waktu itu usianya dua puluh dua
Terpaksa kabur dari Indonesia, negeri kelahirannya
Setelah diperkosa segerombolan orang
Tahun 1998, dalam sebuah huru-hara.

Apa arti Indonesia bagiku? bisik Fang Yin kepada dirinya sendiri.
Ribuan keturunan Tionghoa1 meninggalkan Indonesia:
Setelah Mei yang legam, setelah Mei yang tanpa tatanan
Setelah Mei yang bergelimang kerusuhan.2

/2/

Hari itu negeri berjalan tanpa pemerintah
Hukum ditelantarkan, huru-hara di mana-mana
Yang terdengar hanya teriakan
Kejar Cina! Bunuh Cina! Massa tak terkendalikan.

Langit menghitam oleh kobaran asap
Dari rumah-rumah dan pertokoan –
Semua terkesima, tak ada yang merasa siap
Melindungi diri sendiri dari keganasan.

Ada keluarga yang memilih bunuh diri
Di hadapan para penjarah yang matanya bagai api
Yang siap menerkam; yang siap merampas apa saja
Yang siap memperkosa perempuan tak berdaya.

Apa arti Indonesia bagiku? bisik Fang Yin
Kepada dirinya sendiri, yang hidupnya telah dirampas
Yang tak lagi bisa merasakan sejuknya angin
Sebab kebahagiaannya tinggal ampas.

Waktu itu terdengar anjing melolong panjang
Seperti minta tolong aparat keamanan;
Mereka melemparkan binatang itu ke kolam
Menggelepar-gelepar: airnya pun memerah.



/3/

Fang Yin sekeluarga mengungsi ke Amerika
Bersama sejumlah warga keturunan Tionghoa;
Mereka tinggal berdekatan di New York, Philadelphia,
Los Angeles, New Jersey – bagaikan perkampungan Indonesia.

Minggu-minggu pertama di Amerika
Fang Yin belum sadar apa sebenarnya yang terjadi
Raga dan jiwanya lemah, perlu pemulihan dari dahsyatnya trauma,
Ke mana pun ia pergi, orang tuanya dan seorang psikolog mendampingi.

Setelah tiga bulan hidupnya menjadi normal.
Ia pun ikut kursus bahasa Inggris, ingin meneruskan kuliah.
Namun Fang Yin sudah berubah –
Ia tak lagi ceria, suka menyendiri saja.

Ketika seorang pemuda Korea mendekatinya
Fang Yin malah menjauh, khawatir kalau-kalau tak berbeda
Dengan Kho, pacarnya dulu di Jakarta,
Yang meninggalkannya setelah tahu ia diperkosa.

13 tahun sudah ia di Amerika, tumbuh keinginannya
Untuk pulang ke tanah kelahirannya, Indonesia;
Waktu itu usianya menginjak tiga puluh lima
Ia ingin memulai hidup baru, membangun keluarga.

Ingin punya suami, ingin punya anak
Rindu kampung halaman tempat ia dilahirkan dan dibesarkan
Rindu teman-teman remaja, rindu masa-masa menghabiskan waktu
Jalan-jalan dan bercanda ria di Mal Citraland.

Tapi kemarahannya pada Indonesia masih menyala
Trauma diperkosa masih berujud horor baginya.
Fang Yin membatalkan niatnya untuk kembali
Baginya Indonesia masa silam yang kelam

Kenangan pada Kho membekas di benaknya.
Tak ia ketahui di mana kini pemuda itu berada.
Dibukanya secarik surat yang sejak 12 tahun lalu
Akan dikirimkannya ke pemuda itu, tapi selalu dibatalkannya.

Kho, apa kabarmu
Aku sendiri di sini
Dulu katamu akan menemaniku
Terutama di kala susah
Itu sebabnya kuterima cintamu
Aku sangat susah hati, Kho
Aku ingin dengar suaramu.

Ia sering coba menghubunginya lewat telepon
Tak pernah ada jawaban, bagai raib begitu saja.
Mungkin Kho juga mengungsi, tapi entah ke mana
Fang Yin tidak pernah tahu lagi tentangnya.

Satu-satunya kenangan dari Kho
Yang sampai sekarang masih disimpannya
Adalah selembar sapu tangan
Yang saat ini ia genggam erat-erat, merisaukannya.



/4/

Ingin ia bakar selembar kenangan itu
Saksi satu-satunya, sisa trauma masa lalu
Selama ini disimpannya diam-diam setangan itu
Tak ingin ada orang lain mengganggu.

Ditatapnya kembali sapu tangan itu
Ia sentuh permukaannya, masih terasa
Bekas air mata yang tetes demi tetes membasahinya dulu
Bagian abadi dari hidupnya.

Setahun lalu psikolognya, warga Amerika, bilang
Ia nyaris sembuh. Dan akan lengkap sembuhnya
Jika ia ikhlas menerima masa lalu yang telah hilang
Sebagai bagian dari permainan nasib manusia.

Kepada psikolog itu Fang Yin berhutang nyawa.
Beberapa kali perempuan itu nyaris bunuh diri
Tetapi karena ia menemaninya setiap hari
Jiwa anak keluarga kaya itu pun beranjak sembuh kembali.

Ia ulang-ulang mantra psikolog itu,
Ia coba pahami apa yang ada di balik kata-katanya:
Terimalah kenyataan apa adanya!
Berdamailah dengan masa lalu.

Di bulan ke empat, ia mulai rasakan khasiat
Masa lalu tidak lagi menjadi bom di kepala
Namun kenangan itu bagai tawon yang tak henti menyengat
Tidak dengan mudah minggat.

/5/

Ditatapnya kembali sapu tangan itu:
Tampak tayangan sinema di permukaannya:
Tergambar rumahnya di Kapuk, Jakarta Utara
Sebuah bangunan yang tinggi temboknya.

Berjajar di samping rumah-rumah lain
Yang pagarnya seakan berlomba
Mana yang paling tinggi, mana yang paling kokoh.
Semua dihuni warga keturunan Tionghoa.3

Namun, tembok setinggi apa pun
Ternyata tak mampu mengamankannya
Tak mampu membendung gelombang huru-hara
Yang membakar Jakarta.

Hari itu Selasa 12 Mei 1998.
Fang Yin tidak kuliah, di rumah saja;
Ia hanya menonton televisi
Semuanya menyiarkan berita itu-itu juga.

Mimbar bebas di kampus-kampus
Unjuk rasa di mana-mana
Menuntut Soeharto turun
Dianggap tak mampu pulihkan ekonomi negara.

Perusahaan-perusahaan gulung tikar
Pengangguran merajalela
Harga barang-barang pokok melambung
Nilai rupiah semakin terpuruk.

Gerakan mahasiswa yang mula-mula hanya unjuk rasa
Gerakan Reformasi mula-mula namanya
Segera berubah menjadi gelombang besar demonstrasi
Tak bisa dibendung lagi.

Sore hari, Selasa 12 Mei
Di depan Universitas Trisakti
Empat mahasiswa tewas tertembak:
Malam pun mencekam, gejolak merebak.

Rabu 13 Mei 1998
Ribuan mahasiswa berkumpul
Di Universitas Trisakti
Duka cita berbaur teriakan kerumunan massa.

Tak diketahui dari mana rimbanya
Siang hari semakin dipenuhi massa
Dan, tiba-tiba saja, sekelompok orang
Membakar ban-ban bekas di tengah jalan.

Asap hitam pun membubung tinggi
Truk yang melintas dihentikan massa
Dan teriakan bergema, semakin liar:
Bakar! bakar!

Massa bagai kerumunan semut
Merangsek ke tengah-tengah kota
Turun dari truk-truk yang muncul tiba-tiba
Entah dari mana datangnya.

Teriakan pun berubah arahnya
Dan terdengar Bakar Cina! Bakar Cina!
Gerombolan yang tegap dan gagah
Menyisir toko, kantor, dan pemukiman Tionghoa.

Mereka memasuki rumah-rumah kaum sipit mata
Menyeret para penghuninya, menghajar para pria
Memperkosa perempuannya. Dan semakin siang
Semakin tak terbilang jumlahnya.

Ditemani seorang pembantu, Fang Yin menyaksikan
Adegan demi adegan horor itu di televisi. Ketakutan menyergapnya!
Ia telepon ayahnya di kantor, tak bisa pulang
Jalanan dipenuhi massa, tak terbilang.



/6/

Hantu yang ditakutinya pun menjelma –
Didengarnya suara-suara memekakkan telinga
Segerombolan orang merusak pagar rumahnya
Mereka masuk dan membunuh anjing herdernya.

Pembantunya sempat berteriak, lalu terkapar
Oleh para berandal itu ia dihajar.
Fang Yin lari mengunci diri di dalam kamar
Berteriak, melolong, meminta tolong.

Tak ada yang mendengar. Mungkin tetangganya
Juga tengah menghadapi ketakutan yang sama.
Pintu kamar Fang Yin didobrak, masuklah lima pria
Bertubuh tegap – ke ranjang mereka menyeretnya.

Rambutnya dijambak
Pakaiannya dikoyak-moyak
Dan dengan kasar
Mereka pun memukul, menampar.

Fang Yin pun menjerit, mohon ampun,
Jangan…Jangan…
Saya punya uang.
Ampun. Jangan.

Bagai sekawanan serigala mereka:
Seseorang memegang kaki kirinya
Seorang lagi merentang kaki kanannya
Yang lain menindih tubuhnya.

Wahai, terenggut sudah kehormatannya!
Yang lain bersiap menunggu giliran
Ganas seringainya, tak ada belas
Bagi seorang perawan.

Fang Yin meronta sebisa-bisanya
Berteriak sekuat-kuatnya
Bergerak-gerak mempertahankan kehormatannya
Memukul, menjambak sekenanya.

Di antara sakit dan cemas yang tiada taranya
Sempat didengarnya para berandal tertawa
Melahapnya: Hihihihi, hahahaha –
Fang Yin pun kehilangan kesadarannya.

/7/

Fang Yin, ya, Fang Yin yang malang –
Ketika dibukanya mata
Didapatinya dirinya terbaring
Di rumah sakit.

Saat itu Kho, pacarnya, datang menjenguk
Memberinya sapu tangan;
Fang Yin menghapus tetes air matanya –
Sapu tangan itulah yang setia menyertainya.

Tersimpan di sapu tangan itu tetes air matanya yang pertama
Tetes air matanya yang kedua
Tetes air matanya yang kesepuluh
Tetes air matanya yang keseribu

Tersimpan pula di sana malam-malamnya yang sepi
Ketika ia meminta Tuhan membuatnya mati saja
Ketika ia merasa diri lunglai, tak lagi bertulang
Sapu tangan itu merekam seperti buku diary.

Rina, sahabat dekatnya, membelainya
Yang menyertai Kho menjenguknya.
Rina sangat memahaminya,
Rina banyak membantunya.

Infus mengalir di sebelah tangannya
Ayah dan ibunya menangis memeluknya;
Fang Yin mengingat-ingat apa yang terjadi
Membayangkan apa yang telah dialami.

Memar tersebar di sekujur tubuh
Dan teringatlah: ia telah diperkosa!4
Fang Yin menjerit kuat sekali
Seisi rumah sakit mendengarnya,

Tolong…tolong…
Ampun, ya Tuhan
Tolong aku
Ampun, ampun…



/8/

Jakarta lautan api! Di mana pula aparat keamanan?
Tak tampak sama sekali.
Kerusuhan pun menjalar liar
Bagaikan api, bagaikan ular.

Warga Jakarta terkesima.
Begitu banyak orang-orang datang
Begitu saja, entah dari mana
Tak ada yang kenal mereka.

Didrop truk di lokasi tertentu
Mereka kekar dan tegap –
Mereka merusak, mereka membakar,
Mereka menjarah – dan massa pun terpancing.

Dan ketika kerumunan semakin banyak
Dan ketika tak ada lagi aturan yang tegak
Para penjarah meninggalkan lokasi –
Massa pun mengamuk tanpa sebab yang pasti.

Mereka berebut menjarah, saling mendahului
Tunggang-langgang, tindih-menindih terjebak api
Dalam bangunan yang menyala-nyala
Terpanggang hidup-hidup – dan tewas sia-sia.5



/9/

Fang Yin dan keluarga tidak paham politik
Apa lagi masalah militer.6
Mereka cari nafkah berdagang saja
Dan ketika bingung, tak tahu harus mengadu ke mana.

Bumi Indonesia gonjang-ganjing, langit berkilat-kilat
Sedangkan Presiden Soeharto berada di Mesir sana;
Situasi menjadi semakin parah
Menanti Sang Presiden kembali.

Tahun 1998, tanggal 15 Mei
Pukul 4.30 dini hari
Soeharto menyatakan tak bersedia mundur;
Ketegangan memuncak, ketenteraman pun hancur.

Warga Tionghoa yang mulai tenang
Kembali khawatir kalau huru-hara kembali datang;
Mereka jual barang-barang mereka, banting harga
Bersiap-siap hengkang ke mancanegara.

Di rumah sakit, Fang Yin masih terbaring lemah.
Ia menduga kerusuhan akan kembali terjadi
Dan orang-orang tegap yang brangasan
Akan memperkosanya lagi.

Papi, apa salah saya? Kenapa saya diperkosa?
Apa salah saya, Papi?
Ayahnya tak menjawab,
Dipeluknya anaknya erat-erat.

Kho, pacarnya, terdiam dan mulai dingin sikapnya.
Fang Yin menjerit-jerit –
Seorang guru spiritual coba menghentikannya
Mengajarkan keikhlasan Konghucu.

Disampaikannya hakikat shio;
Fang Yin adalah gadis Naga, dan 1998 adalah Macan –
Naga kurang beruntung di tahun itu
Dan harus menerima dengan dada terbuka.

Diuraikannya prinsip Ren Dao
Ajaran tentang hubungan antarmanusia;
Ya, sebuah kitab kecil, Kitab Meng Zi:
Dan dibacakannya,

Dengarkan:
Yang tidak susila jangan dilihat
Yang tidak susila jangan didengar
Yang tidak susila jangan dibicarakan.

Dengan penuh kasih dipegangnya kening Fang Yin
Ia tatap matanya, dialirkannya enerji,
Ditumbuhkannya semangat hidup,
Dan dengan tenang dikatakannya,

Fang Yin, Ini bencana sudah terjadi
Lupakan saja. Mulailah hidup baru –
Keikhlasan akan mengalahkan kemalangan
Keyakinan akan mengalahkan derita.

Di televisi rumah sakit, Fang Yin mendengar diskusi:
Dalam sejarah Indonesia, warga Tionghoa
Acap jadi korban amuk massa.7
Uhhhh… Fang Yin tidak paham sejarah.

/10/

Demikianlah seminggu setelah peristiwa
Fang Yin dan keluarga terbang ke Amerika;
Bukan karena tidak cinta Indonesia, kata ayahnya,
Tetapi keadaanlah yang telah memaksa.

Ayah bercerita tentang kerabat kakek buyut mereka
Pejuang kemerdekaan, sahabat Bung Karno;
Sie Kok Liong namanya
Pemilik Gedung Kramat 106.

Di gedung itu dulu diselenggarakan Kongres Pemuda
Yang melahirkan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928;
Apa gerangan arti Indonesia bagi Fang Yin dan keluarganya?
Mereka harus hengkang demi keselamatan jiwa.



/11/

Kini 13 tahun setelah musibah itu
Fang Yin mendengar Indonesia sudah stabil kembali;
Beberapa warga keturunan Tionghoa menjadi menteri
Tradisi Imlek diberi hak hidup seperti dulu lagi.

Barongsai bebas melanggak-lenggok,
Koran berbahasa Cina sudah boleh beredar
Program berbahasa Cina ditayangkan di televisi.
Agama Konghucu sudah diakui.8

Komunitas Tionghoa Indonesia di manca negara
Kadang jumpa, berbagi cerita tentang Imlek dan segala rupa;
Sudah banyak yang ganti negeri
Menjadi warga Amerika, Singapura, dan lain-lainnya.

Tampaknya, bagi mereka Indonesia adalah masa silam
Yang kelam hitam;
Namun, Imlek masih tetap menyatukan mereka
Walau berbeda agama dan negara.

Ayah Fang Yin teguh pendirian
Pantang jadi warga negara lain;
Kepada Fang Yin ayahnya sering berpesan
Dan mewanti-wanti,

Fang Yin, kau anak Indonesia sejati
Jangan pindah menjadi warga lain negeri.
Ayahnya mendapatkan rezeki di Indonesia
Pada waktunya harus kembali ke sana.

Dan ia tentu saja marah ketika diketahuinya
Fang Yin sudah pindah warga negara;
Paspor Amerika Serikat sudah di tangannya,
Prosesnya dibantu oleh seorang pengacara.

Fang Yin banyak diberi tahu ayahnya tentang Indonesia
Agar tumbuh kembali cinta tanah airnya
Negeri yang sejak dulu mereka bela –
Sejak zaman pergerakan yang melibatkan buyutnya.

Fang Yin adalah gadis yang rajin membaca:
Perpustakaan menyediakan segala macam buku,
Buku menyediakan segala macam ilmu,
Dan ilmu akan bisa mengubah manusia.

Tetapi gadis itu sudah pasti dengan dirinya
Tak ingin melihat Indonesia lagi;
Ayahnya sudah putus asa
Meyakinkan Fang Yin untuk kembali.

Dan ketika Ayah pulang ke Indonesia
Fang Yin tetap berkeras hati
Untuk tinggal di Amerika Serikat sendiri –
Budaya modern pegangannya, kebebasan sandarannya.

Fang Yin suka perlindungan hukum
Itu sebabnya ia marah kepada Indonesia;
Fang Yin tak suka kekerasan
Itu perkara ia benci Indonesia.

Namun, karang pun bisa goyah oleh ombak besar:
Samudra bisa menjadi padang pasir
Apa yang tak berubah di bawah Matahari?
Nasihat ayahnya sudah begitu dalam berakar.

Amerika hanyalah tempat sementara untuk singgah
Tapi kita lahir di Indonesia, jadi mati sebaiknya di sana –
Luka masa silam harus dilawan
Cinta Ibu Pertiwi harus ditumbuhkan.

Dan selangkah demi selangkah, dengan susah payah
Kemarahan Fang Yin pun mulai reda
Walau kesedihan atas huru-hara itu
Masih membayang seperti hantu.

Fang Yin mulai tumbuh jati diri
Bertahun buku filsafat, sastra, agama, politik dilahapnya;
Ilmu pengetahuan memahatnya
Derita panjang masa silam justru melezatkan sikap hidupnya.

Dan sesudah tiga belas tahun berlalu
Fang Yin mulai merasakan rindu.
Terkenang kampung halaman, masa remaja di Jakarta;
Tak sadar, disebutnya nama Albert Kho, cinta pertamanya.

Di manakah engkau kini, pujaan hatiku?
Sejak kepindahannya ke Amerika,
Mereka tak pernah lagi menjalin hubungan;
Hanya sapu tangan itu yang kini tersisa.

Selentingan ia dengar kabar, Kho sudah berkeluarga
Rina nama istrinya, dulu sahabat kental Fang Yin –
Ia juga seorang keturunan Tionghoa;
Keduanya telah menjadi Muslim dan Muslimah.

Terbayang olehnya saat Kho dan Rina
Menjenguknya di rumah sakit dulu;
Fang Yin hanya bisa diam, menyimpan kepedihan
Ditinggal orang yang sudah sangat lekat di hati.

/12/

Fang Yin kembali berlutut di hadapan sapu tangan,
Korek api ia nyalakan –
Ingin dibakarnya sisa kenangan pacarnya dulu:
Masa silam harus segera dihapus dari ingatan.

Albert Kho harus pula aku lupakan, katanya.
Tangan yang memegang korek kembali gemetar;
Ia ketakutan, seolah api itu akan menghanguskan dirinya;
Dan api pun tak jadi berkobar.

Fang Yin menangis.
Mula-mula perlahan, lama-lama semakin mengiris –
Ditahan-tahankannya
Agar tak ada orang lain mendengar.

Ia nyalakan lagi korek api –
Dan tanpa pikir panjang, ia bakar sapu tangan itu;
Api menyala, sapu tangan terbakar
Ia melihat seluruh dirinya yang lama menjadi abu.

Masa silam terbakar,
Derita panjang ikut terbakar,
Cinta pada Kho terbakar
Cemburu pada Rina pun lenyap terbakar.

Dan kemarahannya pada Indonesia?
Terbakar sudah, bagai ritus penyucian diri;
Semesta seolah berhenti
Waktu senyap – lama sekali.

Dan sapu tangan pun jadi seonggok abu.
Fang Yin merasa lahir kembali
Jadi perempuan yang sama sekali baru
Bersih dari kengerian masa lalu.

Air mata menetes mengiringi api,
Sapu tangan tak ada lagi.
Ia kini berhasil berdamai dengan masa silam
Ia kini berhasil menjadi Fang Yin yang baru.

Khusyuk ia berdoa: Ya Tuhan, tumbuhkan keberanian
Aku berniat kembali ke Ibu Pertiwi
Ijinkan kuhabiskan sisa hidup di sana
Tanah yang melahirkanku, jadikan juga tanah yang nanti menguburku.



/13/

Apa arti Indonesia bagi Fang Yin?
Lahir di sana tak ia minta
Ketika trauma masih menganga
Indonesia hanya kubangan luka.

Kini ia melihat Indonesia dengan mata berbeda
Negeri itu menjadi cermin dirinya yang terus berubah
Ia ingin seperti buyutnya
Lahir, cari nafkah, berjuang lalu mati di sana.

Indonesia masuk lagi dalam kalbunya
Seperti nyiur yang melambai-lambai
Mengimbaunya untuk segera pulang!
Fang Yin merasakan rindu, menitikkan air mata.

Menurut kalender Cina, 2012 adalah Shio Naga
Akan baik peruntungannya;
Ia rindu masa remaja,
Ia rindu tempat dulu menghabiskan senja di Jakarta.

13 tahun lalu, ia datang ke Amerika
Membawa kemarahan yang sangat
Membawa dendam kesumat
Kepada Indonesia.

Kini ia ingin pulang, rindunya membara
Ia ingin Indonesia seperti dirinya: menang melawan masa lalu
Musibah dan bencana datang tak terduga
Yang penting harus tetap punya mimpi.

Ini Indonesia baru, katanya, kata mereka.
Ya, ya – niatnya pun teguh: Aku segera kembali ke sana!
Aku segera pulang ke sana!
Aku segera hidup di sana!

***

  1. Dalam puisi ini, kata Tionghoa dan Cina merujuk pada kelompok etnis yang sama. Tionghoa diekspresikan sebagai ucapan netral. Sedangkan Cina lebih merupakan “umpatan negatif” yang dilontarkan massa dalam kisah huru-hara.
  2. Tercatat sekitar 70.000 warga keturunan etnis Cina meninggalkan Indonesia pascakerusuhan Mei 1998 itu. Lihat, Ivan Wibowo (ed.), COKIN: So What Gitu Lho! (Jakarta: Komunitas Bambu-Jaringan Tionghoa Muda, 2008), h. viii.
  3. Kawasan-kawasan eksklusif yang menjadi hunian warga keturunan Cina mirip dengan kebijakan penjajah Belanda di masa lalu. Mereka sengaja ingin memisahkan orang-orang Cina supaya tidak berinteraksi dengan pribumi. Sebab kalau itu dibiarkan, ia bisa menjadi kekuatan sosial yang besar dan membahayakan penjajah. Kebijakan ini disebut Wijkenstelsel di mana Belanda menciptakan pemukiman etnis Cina atau pecinan di sejumlah kota besar di Hindia Belanda. Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Tionghoa-Indonesia, Era Kolonial. Anehnya, model pemukiman seperti itu tetap dilanjutkan sampai sekarang.
  4. Pada 13-14 Mei itu, banyak gadis Cina yang bernasib sama dengan Fang Yin. Bukan hanya di Jakarta, tapi juga di Bandung, Solo, Medan, Makassar dan kota-kota lain. Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) mencatat 78 orang perempuan Cina menjadi korban perkosaan, 85 orang mengalami kekerasan seksual, disiksa alat kelaminnya dengan benda tajam. Korban yang meninggal dunia tercatat sekitar 1.217 orang (1.190 orang di antaranya meninggal akibat terbakar), luka-luka 91 orang, dan hilang 31 orang. Lihat dalam Ester Indahyani Jusuf, Hotma Timbul, Olisias Gultom, Sondang Frishka, Kerusuhan Mei 1998 Fakta, Data dan Analisa: Mengungkap Kerusuhan Mei 1998 Sebagai Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Jakarta: SNB dan APHI, 2007), h. 177.
  5. Sehari setelah pecah kerusuhan 13 Mei, para jenderal pergi ke Malang untuk menghadiri upacara komando pengendalian (Kodal) Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) dari divisi I ke divisi II. Huru-hara masih berlangsung, korban masih bergelimpangan. Ketika kerusuhan itu terjadi, Presiden Soeharto sedang berada di Kairo, Mesir, untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-15. Ia dengan penuh percaya diri meninggalkan tanah air pada 9 Mei 1998 karena yakin tak akan terjadi peristiwa besar seperti kerusuhan atau kudeta tentara, karena pada saat itu demonstrasi sering terjadi dan menjadi kegiatan rutin. Lihat, misalnya, Tjipta Lesmana, Dari Soekarno Sampai SBY: Intrik dan Lobi Politik Para Penguasa (Jakarta: Gramedia, 2009), h. 120.
  6. Para pengamat menyebutkan, saat itu sedang terjadi rivalitas Prabowo dan Wiranto. Letjen TNI Prabowo yang pada saat itu menjabat Pangkostrad ingin mengalahkan seniornya Panglima ABRI Wiranto. Peristiwa Trisakti dituduhkan kepada Prabowo. Tapi pihak Prabowo membantahnya. Prabowo juga dituding terlalu dekat dengan tokoh-tokoh reformasi, dan ditengarai menyetujui tuntutan Soeharto mundur. Katanya, ia sedang mematangkan situasi untuk ambil alih kekuasaan. Sementara itu, Wiranto dianggap tetap menginginkan Soeharto bertahan. Maka ketika Ketua MPR Harmoko menuntut Soeharto mundur, Wiranto mengatakan bahwa itu pendapat pribadi Harmoko yang sama sekali tidak konstitusional. Begitu banyak kabar burung yang beredar. Kajian menarik menyangkut hal ini lihat, misalnya, Dian Andika Winda dan Efantino Febriana, Rivalitas Wiranto-Prabowo : Dari Reformasi 1998 hingga Perebutan RI-1 (Yogyakarta: Bio Pustaka, 2009).
  7. Beberapa kasus kerusuhan anti-Cina yang pernah terjadi yaitu: (dikutip dari http://sosbud.kompasiana.com/2011/05/11/ riwayat-kerusahan-rasial-di-indonesia/… Lihat juga, Karta Raharja Ucu, “Tionghoa dan Sejarah Kelam Kerusuhan di Indonesia”, http://m.today.co.id/index.php?kategori=nasional&sub=nasional&detail=8182) Bandung, 10 Mei 1963. Kerusuhan anti-Cina terbesar di Jawa Barat. Awalnya, terjadi keributan di kampus Institut Teknologi Bandung antara mahasiswa pribumi dan non-pribumi. Keributan berubah menjadi kerusuhan yang menjalar ke mana-mana, bahkan ke kota-kota lain seperti Yogyakarta, Malang, Surabaya, dan Medan.    Pekalongan, 31 Desember 1972. Terjadi keributan antara orang-orang Arab dan keturunan Cina. Awalnya, perkelahian yang berujung terbunuhnya seorang pemuda Cina. Keributan terjadi saat acara pemakaman. Palu, 27 Juni 1973. Sekelompok pemuda menghancurkan toko Cina. Kerusuhan muncul karena pemilik toko itu memakai kertas yang bertuliskan huruf Arab sebagai pembungkus dagangan. Bandung, 5 Agustus 1973. Kasus serempetan gerobak dengan mobil berbuntut perkelahian. Kebetulan penumpang mobil orang-orang Cina. Akhirnya, kerusuhan meledak di mana-mana. Ujungpandang, April 1980. Suharti, seorang pembantu rumah-tangga meninggal mendadak. Kemudian beredar desas-desus: Ia mati karena dianiaya majikannya Cina-nya. Kerusuhan rasial meledak. Ratusan rumah dan toko milik warga keturunan Cina dirusak. Medan, 12 April 1980. Sekelompok mahasiswa USU (Universitas Sumatera Utara) bersepeda motor keliling kota, sambil memekikkan teriakan anti-Cina. Kerusuhan itu bermula dari perkelahian. Solo, 20 November 1980. Kerusuhan melanda kota Solo dan merembet ke kota-kota lain di Jawa Tengah. Bermula dari perkelahian pelajar Sekolah Guru Olahraga, antara Pipit Supriyadi dan Kicak, seorang pemuda keturunan Tionghoa. Perkelahian itu berubah menjadi perusakan dan pembakaran toko-toko milik orang-orang Cina. Surabaya, September 1986. Pembantu rumah tangga dianiaya majikannya yang keturunan Cina. Kejadian itu memancing kemarahan masyarakat Surabaya. Mereka melempari mobil dan toko-toko milik orang-orang Cina. Pekalongan, 24 November 1995. Yoe Sing Yung, pedagang kelontong, menyobek kitab suci al-Quran. Akibat ulah penderita gangguan jiwa itu, masyarakat marah dan menghancurkan toko-toko milik orang-orang Cina. Bandung, 14 Januari 1996. Massa mengamuk seusai pertunjukan musik Iwan Fals. Mereka melempari toko-toko milik orang-orang Cina. Pemicunya, mereka kecewa tak bisa masuk pertunjukan karena tak punya karcis.Rengasdengklok, 30 Januari 1997. Mula-mula ada seorang keturunan Cina yang merasa terganggu suara beduk Subuh. Percekcokan terjadi. Masyarakat mengamuk, menghancurkan rumah dan toko Cina. Ujungpandang, 15 September 1997 Benny Karre, seorang keturunan Tionghoa dan pengidap penyakit jiwa, membacok seorang anak pribumi, kerusuhan meledak, toko-toko Tionghoa dibakar dan dihancurkan. Februari 1998 Kraksaan, Donggala, Sumbawa, Flores, Jatiwangi, Losari, Gebang, Pamanukan, Lombok, Rantauprapat, Aeknabara: Januari – Anti Tionghoa. Kerusuhan Mei 1998 Salah satu contoh kerusuhan rasial yang paling dikenang masyarakat Tionghoa Indonesia yaitu Kerusuhan Mei 1998. 5-8 Mei 1998 Medan, Belawan, Pulobrayan, Lubuk-Pakam, Perbaungan, Tebing-Tinggi, Pematang-Siantar, Tanjungmorawa, Pantailabu, Galang, Pagarmerbau, Beringin, Batangkuis, Percut Sei Tuan: Ketidakpuasan politik yang berkembang jadi anti Tionghoa. Jakarta, 13-14 Mei 1998. Kemarahan massa akibat penembakan mahasiswa Universitas Trisakti yang dikembangkan oleh kelompok politik tertentu jadi kerusuhan anti-Cina. Peristiwa ini merupakan peristiwa anti-Cina terbesar sepanjang sejarah Republik Indonesia. Sejumlah perempuan keturunan Tionghoa diperkosa. Solo, 14 Mei 1998. Ketidakpuasan politik yang kemudian digerakkan oleh kelompok politik tertentu menjadi kerusuhan anti Tionghoa.
  8.  Salah satu pencapaian penting ialah keluarnya UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia di mana dalam Pasal 2 disebutkan: “Yang menjadi warga negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.” Itu berarti eksistensi warga keturunan Cina semakin terlindungi secara hukum dan konstitusi.



Tuesday, 24 September 2013

Pekerja Serba Bisa, Efisiensi atau Ilusi?

(Image by © Jon Feingersh/Blend Images/Corbis)

Selamat siang menjelang sore, semuanya! Itu yang ngantuk, coba bikin teh atau kopi gitu. Ssstt..kalo yang di kantor, jangan sampe ketahuan bos itu pas lagi merem hehehe ^_^

Sebuah tawaran pekerjaan yang saya lihat baru saja, mengingatkan saya terhadap fenomena yang sempat saya tangkap sudah agak lama. Sesuai dengan judul saya, pekerja serba bisa, apakah ini dilakukan demi efisiensi ataukah hanya berupa harapan yang tak nyata dari para pemberi kerja.

Bukannya saya sok tahu bahwa perusahaan itu butuh efisiensi atau menutup mata dari kenyataan bahwa ada pekerja yang dapat melakukan hampir semuanya, alias serba bisa. Tapi, saya sendiri percaya profesionalitas tidak diperoleh dalam satu malam. Sebagaimana artikel saya sebelumnya "Berapa Waktu yang Dibutuhkan untuk Jadi Ahli?" yang antara lain memaparkan bahwa dibutuhkan sekitar 10 ribu jam untuk seseorang dapat menguasai satu bidang tertentu. Untuk lebih jelasnya, mungkin bisa di klik judul artikelnya ya.

Nah, jadi saya sendiri agak kurang setuju ketika melihat sebuah tawaran kerja dari pemberi kerja yang seakan-akan menginginkan satu orang pekerjanya dapat mengerjakan segalanya.

Misalnya, saya membaca sebuah majalah baru yang membuka lowongan untuk posisi desain gambar, sekaligus membuat tulisan dari hasil wawancara, menyusun rubrik, sekaligus memahami marketing.

Maaf ya, bukan bermaksud menyinggung pihak tertentu dalam hal ini? But, are you serious? Get real, babe!

Minimal ada tiga jalur profesional disana yaitu desain, jurnalistik dan marketing. Bagaimana bisa mengharapkan satu orang memiliki tiga keahlian tersebut dalam arti profesional?

Maksud saya, bisa saja, seorang yang memiliki kemampuan jurnalistik memiliki kemampuan mendesain ataupun marketing? Tapi, kalau itu sebatas hobi ataupun sampingan, seberapa profesional ia bisa berlaku?

Sebagaimana salah satu media besar di Indonesia, mereka sangat menjaga agar para jurnalisnya bekerja dengan profesional, caranya dengan sebisa mungkin memisahkan antara jurnalis dan marketing. Namun, dalam prakteknya, masih ada media yang tidak terlalu saklek memisahkan ini. Taruhannya? Tentu saja profesionalitas dan netralitas dari sang jurnalis, yang kemudian berbuntut pada redaksional secara keseluruhan.

Yang saya lihat fenomena semacam ini semakin banyak terjadi. Tidak hanya dari profesi diatas yang saya ceritakan. Pekerja diharapkan bekerja sebanyak mungkin dalam berbagai bidang. Saya mungkin lebih setuju dengan proses rolling yaitu ketika seorang pekerja dipindahkan dari bidang yang biasa ia kerjakan, namun tetap dengan mempertimbangkan latar belakangnya.

Jika seorang karyawan di bidang Legal atau Hukum, kemudian dipindahkan ke bagian Sumber Daya Manusia (SDM), mungkin masih nyambung. Tapi, kalau kemudian ia dipindahkan ke bagian keuangan, hehehe saya ragu pekerja tersebut bisa langsung berfungsi secara profesional.

Memang melakukan efisiensi di kantor bukan sesuatu yang tabu, namun sebaiknya tetaplah berpijak pada kenyataan bahwa rangkap kerja itu tidak selamanya baik. Jika memang perusahaan beruntung menemukan pekerja ideal tersebut, janganlah disia-siakan dan ada baiknya jika kemudian membantunya menemukan jalur profesional sejatinya, yang pada akhirnya keuntungan akan kembali ke perusahaan tempatnya bekerja.


Monday, 23 September 2013

Trik Menjaring Inspirasi Menulis

Tak hanya ikan, inspirasi pun harus pintar-pintar menjaringnya (sumber: emilwe.wordpress.com)

Assalamualaikum teman-teman. Hari Senin, gak lengkap rasanya kalo belum ngeblog. Iya kan, kan, kan..hehehe

Kalau di kalangan penulis di kenal writer's block, seharusnya sebagai blogger juga bisa aja kena sindrom yang sama, kan kita juga sama-sama nulis.Tapiii, seharusnya blogger itu gak perlu ngalamin itu. Looh emangnya kenapa?

Kalau penulis lain, bisa kena hambatan nulis, misalnya karena tema yang sudah ditentukan. Seperti seorang penulis novel, yang tiba-tiba dalam bab tertentu mengalami kesulitan mengembangkan alur. Padahal, dia sudah membuat kerangka yang jelas sebelumnya.

Ataupun, seorang jurnalis yang bingung mau mengangkat tema apa lagi yang sekiranya disukai pembaca untuk edisi bulan depan. Mungkin karena terlalu banyak liputan sehingga tidak fokus.

Nah, seharusnya faktor-faktor seperti diiatas tidak berlaku untuk blogger bukan? Kecuali untuk tulisan tertentu yang membutuhkan tema seperti lomba atau giveaway, rasanya blogger bisa lebih bebas menentukan tulisannya. Tak hanya tema, cara penulisan dari blogger pun lebih longgar dibandingkan penulisan di media publik, sebagaimana yang saya alami sewaktu menjadi jurnalis.

Misalnya, saya hari ini sedang menghadapi anak yang mogok sekolah. Kalau saya jurnalis sih, apalagi jurnalis ekonomi, hal itu kan tidak bisa serta merta saya tulis di media saya, hehe bisa-bisa diomelin redaktur siang malam selama satu bulan penuh. Tapi, beda lagi kan kalau saya tulis di blog pribadi, saya mau tulis tentang penyebab anak saya mogok sekolah, ataupun juga cara saya mengatasi atau segala hal yang mungkin saya rasakan, tidak masalah.

Ingin menulis kisah fiksi di blog? sah-sah saja. Hanya saja untuk saya pribadi, merasa belum mampu. Tapi, untuk teman-teman yang punya kemampuan untuk menulis fiksi, teruslah berlatih di blog. Keuntungannya, bisa dapat masukan ataupun kritik dari para rekan blogger yang lebih berpengalaman ataupun pembaca lain.

Namun, bukan berarti menulis dengan tema tertentu seperti lomba atau giveaway itu tidak mengasah kemampuan menulis loh ya. Apalagi lomba yang diikuti oleh ratusan orang, kita harus kreatif mencari sudut pandang yang berbeda dari penulis lain, sekaligus tetap mematuhi tema agar dilirik oleh para juri.

Saya sendiri kerap menulis tema yang terlintas di pikiran saya di ponsel. Kadang saya tulis hanya draft sms, agar saya tidak lupa. Kalau adanya pulpen dan kertas, ya boleh juga. Bahkan, nota pembayaran dari minimarket sering saya gunakan bagian belakangnya untuk sekedar menulis sebuah ide yang terlintas.

Catatan saya juga pendek-pendek kok. Misalnya, saat saya mendengar keluhan teman yang merasa pendidikan anaknya di sekolah kurang dari segi akademis, saya tulis "seberapa penting nilai akademik di sekolah" yang kemudian jadi sebuah tulisan Pendidikan atau Pembelajaran

Ataupun, ketika saya terinspirasi menulis dari kejutan lumpia dari suami, saya tulis dalam draft "kejutan lumpia dari ayah". Yang kemudian hasil tulisannya Cinta dalam Sebungkus Lumpia Basah

Menurut pengalaman saya pribadi, menulis dengan tema apa pun dalam bentuk apa pun tetap saja mengasah kemampuan kita menulis. Dapat membantu kita mengenali kelebihan cara penulisan kita, sekaligus terus memperbaiki kelemahan yang sekiranya kita miliki.

Biasanya, saat menulis satu topik, tak jarang kita menjadi terpikir tema lain yang berkaitan ataupun tidak berkaitan yang terpicu dari ingatakan jangka panjang kita. Yang penting terus menulis dan menulis yaa.Jadi, gak sulit lagi kan untuk mengisi blog.

Hmm besok saya nulis apaan lagi yaa? ^_^





Saturday, 21 September 2013

Rasanya Baru Kemarin...

I love you, my baby

Assalamualaikum. Selamat malam. Hari ini rasanya pengen nulis, tapi kok otak rasanya sedang tidak bisa konsentrasi. Akhirnya, browsing sana sini, blogwalking ke mana-mana. Lihat-lihat akun Facebook, dan akhirnya ngecek akun Facebook sendiri, iseng lihat notes.

Ternyata ada beberapa puisi yang pernah di-upload. Ada yang dibuat sendiri, ada juga yang merupakan copas dari pujanggan kenamaan atau bahkan copas yang tidak lagi diketahui sumbernya karena sudah saking lamanya ^_^

Dan, ketemu salah satu puisi untuk sulungku, Rachma Aylaa Santoso. Waktu itu tahun Januari 2009, usia Aylaa baru dua tahun lebih tiga bulan. Saat itu, saya sedang melow lantaran akan terbang ke Eropa selama dua bulan. Makin dipikir, makin galau. Rasanya pengen batalin, tapi kok ya sayang. Tapi, juga ngerasa gak sanggup ninggalin suami dan anak selama itu. Jangankan dua bulan, sebelumnya saya pernah liputan nginep semalem aja, perasaan udah gak jelas. Apalagi dua bulan, mak.

Meskipun akhirnya jadi berangkat, tapi sebagaimana diperkirakan, perasaan saya galau berlarut-larut disana dan berhasil membuat tagihan ponsel melesat hingga menghabiskan sebagian uang saku. Gimana nggak, tiap kangen langsung nelpon, gak peduli apa2, padahal tarifnya luar biasa hihihi.

Nah, begini nih curahan hati saya waktu itu.

Rasanya baru kemarin...

Rasanya baru kemarin... Ibu menggendong aylaa yang mungil karena berat badan lahir cuma 2,6 kilogram.
Rasanya baru kemarin... menggendong Aylaa yang bangun hampir dua jam sekali untuk disusui.
Rasanya baru kemarin...mendengar kalimat babling Aylaa yang lucu.
Rasanya baru kemarin... tertawa senang melihat langkah pertama Aylaa.

Sekarang di usia 2 tahun, Aylaa sudah semakin besar dan mandiri.
Makan maunya sendiri, gak mau disuapin lagi.
Digendong seperti bayi, udah bisa protes. "Aylaa udah gede, bu".
Aylaa udah makin pinter ngomong. Semua perkataan orang diikutin.
Bahkan udah bisa niruin kalimat dari televisi "Aku punya ide".

Bahagia, bangga sekaligus terharu. Bayiku sudah beranjak besar. Dia bukan bayi lagi yang membutuhkan ibunya 24 jam.

Siapa bilang orangtua tidak perlu ikut mendewasakan diri menghadapi anak-anaknya?
Proses itu harus terus berkembang, jika orangtua ingin "bayi-bayi" mereka bisa mencapai yang terbaik.
I love you, my baby. You are one of the reason my life so beautiful.


Sekarang Aylaa sudah hampir 7 tahun, kelas 2 SD, dan ada saat-saat dimana dia bersikap lebih dewasa dibanding ibunya ^_^ Kadang masih malu-malu, tapi tak pernah gentar saat menapakkan kaki mengikuti lomba menari, sesekali masih bingung saat mengerjakan PR, namun kerap mengejutkan dengan nilai akhirnya yang luar biasa. Sering merasa cemburu dan galak sama adik, tapi khawatir jika adik jatuh dan siap menggendongnya. I love you, Aylaa.

Aylaa, Ibu dan adik Sandya

Thursday, 19 September 2013

Surat untuk Ayah: Keluarga Kita Perlu Perlindungan Kesehatan

 Saya sedang menulis surat untuk suami terkasih (dok.pribadi)

Kepada:

Suami Terkasih


Assalamualaikum wr.wb.

Semoga Ayah senantiasa sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Surat ini sengaja Ibu buat untuk mengajak Ayah berasuransi. Sudah sejak beberapa bulan yang lalu Ibu berusaha mengajak Ayah untuk ikut, tapi sepertinya pintu hati Ayah belum kunjung terbuka.

Kalau memang Ayah masih ragu, izinkan Ibu mengulas beberapa fakta tentang asuransi. Memang asuransi memang bukan sesuatu yang baru di Indonesia, namun bukan juga sebagai sesuatu yang umum dimiliki masyarakat. Ibu sendiri baru mengenal asuransi setelah masuk di dunia kerja, karena pihak kantor memberikan fasilitas asuransi kesehatan pada karyawannya.

Nah, menurut sejarah, asuransi masuk ke Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda yang disebut dengan Nederlands Indie. Asuransi diperlukan untuk menjamin kelangsungan usaha di sektor perkebunan dan perdagangan Belanda.

Tapi, jenis asuransi yang diperkenalkan pada saat itu sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan pengangkutan sebagai bagian asuransi kerugian pada kegiatan dagang dan untuk kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya. Belum ada jenis asuransi kesehatan, apalagi untuk pribumi.

Untuk lebih jelasnya, Ibu kutip definisi asuransi terlebih dahulu deh untuk Ayah.  

"Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992, yang dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan."

Secara singkatnya sih, usaha untuk mengalihkan risiko antara pihak tertanggung yaitu nasabah seperti kita kepada pihak penanggung, dimana pihak penanggung menyediakan pengamanan finansial bagi tertanggung. Untuk itu, tertanggung membayarkan premi dalam jumlah tertentu dihitung dari potensi kerugian.

Sejalan dengan perkembangannya, asuransi saat ini juga banyak jenisnya yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat modern, seperti asuransi kesehatan, asuransi jiwa, asuransi pendidikan, asuransi pensiun, asuransi rumah, asuransi kendaraan bermotor dan lain-lain. Oh ya, ada juga asuransi unit link yaitu gabungan antara asuransi dan invenstasi.  Selain itu, ada asuransi syariah yang diperuntukkan terutama bagi umat muslim yang menginginkan perhitungan secara islami.

Tapi, sudah dulu belajar sejarah asuransinya deh, yah. Secara pribadi, Ibu merasa keluarga kita sangat membutuhkan PERLINDUNGAN KESEHATAN, yang dapat diperoleh dari ASURANSI KESEHATAN KELUARGA. Memangnya kenapa, bu? Kalau itu pertanyaan Ayah, maka akan ibu jawab, karena sebagaimana kata pepatah "Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak", sakit itu tidak dapat diperkirakan kapan dan pada siapa.

Seperti temen Ibu yang kemarin, tiba-tiba aja kena sakit ginjal padahal sebelumnya kelihatan sehat-sehat saja. Kalau sudah gitu, selain rasa sakit yang harus ditanggung juga harus memikrkan biaya yang dikeluarkan yang tak kalah luar biasa.

Memang, sekilas saat membayar premi asuransi tampak jumlah nominalnya terbilang lumayan, tapi kalau kita bandingkan dengan kasus seperti temen Ibu di atas, sepertinya hal itu bisa menjadi penawarnya. Hati menjadi lebih tenang tatkala kita beraktivitas, apalagi Ayah kan kerjanya berat dari pagi dan baru sampai di rumah malam hari. Meskipun Ibu beraktivitas terbatas di rumah dan sekitarnya, tapi juga tidak kalah berat dan stres loh yah. Pekerjaan di rumah yang bisa berlangsung 24 jam dengan dua anak yang sedang lincah-lincahnya, terkadang rasanya bisa lebih berat dibandingkan Ibu bekerja di kantor dulu.

Mempercayakan diri pada asuransi tapi juga tidak boleh sembarangan kan, yah. Tenang yah, Ibu sudah melakukan pekerjaan rumah ini untuk Ayah. Ibu jadi rajin cari informasi mengenai perlindungan kesehatan mana yang kira-kira cocok dan terbaik untuk keluarga kita. Kan, banyak tuh cerita mengenai pihak asuransi yang tidak mau membayar klaim dari nasabah karena alasan macem-macem. Ih jangan sampe kita ngalamain deh, yah.

Setelah cari info ke sana ke mari, Ibu menemukan situs web SUN LIFE FINANCIAL. Mulai deh baca-baca dari awal sampe akhir, sampe-sampe cucian dan setrikaan dicuekin hehehe.

Rajin cari info di situs web Sun Life Financial (dok.pribadi)

Ternyata SUN LIFE sudah berdiri sejak 1865, meskipun di Indonesia baru berdiri sekitar tahun 1995. Wah kalau begitu, produk-produk dan layanannya sudah teruji oleh waktu donk ya. Berhubung kita tinggal di Indonesia, ya Ibu cari informasi produk yang ada disini aja. Ternyata produk-produknya macam-macam yah, mulai dari Proteksi, Simpanan dan Investasi, Bancassuransce serta Sun Life Syariah.

Tapi, yang jadi perhatian Ibu sih tentu saja produk-produk Proteksi. Setelah Ibu lihat ternyata produk Proteksi Sun Life Financial ada tiga, ini nih :

  1. Sun Medicash, yaitu program asuransi dengan sejumlah manfaat tunai. Misalnya, saat kita sebagai sebagai Tertanggung menjalani rawat inap di rumah sakit, bisa karena karena sakit atau kecelakaan.
  2. Term Life dengan tagline menyongsong hari depan dengan perlindungan yang lebih pasti. Kalau Ibu tidak salah sih, asuransi ini memiliki jangka waktu. Pembayaran preminya disesuaikan dengan berapa lama kita mau memanfaatkan produk asuransi ini disesuaikan juga dengan usia Tertanggung. Tapi, nanti Ibu cari-cari informasi lagi deh.
  3. Sun Golden Life. Nah ini program asuransi khusus ini untuk yang membutuhkan Proteksi Jangka Pendek. Ditulis di situs, dana yang tersedia dari program ini dapat dimanfaatkan oleh keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhan keuangan keluarga apabila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan terhadap Tertanggung.
Eh, Ayah masih dibaca kan surat Ibu? Hehehe jangan-jangan malah tambah pusing soal asuransi ini. Jangan dong! Kita belajar bareng-bareng ya, Yah. Masih banyak produk-produk lain menarik dan mungkin cocok untuk keluarga kita, seperti produk Simpanan dan Investasi atau produk Sun Life Syariah. Jujur aja, Ibu juga masih banyak nyontek di situs webnya SUN LIFE FINANCIAL pas nulis surat ini hehehe.

Setelah baca surat Ibu ini nanti, kita ketemu lagi ya sama Mbak Vivien, itu loh agen Sun Life Financial yang pernah ketemu Ayah beberapa bulan lalu. Moga-moga pertemuan nanti, Ayah sudah benar-benar setuju dan menggunakan proteksi perlindungan kesehatan dari Sun Life. Ibu yakin tidak salah pilih kok, yah.

Sudah dulu suratnya ya, anak-anak sudah pada bangun dari tidur siang nih. Wassalamualaikum wr.wb.

Salam sayang,

Istrimu tercinta
 

*Tulisan ini diikutsertakan dalam Kompetisi Menulis Blogger Sun Life 2013 *














Tuesday, 17 September 2013

Berapa Waktu yang Dibutuhkan untuk jadi Ahli?


sumber gambar: blog.garanimals.com

Selamat pagi. Assalamualaikum. Seneng deh banyak temen-temen yang berkunjung ke sini sejak kemarin. Makasih yaa.

Nah, untuk yang bertanya soal bagaimana cara saya menulis ataupun ingin belajar menulis dari saya, bukannya saya gak ingin ngajarin atau bagi-bagi ilmu. Tapi, jujur aja saya belum terlalu paham melakukannya. Kenapa? Karena saya adalah salah seorang penulis yang ditempa oleh latihan, tanpa terlalu banyak teori.

Maklum saya memulai karir menulis dengan menulis di diary, gak pernah berani ikut nulis di mading sekolah sampe akhirnya berani ikut majalah kampus, yang justru disuruh nyari dana buat nerbitin (hiiks), dilarang kuliah di Fakultas Komunikasi dan diterima di Fakultas Hukum Universitas negeri di Bandung, sampe akhirnya diterima jadi wartawan dan berlatih menulis sendiri. Intinya, kemampuan saya menulis ya karena menulis.

Hal ini mengingatkan saya pada salah satu buku yang pernah saya baca, judulnya "DNA Sukses Mulia" yang ditulis oleh praktisi dari Kubik Leadership. Dalam salah satu topik pembahasan, mereka menulis tentang bagaimana cara menjadi seorang ahli. Berikut kutipannya: 

"Pada tahun 1993, tiga orang pakar bernama K. Anders Ericsson, Ralf Th. Krampe, dan Clemens Tesch-Romer melakukan penelitian di Berlin Academy of Music. Mereka berusaha menemukan jawaban, bagaimana seseorang bisa menjadi pakar dalam bidangnya atau dengan kata lain, menjadi seorang expert.
 

Dibantu seorang profesor, mereka mengelompokkan mahasiswa tingkat akhir ke dalam tiga kategori: 1) calon guru musik 2) calon pemusik profesional 3) calon maestro musik dunia. Pertanyaan mereka adalah: Semua mahasiswa yang diterima dan belajar di akademi tersebut, pastilah orang-orang berbakat. Lalu kenapa akhirnya ‘nasib’ mereka berbeda? Ada yang sekadar menjadi musisi biasa, dan ada yang bisa menjadi expert. 

Untuk memperkuat hasilnya, mereka ulang penelitiannya dengan model pengkategorian yang sama, namun menggunakan sample profesi yang beragam, mulai dari musisi, pemain catur, sampai dengan olahragawan. Akhirnya, mereka berhasil membuat kesimpulan luar biasa. 

Ternyata yang membedakan ketiga kategori itu adalah berapa lama waktu yang telah mereka alokasikan untuk berlatih menjadi yang terbaik dalam profesi pilihannya. Mereka yang berhasil menjadi expert telah mengalokasikan waktu untuk berlatih selama 10,000 jam. Kesimpulan itu, kini dikenal sebagai 10.000 hours rule (peraturan 10.000 jam). 

Banyaknya waktu yang diinvestasikan untuk berlatih, dan cara berlatihnya, akan sangat menentukan hasilnya. Apakah Anda bisa menjadi yang terbaik, atau Anda hanya menjadi orang biasa.  Yakinlah, tidak ada jalan pintas untuk bisa menjadi seorang expert."

Peraturan 10.000 jam itu dipopulerkan oleh Malcolm Gladwell dalam buku The Outliers. Namun, sebenarnya berapa lama waktu 10.000 jam itu? Taruhlah, kita menyisihkan waktu 3 jam setiap hari, berarti dibutuhkan 10 tahun untuk bisa menjadi seorang ahli.  Galdwell dalam bukunya lebih lanjut mencontohkan, The Beatles, band populer asal Inggris yang membuktikan ‘kebenaran’ peraturan 10,000 jam.

The Beatles didirikan tahun 1957, ketika Paul McCartney bertemu John Lenon. Mereka kemudian pindah ke Amerika Serikat pada tahun 1963, yang kemudian terkenal dengan istilah The British Invasion. Tahun 1967, The Beatless melahirkan sebuah album yang menjadikan mereka sebagai legenda yang mendunia. Album itulah yang membuat mereka diakui sebagai orang-orang terbaik di bidang musik, atau menjadi ahli Ternyata, The Beatless butuh 10 tahun untuk bisa sukses.

Kemudian, contoh kedua yang dikemukakan Galdwell adalah Bill Gates. Ia mulai menekuni programming komputer di tahun 1968 ketika dia berumur 13 tahun. Hanya dalam waktu 7 tahun yaitu pada usia 20 tahun, Gates mendirikan Microsoft yang tidak lama kemudian dipercaya sebuah perusahaan raksasa, untuk membuat sistem operasi IBM PC sebagai produk komputernya yang terbaru saat itu. Hal itu menandakan bahwa Gates sudah dianggap sebagai ahli.

Tapi mengapa "hanya" 7 tahun, bukan 10 tahun? Sebab, Bill Gates menginvestasikan waktu untuk berlatih lebih dari 3 jam sehari. Di dalam tulisan autobiografi dikatakan Gates biasa berlatih 7-8 jam sehari, bahkan tidur di lab komputer. Tak heran, ketika usianya baru 20 tahun, dia sudah menyisihkan waktunya lebih dari 10.000 jam.

Jadi, tidak bingung  lagi kan, mengapa tulisan yang berasal dari seorang penulis dengan jam terbang 5 tahun, berbeda dengan yang 10 tahun. Atau, alasan mengapa meskipun Mama saya yang sudah memasak di dapur puluhan tahun, meski "hanya" membuat tempe goreng tapi rasanya jauh lebih lezat dibandingkan ayam goreng bikinan saya yang kurang akrab dengan dapur *uhuk curcol mak*

Kalau saya boleh menyimpulkan, jika teman-teman berniat menjadi ahli apapun, mulailah berlatih dari sekarang. Suka menulis, mulailah menyisihkan waktu lebih banyak untuk menulis. Gemar masak? Perbanyaklah memasak dan jangan segan dan sungkan untuk kirim-kirim ke rumah saya hehehehe :D






Monday, 16 September 2013

Menang Luar Biasa, Belum Menang Terus Berusaha

sumber: bandarlampungkota.go.id

Alhamdulillah. Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segalanya hari ini, terutama dinobatkannya saya sebagai pemenang ke-2 dari lomba blog #10daysforASEAN yang diumumkan Aseanblogger hari ini (16/9). Tak ada kata yang rasanya mampu saya katakan lebih dari itu.

Untuk saya pribadi, kemenangan ini bagaikan pendongkrak semangat untuk menulis. Saya semakin menyadari, menulis adalah passion saya sebenarnya, menulis adalah dunia saya dan yang paling penting, menulis adalah bagian penting dalam hidup saya yang sangat dibutuhkan oleh jiwa saya.

Menulis untuk kepentingan orang lain (pembaca) merupakan salah satu hal yang sudah biasa saya lakukan, sejak saya memulai karir sebagai seorang jurnalis. Menulis berita dari hasil liputan yang kadang mulai dari pagi buta hingga tengah malam, kadang diawali perjalanan berjam-jam lamanya, diderai peluh karena sinar matahari yang menyengat, namun tak jarang diseling tawa bersama rekan-rekan seperjuangan dan senyum puas tatkala dapat memperoleh hasil wawancara dengan baik.

Kemudian, ketika anak-anak dan urusan rumah tangga semakin menuntut waktu dan perhatian, saya memutuskan untuk tak lagi bekerja di kantor dan melepas karir jurnalistik. Alhamdulillah saya masih diberi kesempatan untuk mengerjakan tulisan ataupun terjemahan secara paruh waktu. Yang perlu saya akui, bekerja dari rumah bukanlah sesuatu yang mudah.

Sebagaimana pembaca media ataupun redaktur saya dulu, tentu klien tidak ingin tahu betapa sulitnya saya menyediakan waktu beberapa jam untuk menulis ditengah rengekan si bungsu yang terus-terusan ingin menyusu ataupun ketika si Kakak ngambek karena ibunya dinilai tidak sayang lagi karena tidak punya waktu untuk dia, ataupun keluhan suami yang bilang, "Ibu sekarang sibuk ya?". Semua pekerjaan harus selesai dengan sempurna, tepat pada waktunya.

Demikian pula saat saya menulis untuk lomba blog #10daysforASEAN. Jika kemudian tulisan saya dianggap masuk kriteria sebagai pemenang, saya sangat bersyukur. Sebab, di balik tulisan tersebut, ada berbagai hal yang melatarinya, yang kadang membuat saya sempat ingin menyerah di tengah perjalanan penulisan selama 10 hari.

Jangan juga dikira saya selalu menjadi pemenang. Jauh dari itu. Sebelum pengumuman ini, saya sempat kecewa karena sama sekali tidak masuk finalis, apalagi menang di lomba penulisan blog salah satu kopi instan. Padahal saya sudah sangat berharap :( Tapi, nyatanya hal itu membawa manfaat. Saya menjadi terasah dan belajar dari blog-blog pemenangnya.

Memang saya sudah tidak asing dengan lomba-lomba penulisan semenjak jadi wartawan, beberapa kali juga saya berhasil menang. Awalnya, saya juga tidak menang. Kemudian, saya mencoba mempelajari teknik penulisan para pemenang. Mungkin karena tulisan saya dinilai memenuhi kriteria, ataupun lantaran media tempat saya bekerja. Entahlah.

Itu yang membuat partisipasi saya sebagai peserta lomba dengan membawa nama pribadi dalam blog, sungguh memiliki kesan yang berbeda.Kali ini tidak ada embel-embel nama media yang membuat saya memenuhi kriteria sebagai pemenang. Hanya nama saya, tulisan saya dan blog pribadi saya. Itu yang membuatnya semakin istimewa.

Saya masih ingat hadiah-hadiah yang saya peroleh dulu memang sudah ditentukan Allah SWT yang tepat  pada waktunya. Misalnya, sebuah lomba penulisan yang berhadiah uang tunai, sekitar satu bulan dari saat jatuh tempo saya harus membayar kontrak rumah dengan jumlah yang sama.

Kemenangan saya di lomba blog #10daysforASEAN yang diadakan Aseanblogger juga mungkin menandakan saya sudah harus mengganti ponsel yang sudah mulai dimakan umur ^_^

Jadi untuk rekan-rekan penulis, blogger dan siapa pun juga yang mengikuti kompetisi, lomba dalam bentuk apapun, jangan pernah menyerah. Saya jadi semakin memahami pepatah "Kekalahan adalah kemenangan yang tertunda".

Jadi, siap untuk lomba berikutnya?







Sunday, 8 September 2013

Nikmatnya Menulis Artikel ASEAN dalam Ranah Blogger

Saya saat mengikuti sebuah pelatihan jurnalistik di Berlin saat masih menjadi wartawan (dok.pribadi)

Sejak menjadi wartawan akhir tahun 2002, hingga akhirnya meninggalkan karir tersebut pada tahun 2010, tentu menyisakan beragam pengalaman, suka duka dan kesan yang tidak bisa dibilang sedikit.

Saya ingat pada suatu hari saya "dipaksa" ikut oleh teman-teman di tempat liputan untuk pergi dalam suatu acara peliputan ke luar kota. Saya sendiri tidak ditugaskan saat itu, karena ada teman saya yang lain yang ditugaskan. Namun, sebagai seorang wartawan muda yang penuh dengan keingintahuan serta penasaran, akhirnya jadilah saya ikut. Berusaha mendapatkan berita dengan menelpon narasumber sana-sini. Meskipun kemudian tidak maksimal. Saat itu, teknologi telepon seluler belum secanggih sekarang, sulit mendapatkan data dari ponsel.

Yang ada kemudian, saya mendapat sanksi dari kantor dan mendapat "masukan" yang lumayan pedas dari redaktur saya saat itu. Saya sendiri lupa kalimat tepatnya, namun yang saya ingat, beliau menekankan bahwa saya saat itu dihargai bukan sebagai diri saya pribadi namun sebagai perwakilan institusi media tempat saya bekerja.

Entah mengapa, batin saya menggeliat saat itu. Ada sepercik rasa tak setuju dalam hati saya. Namun, apa daya saya saat itu selain hanya diam, menerima konsekuensi perbuatan saya yang memang seharusnya tidak ditiru wartawan muda manapun hehehe.

Seiring waktu berjalan, saya kemudian sempat berbincang dengan wartawan-wartawawan lain. Dalam suatu waktu, saya mendengar salah seorang senior yang mengatakan kurang lebih sebagai berikut, "Ketika menulis berita, lakukan dengan semaksimal mungkin, karena didalam berita itu yang ada adalah nama penulisnya, bukan redaktur, editor atau bahkan pemimpin redaksi. Pada akhirnya, penulis berita lah yang akan dikenal oleh pembacanya".

Saya sempat termangu. Ya, memang benar. Meskipun ada sebagian surat kabar atau media apapun yang menyamarkan nama penulis berita dengan berupa kode (tapi sekarang sudah semakin jarang).

Hingga kemudian saya berkenalan dengan blog, saya seakan kembali mendapatkan media untuk menulis. Kali ini ada yang berbeda.

Jika sebagai wartawan, saya diharapkan netral, menyampaikan sebatas fakta, namun sebagai blogger, menyuarakan pendapat pribadi, sah-sah saja. Bahkan merangkum sebuah artikel serius dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi justru dapat memperkaya tulisan tersebut di blog.

Pengalaman yang cukup unik ketika saya mengikuti lomba blog #10daysforASEAN yang diadakan aseanblogger. Bayangkan sebuah tema yang cukup serius seperti kedatangan tenaga kerja luar negeri ke Indonesia, visa, brand sebuah negara hingga problematika batas negara dan badan persatuan ASEAN, dapat saya tulis dengan bumbu mengulik pengalaman pribadi!

Menulis semacam itu sungguh luar biasa dan tak terbayangkan oleh saya sebelumnya. Sebab, saat menjadi wartawan, jangankan pengalaman pribadi, opini pribadi pun sebaiknya tak boleh dimasukkan. Kecuali, laporan pandangan mata atau beritanya terkait dengan pengalaman pribadi yang memang menjadi topik artikel, misalnya bercerita tentang perjalanan. Tapi, artikel mengenai ASEAN dengan pengalaman/opini pribadi? Hehehe it's beyond my imagination :) Khusus untuk panitia lomba blog #10daysforASEAN saya ucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya karena pengalaman ini membuat saya tersadar bahwa masih banyak yang dapat saya lakukan sebagai penulis dalam ranah blogger

Intinya, baik wartawan ataupun blogger sebagai bagian dari jurnalisme warga memiliki porsinya masing-masing yang saya hormati. Namun, satu kesamaannya yaitu sebagai penyuara dalam masyarakat. Jika pers disebut-sebut sebagai pilar keempat dalam demokrasi, maka tak salah rasanya jika jurnalisme warga termasuk blogger ataupun jejaring sosial kemudian menjadi pilar demokrasi selanjutnya. 


Thursday, 5 September 2013

Satu Suara untuk Jakarta sebagai Kota Penghubung Antarnegara ASEAN


Gedung Sekretariat ASEAN di Jakarta Selatan (news.liputan6.com)

"Daripada hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri". Sebuah peribahasa Melayu yang berarti, bagaimanapun senangnya hidup di negeri orang, masih lebih senang hidup di negeri sendiri. Arti dari peribahasa itu tak pernah saya hayati sebelumnya, hingga saya berkesempatan untuk tinggal di negeri orang.

Eitss, tapi sebelum cerita lebih lanjut soal Indonesia dan Jakarta sebagai ibukota tercinta, izinkan saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada aseanblogger yang sudah mengadakan lomba blog #10daysforASEAN yang super keren dan edukatif. Saya sendiri awalnya mengikuti lomba ini lantaran penasaran, dan ternyata banyak manfaat yang saya peroleh. Mulai dari mengenal berbagai hal dari negara-negara ASEAN hingga belajar mempertajam analisa. Satu masukan saya, hadiahnya kurang banyak dibandingkan pesertanya hehehe :)

Oh ya, di hari ke-10 alias hari terakhir lomba blog #10daysforASEAN ini berkisar soal Jakarta yang dipercaya sebagai lokasi markas ASEAN Secretary. Yuk dibaca dulu tema lengkapnya :


Tema : Jakarta, Diplomatic City of ASEAN

Indonesia adalah negara terakhir yang dijadikan tema dalam lomba Blog #10DaysforASEAN yang diadakan oleh ASEAN Blogger Chapter Indonesia bersama dengan beberapa sponsor di antaranya US Mission.

Untuk tema kali ini dipilih Jakarta, ibukota negara Indonesia, yang juga menjadi markas ASEAN Secretary bertempat di Jalan Sisingamangaraja 70 A, Jakarta Selatan.  Keberadaan markas ASEAN Secretary di Jakarta merupakan suatu kepercayaan bahwa Indonesia bisa menjadi penghubung antar negara-negara anggota ASEAN atau Diplomatic City of ASEAN.

Menurut teman-teman blogger mengapa Jakarta bisa terpilih sebagai Diplomatic City of ASEAN? Apa dampak positif dan negatifnya bagi Indonesia khususnya Jakarta? Kesiapan apa saja yang perlu dilakukan oleh Jakarta sebagai tuan rumah dari Perhimpunan Bangsa-bangsa ASEAN?

Berbicara soal Jakarta, seakan waktu tak pernah cukup lantaran berbagai realita dan problematikanya. Saya sendiri baru benar-benar menetap di Jakarta, ketika mulai bekerja sebagi jurnalis di salah satu harian ekonomi, yang kala itu berada di kawasan Manggarai, Jakarta Selatan, sekitar akhir tahun 2002.

Sebelumnya, saya hanya sering berkunjung ke Jakarta saat berlebaran ke rumah saudara-saudara saja. Atau, ketika diajak Papa saya berlibur ke tempat wisata Jakarta seperti Ancol, kebun binatang Ragunan dan lain-lain.

Kesan saya pertama kali harus menetap di Jakarta adalah segala sesuatu berjalan dengan cepat. Setiap orang seakan-akan tak sabar untuk bergerak dari satu aktivitas ke aktivitas lain. Saya yang berasal dari kota kecil, yang sebenarnya tak terlalu jauh dari Jakarta, sempat terseok-seok mengikuti ritme khas Jakarta. Namun, seiring waktu dan tuntutan kerja, kemudian saya dapat menyesuaikan diri dan menikmati segala sesuatunya di Jakarta.

Mengapa Jakarta?


Kembali ke tema hari terakhir lomba blog #10daysforASEAN yang mempertanyakan, mengapa Jakarta bisa terpilih sebagai penghubung antar negara-negara anggota ASEAN atau Diplomatic City of ASEAN? Maka jawaban awal saya adalah mengapa tidak? Jakarta sebagai ibukota negara bisa dibilang mampu memenuhi hampir seluruh sisi kehidupan orang-orang yang ada didalamnya.

                    Gedung perkantoran di sekitar Jalan Sudirman, Jakarta Pusat (neketa0824.wordpress.com)

Apakah Anda ingin melihat kawasan perkantoran yang penuh dengan gedung bertingkat? Ada, silakan susuri jalanan Sudirman, Thamrin dan kawasan Mega Kuningan di Jakarta Pusat. Apakah Anda ingin berbelanja di pertokoan modern yang serba ada alias mal? Bisa ditemukan hampir di seluruh kawasan Jakarta, mulai dari ujung Jakarta sampai ujungnya lagi. Hingga tak salah jika Jakarta kini memiliki julukan Kota Sejuta Mal.

Apakah masih belum cukup, Anda ingin menikmati waktu bersantai bersama keluarga? Lokasi wisata Ancol, Dunia Fantasi, Kebun binatang Ragunan, Taman Mini Indonesia Indah dan lain-lain, siap menghibur Anda. Oh apakah Anda menginginkan hiburan malam khusus orang dewasa? Saya kira kafe, tempat karaoke serta bar yang bertebaran di Jakarta, mampu memenuhi ekspektasi Anda.

Bagaimana untuk para pelancong yang ingin menikmati sejarah Indonesia? Silakan kunjungi museum Nasional atau Museum Sumpah Pemuda di Jakarta, Museum Bahari di Jakarta Utara, Museum Tekstil ataupun Museum Wayang di Kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, serta museum-museum lain di seluruh kawasan Jakarta siap memberikan informasi seluas-luasnya untuk Anda.

Tak salah rasanya, Jakarta sebagai kota dengan kultur yang majemuk ini dipercaya menjadi Diplomatic City of ASEAN yang juga terdiri dari berbagai negara dengan latar belakang kultur yang berbeda.

Pertanyaan berikutnya, apa dampak positif dan negatifnya bagi Indonesia khususnya Jakarta? Dampak positifnya, tentu saja semakin meningkatnya kepercayaan terhadap kota Jakarta, lebih luas lagi sebagai negara Indonesia. Ketika kepercayaan sudah tertanam, maka berbagai keuntungan yang bisa didapat tidak hanya dari sisi politis yang strategis, namun juga sebagai potensi wisata dan bisnis.

Pengibaran bendera ASEAN di Gedung Sekretariat ASEAN 
di Jakarta Selatan (screenshot Ahok.org)

Lebih jauh lagi, saya ingin mengutip pernyataan dari Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki T Purnama alias Ahok usai menghadiri peringatan terbentuknya Asean ke-46 di Gedung Sekretariat Asean di Jakarta Selatan, Agustus 2013 silam. Ia mengatakan bahwa Jakarta sebagai kota yang beruntung.


“Kita bisa jadi ibukota negara negara  ASEAN. Kita bisa bayangkan kantor mantan Wali Kota Jakarta Selatan jadi headquarter-nya ASEAN. Seperti di New York yang menjadi ibukota PBB. Kantor ASEAN bisa jadi ikon baru Jakarta,” ujarnya.

Nah, jika ada dampak positif, maka sewajarnya ada dampak negatif. Tapi, apa kemungkinannya? Menurut saya, hal ini berkaitan dengan kesiapan kota Jakarta menyambut wajah-wajah pendatang yang baru menapakkan kaki di Jakarta. Dapatkah Anda bayangkan kemacetan Jakarta yang akan segera mereka temui ketika memasuki Jakarta? Atau, bahkan para pendatang dari luar negeri harus melihat semrawutnya bandara Soekarno Hatta yang seharusnya menjadi cerminan dari gerbang penyambutan?

Ah, tak tega rasanya saya membayangkan. Bahkan jika tamu harus melalui jalanan menuju rumah saya yang terganggu galian kabel atau pengerjaan jalan, ataupun ketika ruang tamu saya berantakan, saya merasa sangat malu pada tamu saya. Namun, mengapa Jakarta tidak? Ini merupakan salah satu pekerjaan rumah dalam persiapan yang perlu dilakukan oleh Jakarta sebagai tuan rumah dari Perhimpunan Bangsa-bangsa ASEAN.


Tetap Dicinta

Betapa kemacetan Jakarta yang menggila, panasnya matahari Jakarta yang menyengat, ataupun para penjual makanan yang sering tak tahu aturan dengan berjualan seenaknya, tetap saja membuat saya rindu ketika harus menetap di sebuah negara di Eropa.

Waktu dua bulan kala itu terasa jauh lebih lama. Ditengah udara yang menggigil, saya rindu hangatnya matahari di Jakarta. Ketika saya merasa lapar di malam hari, ingin rasanya mendengar tukang nasi goreng langganan dan melahapnya hangat-hangat, tanpa harus pergi ke sebuah kedai dengan makanan yang asing di lidah saya. Ajaibnya, sekembalinya saya dari sana setelah dua bulan, selama beberapa hari pertama kembali ke kemacetan Jakarta, saya sungguh menikmatinya.

Tak salah rasanya, peribahasa Melayu yang saya tuliskan pada awal tulisan ini, "Daripada hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri". Bagaimanapun senangnya hidup di negeri orang, masih lebih senang hidup di negeri sendiri.

Ingin bukti? Silakan Anda tanyakan kepada para warga Indonesia yang tinggal di luar negeri. Kira-kira seberapa banyak yang benar-benar tak pernah rindu untuk kembali ke tanah air?

Satu catatan lagi, sekembalinya saya dari sana, saya melihat nasionalisme yang dimiliki oleh para warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri, tak lebih sedikit dari warga tanah air, jika tidak bisa dibilang lebih. Rasa persaudaraan antar WNI juga sangat kental.

Untuk saya pribadi dan saya yakin sebagian besar warga Indonesia, bepergian dan melanglang buana ke negara mana pun di luar negeri, bukan berarti akan menyurutkan nasionalisme ataupun cinta tanah air. Justru semakin luasnya pandangan dan wawasan akan membuka mata kita untuk berusaha memajukan Indonesia tercinta.

Agar Jakarta dapat sukses menjadi kota penghubung antarnegara ASEAN, yang tak kalah penting adalah peranserta serta kepedulian, tak hanya dari para pejabat pemerintahan DKI Jakarta, namun juga para warga Jakarta, termasuk seluruh penduduk Indonesia karena Jakarta adalah ibukota negara kita yang harus dijaga.



 


Tuesday, 3 September 2013

Tiga Kunci untuk Aktifkan Tiga Pilar Badan Persatuan ASEAN

10 Negara menuju Komunitas ASEAN 2015 (voworld.vn)


Sekitar pukul 9 pagi, sebagai peserta lomba blog #10daysforASEAN yang diselenggarakan aseanblogger , mulai donk cek update tema hari ke-9. "Ah belum ada. Sepertinya panitia sibuk, deadline pun dimundurkan sekitar jam 10," ujar saya dalam hati.

Urusan mondar-mandir ala ibu rumah tangga, membuat saya sempat terlupa akan hal tersebut. Hingga sekitar pukul 11. "Sepertinya update tema hari ke-9 sudah ada nih," kata saya dengan yakin. Kemarin peserta memang sudah menebak-nebak Brunei Darussalam sebagai negara fokus tema. Mungkin sudah ada yang browsing soal negara ini, namun saya yakin tak akan ada yang menyangka tema yang diberikan panitia kali ini.

"Sejuta topan badai!" Mungkin itu yang akan saya katakan jika saya adalah Kapten Haddock, sahabat dari tokoh kartun petualang Tintin. Pasalnya tema kali ini benar-benar bikin saya tertegun. Pertama saya baca sekilas. Lalu saya harus segera menghampiri anak saya. Blasss...tidak masuk otak. Kemudian, saat ada kesempatan, saya baca lagi. Apa yang terjadi sodara-sodara? Saya tetep bengong tuh *kemudian garuk meja*

Berikut cuplikan tema hari ke-9 dari #10daysforASEAN yang sempet bikin saya baca, bengong, baca, bengooooong...ampuun deh. Ini nih silakan dibaca (dan ikut bengong) :

"Sudah bisa menduga kan kalau negara yang akan dibahas kali ini adalah negara yang beribukota Bandar Seri Begawan, yang juga juga menjadi negara penyelenggara KTT ASEAN ke-22 pada bulan April 2013 lalu. 

Dalam KTT ke-22 di Brunei Darussalam itu,  tema yang diangkat adalah “Menyatukan Rakyat, Menciptakan Masa Depan”, dengan pokok perundingan pembangunan badan persatuan ASEAN, dengan tiga pilar yaitu Persatuan Keamanan, Persatuan Ekonomi dan Persatuan Sosial dan Kebudayaan. Pembangunan Badan Persatuan ASEAN itu harus dirampungkan sebelum 31 Desember 2015.
 

Tema: Dengan ketiga pilar tersebut, bagaimana mencapai tujuan pembangunan badan persatuan ASEAN? Mampukah negara-negara ASEAN mewujudkan Menyatukan Rakyat, Menciptakan Masa Depan?"
  
Jujur saja ya, saya pernah bersentuhan dengan mata kuliah Hukum Internasional saat masih kuliah dulu, kemudian berusaha menghindar lebih jauh dengan memutuskan untuk mengambil jurusan Hukum Perdata. Bahkan setelah bekerja jadi jurnalis pun, tak terpikir untuk masuk bidang internasional. Namun, siapa duga justru ketika menjadi seorang blogger dan mengikuti lomba blog #10daysforASEAN, saya justru harus nyemplung dan mengubek-ubek soal hubungan internasional ini hahahaha.

Memang kenapa sih? Kalau bisa diklasifikasikan, saya ini termasuk orang yang lebih kepada pelaku alias doers, sementara ada sebagian lagi orang yang termasuk pemikir alias thinkers yang mampu memikirkan dan menggodok sesuatu yang tampak abstrak bagi orang lain. Nah, jangan heran kalau kemudian saya agak-agak dipaksa untuk memikirkan tema dari tugas hari ke-9 ini. Oleh karena itu, saya coba mendefinisikannya sesuai dengan pemahaman saya pribadi.

Sandya Berarti Persatuan

"Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh". Itu adalah kalimat favorit yang paling sering didengungkan mengenai persatuan.

Sedemikian pentingnya persatuan dalam sebuah masyarakat. Tak terbatas, mulai dari masyarakat terkecil yaitu keluarga, kelurahan, kecamatan, kabupaten, propinsi, negara, kumpulan negara-negara di kawasan tertentu seperti ASEAN, Uni Eropa dan juga persatuan sebagai sesama penduduk bumi.

Sedemikian pentingnya persatuan, sehingga saat putra kedua saya lahir saya menamakannya, Sandya, yang dalam bahasa Sansakerta artinya persatuan. Harapan saya dan suami agar Sandya dapat menjadi perekat dalam keluarga kecil kami.

Nyatanya, Sandya mampu melakukan lebih dari itu. Ketika ia divonis memiliki kelainan jantung dan harus segera dilakukan tindakan operasi, Sandya mampu menyatukan keluarga, saudara-saudara dalam keluarga besar, teman-teman dan rekan-rekan, bahkan teman-teman baru yang seakan menjadi saudara untuk kami. Berbagai uluran tangan dan doa, mengalir tak terputus bagi keluarga kami. Alhamdulillah segala sesuatu berjalan lancar. Saat ini, Sandya tumbuh dan beraktivitas layaknya anak seusianya, tanpa gangguan berarti di usia 22 bulan. Doakan agar terus dan makin sehat ya!

Nah, peristiwa itu yang menyisakan makna persatuan paling mendalam yang pernah saya alami.
 
Saya memangku Sandya, kakak Aylaa dan kakak-kakak sepupunya. (dok pribadi)
Berkaca dari pengalaman saya, baru saya menyadari bahwa ada tiga kunci yang perlu dilakukan untuk memperkuat persatuan. "Ah masa sih, pengalaman pribadi semacam itu bisa dijadikan cerminan dan digunakan untuk persatuan negara-negara? Emang apa aja sih?"

Kalau itu pertanyaan Anda saat membacanya, yuk teruskan membaca supaya tahu lebih dalam kunci persatuan yang saya maksud. Tapi dengan catatan ya, ini berdasarkan logika saya pribadi dan sama sekali tidak memaksakan Anda sebagai pembaca untuk menelannya bulat-bulat, nanti keselek lagi hehehe ^_^

Pembangunan Persatuan


Pada bulan April 2013 lalu, digelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-22 di Bandar Seri Begawan, ibukota Brunei. KTT akan menfokuskan pada pembangunan persatuan ASEAN dan pencapaian perkembangan negara-negara ASEAN dalam rangka merampungkan Piagam ASEAN. Tema yang diangkat adalah "Menyatukan Rakyat, Menciptakan Masa Depan".

Dalam KTT sebelumnya di Kamboja, para pemimpin negara anggota ASEAN telah berkomitmen membangun badan persatuan sebelum 31 Desember 2015. Oleh karena itu KTT kali ini akan khusus merundingkan mengenai pembangunan badan persatuan ASEAN.

Nantinya, Badan Persatuan ASEAN itu akan terdiri dari tiga pilar utama yaitu Persatuan Keamanan, Persatuan Ekonomi dan Persatuan Sosial dan Kebudayaan. Para pemimpin delegasi berembuk mengenai pembahasan tiga pilar tersebut, tantangan serta solusinya. Juga akan diadakan tukar pendapat mengenai masalah internasional dan regional, juga peranan yang mungkin dilakukan ASEAN dalam kerangka regional yang lebih luas.

Yang kemudian menjadi pertanyaan, dengan ketiga pilar tersebut, bagaimana mencapai tujuan pembangunan badan persatuan ASEAN? Mampukah negara-negara ASEAN mewujudkan Menyatukan Rakyat, Menciptakan Masa Depan?

Jawaban saya adalah belum cukup. Masih diperlukan tiga hal utama sebagai kunci yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan persatuan yang dilembagakan menjadi Badan Persatuaan ASEAN. Hehe sok tahu deh.

Kisah Persatuan

Begini, karena saya punya prinsip, menulis apa yang saya pahami dan berusaha memahami apa yang satu tulis, lebih baik saya ambil pengandaian saja untuk tiga pilar dan kemudian tiga kunci yang saya maksud diatas.

Tiga pilar ASEAN yaitu persatuan keamanan, persatuan ekonomi dan sosial budaya. Untuk mudahnya saya andaikan sebuah keluarga yang terdiri dari tiga kakak beradik. Kakak yang pertama adalah anak yang memiliki kemampuan berupa kekuatan dan kepemimpinan sehingga ditakuti orang di sekitarnya, kemudian anak kedua alias anak tengah adalah seorang yang jago soal hitung menghitung uang dan yang ketiga alias si bungu sangat pandai bersosialisasi dan memiliki pemahaman budaya setempat.

Pada suatu hari, Ayah mereka meninggal dunia, sementara Ibu mereka dalam keadaan sakit. Tentu saja mereka membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ada sebuah toko peninggalan sang Ayah. Namun, ketiganya seringkali bertengkar mengenai tanggungjawab siapa dan siapa yang berhak memperoleh keuntungan terbanyak. Dapat diduga, keluarga pun goyah.

Tentu saja, itu membuat ibu mereka yang sakit-sakitan merasa sedih dan akhirnya memanggil mereka bertiga. "Anak-anakku sebenarnya apa masalah yang kalian hadapi hingga mengurus sebuah toko saja membuat kalian ribut, jangankan memperoleh keuntungan, menjaga perdamaian saja sulit?"

"Saya merasa wewenang saya selalu diambil oleh adik-adik," ujar anak sulung. "Keuntungan tidak cukup jika dibagi untuk bertiga," jawab anak tengah. "Saya tidak punya waktu untuk bersosialisasi karena banyak menjaga toko," keluh anak bungsu.

Kepingan-kepingan puzzle yang saling melengkapi (© Corbis)

Sang ibu hanya tersenyum. Sebenarnya kalian bertiga bisa mencapai sukses dengan menyatukan tiga kekuatan yang kalian masing-masing miliki.

"Anak pertamaku, kekuatan yang kamu miliki, seharusnya bukan menjadi alasan bertengkar. Pergunakan dengan bijak, janganlah sewenang-wenang. Jagalah keamanan toko dan wilayah sekitarnya, niscaya kau akan dipercaya menjadi pemimpin yang baik," ujar Ibu tersebut.

"Anak tengahku, bagikan hasil keuntungannya secara adil. Jangan pernah merasa engkau bekerja lebih berat dari kakak dan adikmu sehingga kau merasa berhak mendapatkan lebih banyak lagi," tutur sang Ibu.

"Bungsuku, jalinlah sebanyak-banyaknya pertemanan dan pertebal rasa persaudaraan niscaya Engkau akan mendapatkan manfaatnya. Tapi, jangan lupakan kewajibanmu terhadap toko kita," pungkas Ibu ketiga anak tersebut.

Sekelumit cerita soal tiga kakak beradik tersebut mewakili masing-masing-pilar yaitu keamanan, ekonomi dan sosial budaya. Ketiganya merupakan unsur yang sangat penting, dengan perannya masing-masing.Namun, bagaimana caranya agar ketiga hal tersebut dapat merekat erat demi persatuan?

Merekat Persatuan

Dari kisah fiktif yang saya buat sebagai pengandaian di atas, maka saya akan meneruskan mengenai cara agar ketiga hal tersebut dapat merekat erat. Khusus untuk hal ini, maka saya mengambil pengandaian dari pengalaman pribadi saya berkaitan dengan putra saya, Sandya.
  1. Menetapkan tujuan. Jangan pernah sepelekan tujuan. Dalam organisasi, mungkin lebih dikenal sebagai visi. Mengapa hal itu sangat penting? Karena hal ini adalah sebagai fundamental dari setiap aktivitas. Contohnya, saat anak saya menjelang operasi, semua hal terfokus pada kesembuhannya. Tujuannya jelas, melakukan segala upaya agar Sandya dapat melewati masa-masa sulit tersebut. Saya masih ingat, ketika diperlukan donor darah yang mengharuskan pendonor stand-by di rumah sakit karena donor harus dilakukan seketika saat dibutuhkan, tak kurang dari 4-5 orang pendonor siap. Ajaibnya, saya hanya mengenal satu orang rekan suami saya. Selebihnya, orang-orang yang belum pernah saya temui,namun rela menunggui operasi yang tak kurang dari delapan jam itu. Demikian juga untuk Badan Persatuan ASEAN, dibutuhkan tujuan yang jelas yang mewakili semua negara.
  2. Menjalin kebersamaan. Bagaimana mengharapkan sekelompok orang dari latar belakang yang berbeda merasakan persatuan jika mereka tak pernah saling mengenal dan mengetahui bahwa mereka memiliki persamaan dalam kebersamaan? Saat Sandya berada di rumah sakit, maka teman-teman terbaik saya adalah orangtua-orangtua yang mengalami hal yang sama dengan saya, selain keluarga. Rasa sepenanggungan dapat membuat kami merasakan kebersamaan secara mendalam. Tak berbeda dengan Badan Persatuan ASEAN, interaksi antarnegara harus lebih sering dilakukan untuk menjalin rasa kebersamaan tersebut.
  3. Kesungguhan bertindak. Tak ada yang lebih mengesalkan selain dari rencana-rencana yang hanya sekedar tertulis di atas kertas. Jika tujuan sudah ada, demikian juga rasa kebersamaan, namun jika tidak ada yang sungguh-sungguh melakukan tindakan dengan konkrit. Bagaimana mungkin pendonor saat operasi Sandya dapat mendonorkan darahnya, jika ia tidak bertindak konkrit dengan berangkat dari rumah, naik kendaraan menuju rumah sakit dan menemui kami. Tak berbeda dengan Badan Pesatuan ASEAN yang dirancang akan sia-sia jika negara-negara yang ada didalamnya tidak bertindak konkrit dengan melakukan rencana strategis, menyelesaikan sengketa antarnegara tetangga dan lain sebagainya?
Kembali pada pertanyaan, mampukah negara-negara ASEAN mewujudkan "Menyatukan Rakyat, Menciptakan Masa Depan"? Saya akan katakan, mampu. Sangat mampu. Jika tiga pilar itu dapat disatukan oleh tujuan, dipupuk oleh kebersamaan dan diaplikasikan dalam tindakan nyata.















Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...