Pages

Saturday 31 August 2013

Nekad ke Venesia yang Tak Sia-sia

Saya di Venice, rasanya gak percaya (dok.pribadi)

Tak pernah terbayangkan saya dapat menginjakkan kaki ke tanah Eropa. Hingga suatu hari pada tahun 2009, saya mendapat kesempatan untuk belajar selama dua bulan di Negara asal Hitler., Jerman. Berbagai rencana jalan-jalan keliling Eropa langsung menjadi agenda saya saat itu, meskipun jujur saja saya tidak banyak membawa uang saat itu. Tak lebih dari Rp 2 juta saya bawa dari tanah air, karena untuk kebutuhan sehari-hari disana disediakan pihak penyelenggara beasiswa berupa uang saku dan akomodasi.

Saya berada di Berlin selama dua bulan, Senin-Jumat saya harus belajar di kelas dan memiliki waktu akhir pekan untuk acara bebas. Memang penyelenggara beasiswa memiliki agenda khusus untuk mengunjungi  lokasi wisata di Berlin dan sekitarnya, tapi rasanya memegang visa Schengen yang bisa berlaku untuk sebagian negara Eropa tanpa menggunakannya sama sekali rasanya sangat-sangat sayang.

Dengan berhemat sana sini dari uang saku yang diberikan setiap minggu, plus mengiba kepada suami untuk minta izin menggunakan kartu kredit untuk membeli tiket pesawat ekonomis, maka terbanglah saya ke Venesia. Tiket juga sengaja kami beli jauh-jauh hari agar biaya semakin bisa ditekan. Waktu itu kami menggunakan pesawat Easyjet. Biaya penerbangan PP sekitar 60 Euro. Kali ini saya ditemani seorang teman asal Vietnam, Vu Thi Thu Tra. Trus kenapa disebut nekad donk?

Hehe selain kami dua orang wisatawan asing asal Asia yang bertubuh mungil, yang kami sama sekali buta soal Italia, jangankan berbahasa Italia, lokasi wisata saja kami menjadikan Om google menjadi petunjuk utama kami. Kalau orang lain, sudah booking tempat penginapan online, kami sengaja mau mencari sendiri nanti begitu kami sampai, agar dapat membandingkan dan memilih yang termurah terntunya :D

Oh ya, sebenarnya saya juga sempat bertandang ke Paris, Prancis , namun karena ada seorang teman yang memandu dan sabar membiarkan kami foto-foto dengan narsis, rasanya itu tidak termasuk kategori nekad deh hehehe.

Venice alias Venesia dalam jepretan kamera saya (dok.pribadi)

Jadi, kenapa Venesia? Kota mungil yang sebagian besar aktivitas transportasinya diatas air ini adalah salah satu kota yang telah lama saya impikan. Entah mengapa, gedung dan bangunan otentik zaman kolonial, transportasi air yang tampak romantis serta ketenaran orang-orang Italia yang (ehem) tampan dan cantik, seakan memanggil-manggil saya untuk berkunjung kesana. Oh ya, satu lagi, kuliner Italia yang sangat saya sukai disini membuat saya penasaran bagaimana rasanya di negara asalnya.

Saat itu, saya mengunjungi Venesia pada akhir bulan Maret, yang merupakan penghujung dari musim dingin alias winter. Jaket tebal dan sarung tangan masih menjadi pakaian wajib saat itu.

Perjalanan saya saat sekitar 790 kilomenter *nyontek Om google* menggunakan pesawat Easyjet dari bandara Berlin Schoenefeld (SXF) to bandara Venice Marco Polo bisa dibilang lumayan nyaman, meskipun dengan harga ekonomis. Saya memutuskan menggunakan pesawat karena alasan waktu, sebab saya hanya memiliki waktu libur pada akhir pekan. Namun, bagi para nekad traveller lain yang yang memiliki waktu luang, melakukan perjalanan di Eropa menggunakan kereta ataupun bis mungkin akan lebih berkesan, dan tentunya hemaaat.

Saya ingat perjalanan saya selama di pesawat sangat menyenangkan karena saya dapat merasakan sinar matahari. Ya, selama berada di Berlin pada musim dingin, sinar matahari merupakan sesuatu yang sangat jarang. Padahal, selama di Jakarta, tak jarang saya ngomel-ngomel lantaran sinar matahari yang terlalu terik.

Pesawat yang berkapasitas sekitar 30-an penumpang itu terbang melewati beberapa pegunungan bersalju. Sempat membuat jantung saya deg-degan, pasalnya saya membayangkan bagaimana jika tiba-tiba pesawat jatuh diantara pegunungan itu. Amit-amit deh!

Alhamdulillah saya sampai di Marcopolo Airport sekitar jam 10 pagi dengan selamat. Berbekal hasil browsing dan tanya petugas sana sini, serta membeli peta. Saya bersama rekan saya asal Vietnam, kemudian berjalan menuju lokasi water bus alias bis air untuk sampai menuju kota Venesia dengan harga sekitar 13 Euro. Bagi yang berkocek lebih tebal, Anda bisa menggunakan water taxi alias taksi air yang menyediakan lebih banyak privasi dengan harga sewanya bisa tiga kali lipat atau lebih, dengan jarak tempuh yang sama.

Mejeng dulu setelah beli tiket water bus alias bis air (dok.pribadi)

Kala itu, saya dan rekan saya merupakan dua orang penumpang pertama dari bis air yang sedang bersiap berangkat. Kami menyempatkan diri untuk berfoto sebagaimana layaknya turis. Namun, satu hal yang pasti akan segera ditangkap oleh mata adalah betapa mudahnya menemukan orang yang ganteng atau cantik disini hehehe. Teman saya sampai terpesona dengan petugas bis air yang memang wajahnya khas Italia.

Perjalanan saya dipenuhi dengan decak kagum. Ya, memang selama ini saya lebih sering bermimpi untuk menginjakkan kaki ke Negara-negara di Eropa untuk memuaskan rasa penasaran saya terhadap kota-kota tuanya. Tak dipungkiri bahwa Venesia adalah salah satu kota tertua di Eropa yang terlihat dari arsitektur gedungnya.

  Water bus alias bis air ini asik pemandangannya selama perjalanan (dok/pribadi)

Perjalanan yang memakan waktu sekitar 30 menit menggunakan bis air itu sungguh tidak terasa. Suguhan gedung-gedung serta kapal-kapal beraneka warna dan jenis di Venesia benar-benar tidak membosankan. Ditambah dengan takjubnya melihat air yang kami lewati tampak begitu bersih, tanpa sampah. Membayangkan hal ini dapat terjadi di sungai-sungai Jakarta, rasanya hampir mustahil.

Sudah sampai!

Kami langsung turun dari bis air menuju jantung kota Venesia yaitu Piazza San Marco atau disebut St Mark's Square. Wow! Saya sangat terkagum-kagum saat menginjakkan kaki disini. Bangunannya sungguh megah dan indah dan pemandangan sekeliling yang menakjubkan. Saya sampai-sampai mencubit diri sendiri, karena tak percaya bisa ada disana. Kebetulan saat itu masih musim dingin, sehingga saya tak perlu berdesak-desakan dengan turis dari Negara lain. Mungkin lain halnya jika Anda memutuskan untuk berkunjung pada musim panas.
Di Piazza San Marcp bareng turis-turis lain (dok.pribadi)

Puas berjalan-jalan di sekitar dan mengabadikan kunjungan kami dengan berfoto, lalu saya dan rekan saya meneruskan perjalanan kami mengitari kota Venesia. Rupanya kota ini tidak terlalu besar. Hanya dengan waktu sekitar dua jam, maka seluruh kota Venesia dapat Anda kelilingi.

Saya sempat berpisah dengan rekan saya, sebab saya ingin duduk sejenak menikmati pemandangan di sekeliling dengan duduk dan menulis sedikit di jurnal saya. Nikmat rasanya, meskipun sedikit kedinginan Sementara, rekan saya terus menyusuri Venesia.


Saya di Venesiiaa, masih cubit2 diri sendiri (dok.pribadi)

Akhirnya kami sampai di sebuah penginapan ketika hari sudah gelap. Ternyata semua kamar juga hampir penuh. Dengan berat hati, kami memesan kamar yang lumayan membuat kami merogoh kantong agak dalam, lantara mereka mengklaim sebagai hotel berbintang 3. Padahal, jika dilihat sekilas, sama sekali tidak terlihat mewah. Hiks.

Venesia di malam hari, kereen deh (dok.pribadi)

Hanya satu yang dapat menghibur saya saat itu, toilet duduk yang dilengkapi dengan air hangat. Wah waah serasa surga, setelah hampir dua bulan saya berada di Berlin yang sebagian besar kamar mandi kering Hehehe namanya juga orang Indonesia, kebiasaan bersih2 dengan air.

Jalanan di kota Venesia yang sebagian besar dari paving block itu memang terbilang sempit dan agak-agak terlihat serupa satu sama lain. Jadi bagi Anda yang sering nyasar, lebih baik berhati-hati dan belilah peta di airport untuk berjaga-jaga. Hehehe apalagi kaum perempuan, seperti saya dan teman saya, sempat berputar-putar beberapa kali untuk kembali ke penginapan. Apalagi ketika malam hari, jalanan tersebut bisa sangat menyulitkan.

Hal yang kedua yang harus diantisipasi adalah kendala bahasa. Ketika kami tersesat dan berusaha bertanya dengan bahasa Inggris kepada petugas polisi, mereka justru menjawab tidak bisa berbahasa Inggris, “Sorry, we’re Italian”. Of course, itu sebabnya kami bertanya. Jadi lebih baik Anda bertanya di restoran ataupun petugas hotel yang ada di sekitar sana. Mereka dijamin akan menjawab lebih ramah, meskipun dengan bahasa Inggris yang terpatah-patah.

Ini juga yang menjadi catatan saya ketika mengunjungi Paris, Perancis. Sebagian besar warga disana, tidak dapat berbahasa Inggris. Mereka sangat menjunjung tinggi bahasa ibu mereka, dan bahasa Inggris bukanlah salah satu hal dipelajari. Juga ketika saya tinggal di Berlin, bahasa Inggris sebagian besar hanya digunakan untuk warga pendatang. Jadi mempelajari bahasa dari negara yang dikunjungi, meskipun sekedar sapaan atau bertanya, akan cukup membantu, percayalah!

Gelato yang nagih

Membicarakan perjalanan wisata ke Venesia, rasanya tak akan ada habisnya. Untuk wisata kuliner, saya sempat mencicipi pizza dan spaghetti khas Italia, serta beberapa jenis makanan lain yang saya sendiri tak terlalu ingat namanya. Tentu saja, sambil minum cappuccino tak kalah istimewa dan patut masuk agenda Anda saat mengunjungi Venesia.

Bersantap sambil duduk di luar ataupun didalam restoran sangat luar biasa ketika di Venesia. Jika memilih di luar ruangan, maka Anda bebas untuk melihat-lihat orang berlalu lalang serta pemandangan yang seakan tak bosan-bosan untuk dilihat. Sedangkan, jika Anda makan di dalam restoran, maka ruangan khas Italia dengan berbagai lukisan dan ornamennya siap memanjakan pandangan pengunjungnya.

Gelato alias es krim Italia memang TOP! (dok.pribadi)

Tapi yang tak kalah seru adalah ketika kami berjalan-jalan dan menemukan gerai gelato alias es krim! Harganya waktu itu sekitar 2 Euro. Saya sendiri memilih rasa coklat, dan rasanya memang sangat berbeda dengan es krim di Indonesia. Tapi, memang demikian rasanya atau karena pengaruh penjualnya yang sedap dipandang mata hehehe :)

Sayangnya waktu saya dan rekan saya tidak terlalu banyak di sana, sebab kami harus kembali mengejar pesawat kembali ke Berlin sekitar pukul 1 siang waktu setempat. Pada hari Senin, kami sudah harus kembali duduk manis di kelas untuk mengikuti pelatihan.

Satu hal yang terlewat, kami tidak naik perahu khas Venesia, Gondola. Mengapa? karena biaya sewanya yang sangat mahal. Lagipula saya ingin menyisakan satu hal untuk saya lakukan bersama orang-orang tercinta nanti. Namun, kekecewaan itu terobati ketika kami melakukan perjalanan ke bandara dengan bis air yang sungguh luar biasa untuk saya.

Gondolanya sempet buat foto aja, belum jadi naik (dok.pribadi)


Meskipun dengan usahat hemat sana sini yang kami lakukan, kecuali biaya penginapan yaitu sekitar 50 Euro yang bikin saya kais-kais dompet, total biaya yang saya habiskan masih dalam kisaran lumayan bangettt, masih jauh dibanding Nekad Traveller yang video pengalaman seru mereka bisa dilihat disini . Memang masih terbilang cukup besar, bahkan membuat saya harus mengencangkan ikat pinggang pada minggu-minggu terakhir di Berlin.

Tapi, sama sekali tidak membuat saya menyesal dan saya harap pengalaman ini membuat saya bisa lebih jeli dan cermat jika lain kali bisa kembali ke sana. Semoga nanti saya bisa ke Venesia bersama orang-orang tercinta, doakan yaa!

12 comments:

  1. Replies
    1. aamiin. kita saling mendoakan, saya juga pengen bisa balik kesana lagi hehehe. Terimakasih sudah mampir, In 'sya Allah nanti saya mampir ke blognya Mas insinyur deh

      Delete
    2. Kesana minim budget berapa ya? nekad gak nekad sih...

      Delete
    3. wah saya sih gak bisa ngasih kira2 angka. Sebab saya berangkat tahun 2009 dan ada sebagian biaya yang beda, misalnya saya berangkat ke venesia dari berlin dan visa saya bebas biaya karena program beasiswa. Komponen2 biaya aja ya, jadi bisa tanya2 ke pihak yang bersangkutan:
      1. visa schengen. Kalo mau ke venesia, ya tanya ke kedubes italia
      2. biaya pesawat dari Indonesia ke Italia
      3. untuk biaya penginapan, bisa di google, berapa kira2 sekarang per malamnya, mungkin bisa lebih murah dari pengalaman saya.
      4. biaya makan di venesia, waktu tahun 2009 sih, sekali makan sekitar 10 Euro. nah, di kali aja kira2 makan berapa kali dan berapa hari disana.
      5. biaya transportasi, tergantung mau kemana. kalo waktu itu bis air 13 euro, ada juga bis darat, mungkin kurang lebih biayanya hampir sama.
      6. dana cadangan. ini juga harus ada. misalnya kartu kredit atau travel check, atau mungkin debit yang bisa dipakai di luar negeri
      Itu mungkin kira2 pos dana yang harus diperkirakan.

      Delete
  2. waaaahh, jadi pengen ke sana, mba. hiks. moga ada rejeki ke sana. aamiin

    ReplyDelete
  3. Jadi inget ceritanya Andrea Hirata waktu jalan-jalan sama Arai itu,mbak. Juga ceritanya Lintnag dan kawan2di novel Negeri Van Oranje. Asik, ya. mudah-mudahan saya juga kesampaian jalan-jalan ke Eropa :)

    ReplyDelete
  4. Tips untuk mengatasi kendala berbahasanya bagus mak, bisa jadi karena memang mereka diuntungkan dengan adanya wisatawan ya jadi lebih ramah merespon

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, karena pemasukan utama daerah mereka sebenarnya dari wisatawan itu. Seharusnya petugas juga bisa lebih ramah dan membantu.

      Delete
  5. seru sekali. moga bisa kesana ya. yang di jalan champ eelysee itu loh, sunyi tapi indah banget. tak bisa di ucapkan dengan kata2.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin. Gak sekedar diimpikan, tapi juga harus masuk rencana mba Dwi :) Makasih udah mampir yaa ^_^

      Delete

Terimakasih yaa ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...