Pages

Thursday, 5 September 2013

Satu Suara untuk Jakarta sebagai Kota Penghubung Antarnegara ASEAN


Gedung Sekretariat ASEAN di Jakarta Selatan (news.liputan6.com)

"Daripada hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri". Sebuah peribahasa Melayu yang berarti, bagaimanapun senangnya hidup di negeri orang, masih lebih senang hidup di negeri sendiri. Arti dari peribahasa itu tak pernah saya hayati sebelumnya, hingga saya berkesempatan untuk tinggal di negeri orang.

Eitss, tapi sebelum cerita lebih lanjut soal Indonesia dan Jakarta sebagai ibukota tercinta, izinkan saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada aseanblogger yang sudah mengadakan lomba blog #10daysforASEAN yang super keren dan edukatif. Saya sendiri awalnya mengikuti lomba ini lantaran penasaran, dan ternyata banyak manfaat yang saya peroleh. Mulai dari mengenal berbagai hal dari negara-negara ASEAN hingga belajar mempertajam analisa. Satu masukan saya, hadiahnya kurang banyak dibandingkan pesertanya hehehe :)

Oh ya, di hari ke-10 alias hari terakhir lomba blog #10daysforASEAN ini berkisar soal Jakarta yang dipercaya sebagai lokasi markas ASEAN Secretary. Yuk dibaca dulu tema lengkapnya :


Tema : Jakarta, Diplomatic City of ASEAN

Indonesia adalah negara terakhir yang dijadikan tema dalam lomba Blog #10DaysforASEAN yang diadakan oleh ASEAN Blogger Chapter Indonesia bersama dengan beberapa sponsor di antaranya US Mission.

Untuk tema kali ini dipilih Jakarta, ibukota negara Indonesia, yang juga menjadi markas ASEAN Secretary bertempat di Jalan Sisingamangaraja 70 A, Jakarta Selatan.  Keberadaan markas ASEAN Secretary di Jakarta merupakan suatu kepercayaan bahwa Indonesia bisa menjadi penghubung antar negara-negara anggota ASEAN atau Diplomatic City of ASEAN.

Menurut teman-teman blogger mengapa Jakarta bisa terpilih sebagai Diplomatic City of ASEAN? Apa dampak positif dan negatifnya bagi Indonesia khususnya Jakarta? Kesiapan apa saja yang perlu dilakukan oleh Jakarta sebagai tuan rumah dari Perhimpunan Bangsa-bangsa ASEAN?

Berbicara soal Jakarta, seakan waktu tak pernah cukup lantaran berbagai realita dan problematikanya. Saya sendiri baru benar-benar menetap di Jakarta, ketika mulai bekerja sebagi jurnalis di salah satu harian ekonomi, yang kala itu berada di kawasan Manggarai, Jakarta Selatan, sekitar akhir tahun 2002.

Sebelumnya, saya hanya sering berkunjung ke Jakarta saat berlebaran ke rumah saudara-saudara saja. Atau, ketika diajak Papa saya berlibur ke tempat wisata Jakarta seperti Ancol, kebun binatang Ragunan dan lain-lain.

Kesan saya pertama kali harus menetap di Jakarta adalah segala sesuatu berjalan dengan cepat. Setiap orang seakan-akan tak sabar untuk bergerak dari satu aktivitas ke aktivitas lain. Saya yang berasal dari kota kecil, yang sebenarnya tak terlalu jauh dari Jakarta, sempat terseok-seok mengikuti ritme khas Jakarta. Namun, seiring waktu dan tuntutan kerja, kemudian saya dapat menyesuaikan diri dan menikmati segala sesuatunya di Jakarta.

Mengapa Jakarta?


Kembali ke tema hari terakhir lomba blog #10daysforASEAN yang mempertanyakan, mengapa Jakarta bisa terpilih sebagai penghubung antar negara-negara anggota ASEAN atau Diplomatic City of ASEAN? Maka jawaban awal saya adalah mengapa tidak? Jakarta sebagai ibukota negara bisa dibilang mampu memenuhi hampir seluruh sisi kehidupan orang-orang yang ada didalamnya.

                    Gedung perkantoran di sekitar Jalan Sudirman, Jakarta Pusat (neketa0824.wordpress.com)

Apakah Anda ingin melihat kawasan perkantoran yang penuh dengan gedung bertingkat? Ada, silakan susuri jalanan Sudirman, Thamrin dan kawasan Mega Kuningan di Jakarta Pusat. Apakah Anda ingin berbelanja di pertokoan modern yang serba ada alias mal? Bisa ditemukan hampir di seluruh kawasan Jakarta, mulai dari ujung Jakarta sampai ujungnya lagi. Hingga tak salah jika Jakarta kini memiliki julukan Kota Sejuta Mal.

Apakah masih belum cukup, Anda ingin menikmati waktu bersantai bersama keluarga? Lokasi wisata Ancol, Dunia Fantasi, Kebun binatang Ragunan, Taman Mini Indonesia Indah dan lain-lain, siap menghibur Anda. Oh apakah Anda menginginkan hiburan malam khusus orang dewasa? Saya kira kafe, tempat karaoke serta bar yang bertebaran di Jakarta, mampu memenuhi ekspektasi Anda.

Bagaimana untuk para pelancong yang ingin menikmati sejarah Indonesia? Silakan kunjungi museum Nasional atau Museum Sumpah Pemuda di Jakarta, Museum Bahari di Jakarta Utara, Museum Tekstil ataupun Museum Wayang di Kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, serta museum-museum lain di seluruh kawasan Jakarta siap memberikan informasi seluas-luasnya untuk Anda.

Tak salah rasanya, Jakarta sebagai kota dengan kultur yang majemuk ini dipercaya menjadi Diplomatic City of ASEAN yang juga terdiri dari berbagai negara dengan latar belakang kultur yang berbeda.

Pertanyaan berikutnya, apa dampak positif dan negatifnya bagi Indonesia khususnya Jakarta? Dampak positifnya, tentu saja semakin meningkatnya kepercayaan terhadap kota Jakarta, lebih luas lagi sebagai negara Indonesia. Ketika kepercayaan sudah tertanam, maka berbagai keuntungan yang bisa didapat tidak hanya dari sisi politis yang strategis, namun juga sebagai potensi wisata dan bisnis.

Pengibaran bendera ASEAN di Gedung Sekretariat ASEAN 
di Jakarta Selatan (screenshot Ahok.org)

Lebih jauh lagi, saya ingin mengutip pernyataan dari Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki T Purnama alias Ahok usai menghadiri peringatan terbentuknya Asean ke-46 di Gedung Sekretariat Asean di Jakarta Selatan, Agustus 2013 silam. Ia mengatakan bahwa Jakarta sebagai kota yang beruntung.


“Kita bisa jadi ibukota negara negara  ASEAN. Kita bisa bayangkan kantor mantan Wali Kota Jakarta Selatan jadi headquarter-nya ASEAN. Seperti di New York yang menjadi ibukota PBB. Kantor ASEAN bisa jadi ikon baru Jakarta,” ujarnya.

Nah, jika ada dampak positif, maka sewajarnya ada dampak negatif. Tapi, apa kemungkinannya? Menurut saya, hal ini berkaitan dengan kesiapan kota Jakarta menyambut wajah-wajah pendatang yang baru menapakkan kaki di Jakarta. Dapatkah Anda bayangkan kemacetan Jakarta yang akan segera mereka temui ketika memasuki Jakarta? Atau, bahkan para pendatang dari luar negeri harus melihat semrawutnya bandara Soekarno Hatta yang seharusnya menjadi cerminan dari gerbang penyambutan?

Ah, tak tega rasanya saya membayangkan. Bahkan jika tamu harus melalui jalanan menuju rumah saya yang terganggu galian kabel atau pengerjaan jalan, ataupun ketika ruang tamu saya berantakan, saya merasa sangat malu pada tamu saya. Namun, mengapa Jakarta tidak? Ini merupakan salah satu pekerjaan rumah dalam persiapan yang perlu dilakukan oleh Jakarta sebagai tuan rumah dari Perhimpunan Bangsa-bangsa ASEAN.


Tetap Dicinta

Betapa kemacetan Jakarta yang menggila, panasnya matahari Jakarta yang menyengat, ataupun para penjual makanan yang sering tak tahu aturan dengan berjualan seenaknya, tetap saja membuat saya rindu ketika harus menetap di sebuah negara di Eropa.

Waktu dua bulan kala itu terasa jauh lebih lama. Ditengah udara yang menggigil, saya rindu hangatnya matahari di Jakarta. Ketika saya merasa lapar di malam hari, ingin rasanya mendengar tukang nasi goreng langganan dan melahapnya hangat-hangat, tanpa harus pergi ke sebuah kedai dengan makanan yang asing di lidah saya. Ajaibnya, sekembalinya saya dari sana setelah dua bulan, selama beberapa hari pertama kembali ke kemacetan Jakarta, saya sungguh menikmatinya.

Tak salah rasanya, peribahasa Melayu yang saya tuliskan pada awal tulisan ini, "Daripada hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri". Bagaimanapun senangnya hidup di negeri orang, masih lebih senang hidup di negeri sendiri.

Ingin bukti? Silakan Anda tanyakan kepada para warga Indonesia yang tinggal di luar negeri. Kira-kira seberapa banyak yang benar-benar tak pernah rindu untuk kembali ke tanah air?

Satu catatan lagi, sekembalinya saya dari sana, saya melihat nasionalisme yang dimiliki oleh para warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri, tak lebih sedikit dari warga tanah air, jika tidak bisa dibilang lebih. Rasa persaudaraan antar WNI juga sangat kental.

Untuk saya pribadi dan saya yakin sebagian besar warga Indonesia, bepergian dan melanglang buana ke negara mana pun di luar negeri, bukan berarti akan menyurutkan nasionalisme ataupun cinta tanah air. Justru semakin luasnya pandangan dan wawasan akan membuka mata kita untuk berusaha memajukan Indonesia tercinta.

Agar Jakarta dapat sukses menjadi kota penghubung antarnegara ASEAN, yang tak kalah penting adalah peranserta serta kepedulian, tak hanya dari para pejabat pemerintahan DKI Jakarta, namun juga para warga Jakarta, termasuk seluruh penduduk Indonesia karena Jakarta adalah ibukota negara kita yang harus dijaga.



 


No comments:

Post a Comment

Terimakasih yaa ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...