Jadilah saya berselancar di dunia maya untuk menemukan referensi web kesehatan terpercaya. Berhubung kerjaan saya sekarang jadi content writer di sebuah portal kesehatan, jadi sudah terbiasa cari-cari source semacam ini. Sebenarnya kapan sih krisis paruh baya itu dan apa aja dampaknya?
Papa & Mama, rumah tangga mereka mungkin bukan yg paling harmonis, namun selalu mengedepankan anak-anak dan tempat saya meminta nasihat (dok.pribadi) |
Lalu saya menemukan artikel salah satu web kesehatan terpercaya, krisis paruh baya alias midlife crisis itu bisa dimulai sejak usia 37-an hingga usia 50-an. Nah loh, siapa yang kaget dan sepikiran sama saya bahwa krisis paruh baya harusnya ya gak usia 30-an gitu? Jujur aja, gak nyangka usia 30-an bisa terkena krisis paruh baya.
Dampak dari krisis paruh baya itu juga sangat beragam dan berbeda antara pria dan wanita. Masih berdasarkan sumber tadi, untuk pria, krisis paruh baya itu bisa tampak dari tindakan yang berubah dari biasanya. Misalnya, melakukan tindakan impulsif seperti membeli mobil baru sport atau sesuatu yang menyolok. Pada intinya, pria yang mengalami ini seakan-akan ingin membuktikan dirinya tampak sukses dan hebat.
Sedangkan, krisis paruh baya pada wanita, lebih kepada memikirkan kembali hubungan dan perannya sebagai istri, ibu, wanita karir dan sebagainya.
Dari penjelasan ini, saya teringat dua kasus yang mungkin dapat mewakili. Belum lama saya mendapat kabar bahwa seseorang yang saya kenal pada usia 50-an dan anak-anaknya yang sudah beranjak dewasa, memiliki hubungan dengan wanita secara khusus, selain istrinya. Sekilas hal ini memang nampak tidak pantas, apalagi setahu saya, istrinya merupakan salah satu yang luar biasa dan selama ini pernikahan mereka pun tampak harmonis. Mendengarnya saya sangat sedih, tapi kemudian saya mempertanyakan, apakah ini yang disebut krisis paruh baya?
Sementara untuk sisi wanita, kasus menarik dari status teman saya di media sosial. Ia menyebutkan, seorang teman, wanita berusia 30-an, kemudian meninggalkan suami dan 2 anak dan kini sibuk mempercantik diri dengan berbagai hal. Untuk kasus ini, saya miris mendengarnya, tapi juga tidak berani menghakimi. Namun, apakah ini termasuk krisis paruh baya?
Saya pribadi, pada usia 30-an pertengahan (teteeep ditutup2in hehe), jadi lebih banyak berpikir. Mungkin tidak jauh dari teori yang diutarakan di atas. Saya jadi lebih banyak berpikir, apakah peran saya sebagai istri, ibu dan anak dari orangtua saya sudah mencukupi? Apakah yang saya cari dari karir saya selama ini dan bagaimana saya merencanakan kehidupan saya nanti? Manakah yang lebih penting untuk saya saat ini? Mimpi mana yang harus saya kejar pada saat ini? Dan lain-lain pertanyaan yang menari-nari di otak saya. Mungkinkah saya mengalami krisis paruh baya? Entahlah, saya juga belum yakin.
Bagaimana Mengatasinya?
Menurut artikel di web kesehatan yang saya baca, ada beberapa hal yang dapat dilakukan ketika seseorang atau pasangan mengalami krisis paruh baya tersebut. Terutama jika hal tersebut menjadi masalah yang mengganggu, bahkan memicu depresi bagi seseorang.
Sebenarnya tidak semua hal dari krisis paruh baya itu merugikan. Bahkan, tidak mustahil krisis itu sebenarnya bisa menjadi kesempatan seseorang untuk berkembang dan berubah menjadi lebih baik.
Saat krisis paruh baya, biasanya seseorang akan lebih mempertanyakan mengenai prioritas dan keinginannya. Bukan tidak mungkin, seseorang menjadi lebih egois. Hal itu yang mungkin bisa mengganggu kondisi rumah tangga. Apalagi jika tidak disikapi dengan benar oleh pasangannya.
Dari artikel yang saya baca, orang yang lebih berisiko mengalami krisis paruh baya adalah orang-orang yang lebih banyak mengutamakan orang lain selama hidupnya, dibandingkan dengan keinginan pribadinya. Nah!
Saat saya tidak bekerja di kantor dan hampir seluruh waktu saya dihabiskan untuk mengurus rumah dan anak-anak, jujur saja, saya kerap merasa lelah dan sering marah-marah. Mungkin saat itu saya belum siap ataupun kurang ikhlas. Mungkin juga karena saya merasa, kebutuhan saya, keinginan saya berekspresi tidak terpenuhi. Blog ini merupakan salah satu obat saya :D
Saya kemudian membayangkan krisis paruh baya, hampir semacam itu. Mungkin seseorang pada tingkat tertentu, dalam hal ini usia, merasa bahwa kebutuhan dirinya kurang terpenuhi. Belum memperoleh apa yang selama ini diinginkan atau diimpikan, karena lebih banyak memenuhi keinginan atau kebutuhan orang lain.
Tapi, kita bicara orang pada umumnya loh ya, bukan orang-orang istimewa yang punya rasa ikhlas tingkat tinggi ataupun kepasrahan yang luar biasa.
Sayangnya, dari berbagai artikel yang saya baca, banyak pernikahan yang harus dikorbankan saat terjadi krisis paruh baya. Meski sebenarnya hal itu bukan solusi, namun perceraian seringkali tak terelakkan saat terjadi krisis paruh baya.
Yang kemudian, disarankan dari artikel yang saya baca untuk mengatasi krisis paruh baya adalah komunikasi. Baik bagi yang tengah mengalami krisis paruh baya atau pasangannya yang merasa terganggu. Jika perlu, gunakan jasa psikolog keluarga. Mereka dapat menjadi pihak penengah dan lebih tahu bagaimana mengatasi hal tersebut. Jangan pernah malu untuk meminta tolong saat kita tidak mampu, itu yang menjadi prinsip saya selama ini.
Ah semoga siapa pun yang mengalami krisis paruh baya, dapat memanfaatkan untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Mungkin akan membingungkan, mungkin juga jalannya sedikit terjal, tapi dengan dukungan keluarga dan ahli profesional (jika dibutuhkan), semoga tidak menimbulkan hal-hal yang merugikan. Aamiin.
Sumber :
http://www.webmd.com/depression/features/midlife-crisis-opportunity
http://divorcesupport.about.com/od/isdivorcethesolution/f/menwomen_crisis.htm
ak bingung mbak apa aku mengalami krisis itu :)
ReplyDeleteJadi ingat cerita teman yang usianya 30-an menjelang 40. Banyak temannya yang mengalami krisis paruh baya ini. Rumah tangga jadi terganggu. Soal mengedepankan orang lain, masuk di akal juga. Seyogyanya kita adil. Bisa membagi waktu antara keluarga dan kebutuhan kita sendiri. Satu lagi komunikasi dengan pasangan sangat penting :)
ReplyDeleteHemmmmm..... berfikir, trus berdoa smg hal2 itu tdk terjadi bagi suami dan aku pribadi. Byk kasus yg aku liat jg mak... sungguh pembelajaran yg luar biasa ya. Trima kasih sharingnya mak :)
ReplyDeleteMak betul banget saat saya belum kenal blog dan ngga bekerja di luar rumah, saya sering uring-uringan, antara bete, bosen, ngerasa ngga berharga. Tapi Alhamdulillah blog bisa menjadi plampiasan. Nambah temen dan udah mulai menghasilkan materi :)
ReplyDeleteMba, kalau kita ikut dalam grup atau kegiatan yg bikin enjoy mungkin krisis ini bisa diminimalkan kali, ya.
ReplyDeleteDiriku udah 30 lebih nih, mulai hati2 dan baru tahu info soal ini ;)
serem juga ya Mbak.. makasih infonya.. :)
ReplyDeleteAamiin.. Baru tahu juga nih, mak. Makasih ya infonya...
ReplyDeleteHmmm, saya berpikir, apakah ngeblog bisa jadi salah satu sarana mengatasi krisis paruh baya? Karena sedikit banyak blog bisa jadi tempat merefleksikan pikiran sekaligus berbagi dengan orang lain sehingga merasa diri lebih bermanfaat...
Apa kita semua akan mengalaminya ya? semoga nggak kejadian, deh..
ReplyDelete