Pages

Wednesday, 23 November 2016

Merintis Karir Kembali di Usia Cantik, Bisa Kok!

"Kalau sudah lebih dari 35 tahun, pasti susah deh mau kerja di kantor lagi". Kalimat itu terngiang di telinga saya selama bertahun-tahun. Entah kapan saya mendengarnya. Namun, tidak pernah saya bayangkan saya merupakan salah seorang yang harus berjuang melewati itu.

Pada usia 30-an awal, saya terpaksa berhenti dari kantor dengan alasan yang tidak saya duga sebelumnya. Jujur saja, hal itu sempat menyisakan rasa sedih mendalam untuk saya pribadi. Bidang pekerjaan yang saya geluti selama bertahun-tahun, seakan mengkhianati saya. Tapi saya berusaha tidak runtuh, masih ada keluarga yang menerima dan membutuhkan saya. Saya harus kuat, meski tidak mudah.

Bareng ibu-ibu muda usia 20-an, masih tampak sebaya kan :D *abaikan kerutan di sekitar mata*
(foto Eka Mudrika)



Selama satu tahun, saya memilih untuk bekerja freelance karena "trauma" tersebut. Entah lah, saat itu rasanya sulit untuk saya kembali membangun kepercayaan untuk kembali bekerja. Vice versa, baik kepercayaan saya terhadap institusi kantor sekaligus kepercayaan diri saya untuk berada di dalamnya.

Sehingga tahun ke dua, saya hamil. Saya berniat akan kembali bekerja segera setelah melahirkan. Namun, saya hanya dapat berencana dan Allah SWT yang menggariskan. Anak saya terlahir dengan kondisi jantung yang istimewa, sehingga sangat membutuhkan perhatian penuh dari saya, suami dan seluruh anggota keluarga.

Setelah tindakan medis dan operasi jantung adek selesai dan Alhamdulillah kondisinya semakin membaik, saya mulai berpikir untuk kembali bekerja. Saya sempat mengatakan ini, "Nanti ibu kembali kerja setelah menyusui adek sampai 2 tahun ya".

Tapi, kenapa saya harus kembali bekerja? Itu mungkin pertanyaan yang banyak dilontarkan. Alasan utamanya, karena bekerja membuat saya bahagia. Bekerja memberikan saya kesempatan untuk memberikan manfaat, ruang untuk berekspresi dan memperoleh penghasilan sendiri, tentu saja.

Bukan, bukan berarti saya tidak bahagia bersama anak-anak. Hanya saja, saya merasakan diri saya selama 4 tahun sebagai full time mother, justru membuat anak-anak tidak bahagia. Saya sering marah-marah, menangis tanpa sebab dan merasa tidak berdaya. Saya rindu bekerja, itu yang saya rasakan.

Kembali Bekerja di Kantor

Rupanya Allah SWT mendengar doa saya untuk kembali bekerja setelah usia adek 2 tahun dan selesai menyusui. Saya kembali diterima kerja di sebuah media komunitas hanya beberapa bulan sebelum ulang tahun ke 35 alias #usia cantik

Jangan ditanya, betapa gugup dan rasa tidak percaya diri yang saya alami. Pengalaman jurnalistik bertahun-tahun yang lalu seakan harus saya korek lebih dalam di ingatan jangka panjang. Tak heran, hampir 4 tahun saya absen dari dunia jurnalistik, namun lebih banyak mendalami dunia penerjemah.

Hari pertama bekerja membuat saya gugup luar biasa. Puji syukur saya mendapatkan rekan-rekan kerja yang sangat baik. Seorang rekan kerja yang kemudian sangat dekat dengan saya, mengalami kekecewaan yang hampir sama dengan saya. Sehingga rasanya seperti menemukan teman seperjuangan, ya meski gak sama-sama banget sih :D *love you Mbak Diah*

Menunggu bareng Mbak Diah dan ribuan orang saat parade Presiden di Jl Thamrin
(dok. Maurin Handayani)
Tapi belum genap satu tahun saya bekerja disana, saya menemukan tempat kerja yang saya anggap lebih cocok dengan passion atau gairah saya. Inget gairah kerja ya ^.^ Saat itu saya memutuskan untuk kembali bekerja di website kesehatan yang bahasa kerennya sih Start up. Satu ruangan yang lumayan besar itu hanya terdiri kurang dari 10 staf dan 1 bos. Haha iya lah, masa iya terbalik rin :D

Meski saat hari pertama, berjalan tidak seperti yang saya harapkan. Alhamdulillah saat ini saya sudah memasuki tahun ke-3 bekerja disana. Yeeeeeyyy!!! Kabar gembiranya lagi website kami semakin berkembang secara nasional dan bahkan sudah dibuka cabang di salah satu negara lain di Asia.

Kami kompak saat menyerbu makanan....pizzaaaaaa (dok,temen kantor :D)
Eniwey, jujur saja kebahagiaan saya bekerja di website kesehatan karena saya sukaaaa baca artikel kesehatan dan selalu ingin berbagi tentang itu. Jadi yang selalu saya tanyakan pada diri saya sebelum membuat artikel adalah apa yang akan diperoleh pembaca saya setelah membaca artikel yang saya buat. Kalau gak ada, berarti tulisan saya gak ada manfaatnya donk. Jadi harus puter otak lagi. Jangan salah, artikel saya itu juga harus melalui editor medis jadi kalo menurut dokter gak bener, ya harus revisi lagi *lelah hamba, baginda* Tapi, saya ikhlas kok. Beneran. IKHLAS.

Oiya, satu lagi sih yang bikin betah kerja di tempat sekarang, temen-temen kerjanya. Bahasa saya sih disini bukan rekan kerja lagi, tapi temen. Iya, temen. Karena bareng mereka, saya bisa jadi diri sendiri. Hahaha becanda asal, ngomong tengil, agak porno atau sinisitis alias penyakit sinis, secara ajaib they can take it :D Kalo ada yang tersinggung, paling besok2nya bales-balesan hihihi

Belajar dan Belajar Lagi

Pernah denger kalimat, tua itu pasti tapi dewasa itu pilihan? Hahaha itu bener pake bangeet, menurut saya. Jika berbagai pengetahuan baru itu, masih bisa dipelajari. Namun, jujur saja, kedewasaan itu salah satu pelajaran yang paling sulit saya hadapi.

Beruntung tempat saya bekerja sekarang terdiri dari berbagai kalangan usia. Disini saya belajar memahami dari berbagai sudut pandang usia. Penting gitu? Penting banget lah. Gini ya meski saya sudah pernah merasakan usia 20-an, tapi ya kadang lupa atau kondisi saya yang gak sama, membuat saya jadi kurang paham galau-galaunya mereka.

Sebagaimana saya pernah membaca fakta dari sebuah situs psikologi yang mengatakan, usia yang mengalami stres paling tinggi adalah 18 hingga 33 tahun. Setelah melewati usia 33 tahun, tingkat stres akan semakin menurun.

With one of  my best friend di kantor. Untung kita udah lewat usia galau ya Len ^.^ (dok.pribadi)

Tapiii ada juga sebagian yang usia hampir mirip dengan saya, ya kadang memiliki pandangan yang berbeda. Yang tak kalah membuat saya banyak belajar adalah yang berusia lebih tua dari saya.

Saya belajar bahwa usia tidak dapat menghalangi seseorang untuk berkontribusi. Apalagi pandangan mereka yang sudah jauh lebih banyak merasakan asam garam kehidupan, rasanya lebih baik dan berisi dibanding saya.

Lokasi liburan favorit saya yang paling pas untuk menepi sebentar dari riuhnya Jakarta (dok.pribadi)
Intinya adalah pada usia 37 tahun ini, saya menyadari masih harus banyak belajar. Belajar untuk selalu berusaha lebih baik dari kemarin, Belajar menekan ego sekaligus emosi, belajar tidak menghakimi dan menerima beragam pemikiran berbeda, belajar bahwa setiap orang dapat memberikan ilmu untuk saya. Namun, salah satu yang paling sulit adalah belajar menerima diri sendiri.

Pada usia ini, saya semakin sering melihat "ke dalam". Rupanya ada banyak luka, koyak dan kemarahan yang dibiarkan dalam diri saya selama ini. Meski saya ingkari, namun mereka tetap ada. Saat inilah saya berusaha merangkul semua, mengakui semua untuk kemudian memaafkan dan menjadikannya bahan pembelajaran.

Bahagia itu Mencerahkan

Tapi, ada juga belajar menerima diri secara fisik yang telah mengalami perubahan sedemikian rupa. Saya sadar bahwa tidak lagi bisa begadang hingga tengah malam dan bangun pagi dengan kondisi segar sebagaimana usia 20-an dulu. Atau, harus rela mengerem makanan enak yang tinggi kolesterol atau lemak, agar terhindar dari nyeri di berbagai bagian tubuh :D

Saya juga harus berdamai dengan beberapa ekstra lemak di beberapa bagian tubuh, meski sudah berolahraga, sebagai bukti penurunan metabolisme seiring bertambahnya usia. Yang hingga kini masih sulit saya terima yaitu mulai munculnya flek-flek hitam dan sedikit kerut di bagian dahi serta sekitar mata.

Foto saya dan suami beberapa bulan lalu loooh (dok.pribadi)
Jujur saja, saya tuh jenis orang sederhana dengan kebiasaan sederhana, termasuk urusan perawatan tubuh dan wajah. Sampai-sampai saya sering bilang saya suami, "Haha Ayah sih enak, istrinya ongkos perawatannya minim". Kalo ada orang yang cuma pake pelembab dan bedak hanya saat berangkat kerja dan gak pernah touch up sama sekali seharian, ya saya itu gitu. Intinya, kalo gak perlu, ya gak usah ribet lah.

Nah kalau dulu-dulu saya masih agak santai soal perawatan kulit wajah, sepertinya saat ini tidak lagi ya. Sepertinya saya harus mulai agak telaten untuk merawat kulit agar tetap tampil maksimal. Gak mau deh pas jalan bareng sama suami, disangka kakaknya atau bahkan ibunya. Ooooh Nooooo >.<

Ketika beberapa postingan teman yang sama-sama sudah memasukii #usiacantik memamerkan pencapaian dan kulit mereka yang masih cling, di situ saya merasa tertohok. Ah rupanya ini toh salah satu rahasia mereka. Beruntung lah saya segera tahu di usia segini, jadi belum telat-telat banget kali ya.
Rangkaian Revitalift Dermalift dari L’Oreal Paris Skin Expert ini sahabat tepat di #usiacantik
(foto: Facebook L'orealParisID)
L'Oreal Revitalift Dermalift sangat tepat untuk saya dan teman-teman yang sudah berada dalam #usiacantik yang membutuhkan perawatan khusus. Lengkap ada perawatan untuk membersihkan wajah yaitu Milky Cleansing Foam dengan perawatan anti Wrinkle dan Firming. Juga ada Day Cream yang mengandung SPF23 PA++ Anti Wrinkle dan Firming.

Terakhir ada Revitalift Dermalift Night Cream yang bisa memicu regenerasi kulit lebih cepat, sekaligus menyamarkan flek hitam dan kerutan halus di wajah. Aha...tepat seperti yang saya butuhkan!

Terutama untuk para wanita di #usiacantik selamat menikmati semua prosesnya, jangan banyak ngiri sama yang mudaan dan banyak-banyak hormat sama yang tuaan hehe :D Yuk ah tetap berusaha yang terbaik untuk keluarga, komunitas, pekerjaan dan jangan lupa berusaha terbaik untuk diri sendiri.

Hargai dan sayangi diri sendiri, sebagaimana kita menghargai dan menyayangi orang-orang di sekeliling kita. Satu lagi, jangan lupa bahagia. Saya meyakini, jiwa yang bahagia akan terpancar pada wajah dan diri kita secara keseluruhan.

Jadi kalau ditanya bisa gak sih merintis karir kembali di #usiacantik? Kalau saya bisa, teman-teman semua juga pasti bisa :)

“Lomba blog ini diselenggarakan oleh BP Network dan disponsori oleh L’Oreal Revitalift Dermalift.”


8 comments:

  1. Mba Ririn kita berada di detik detik terakhir DL
    Postingannya bagus saya suka. bercerita tentang diri sendiri memang asyik.. nanti mapir juga ke rumah saya

    ReplyDelete
  2. Terima kasih sudah menginspirasi. Usia cantik ternyata bukan alasan untuk takut memulai sesuatu yang baru. Jadi kembali bersemangat nih mba....

    ReplyDelete
  3. "Hahaha becanda asal, ngomong tengil, agak porno atau sinisitis alias penyakit sinis, secara ajaib they can take it :D Kalo ada yang tersinggung, paling besok2nya bales-balesan hihihi" >> ini bener bangeeet, dan kalo lagi becanda ngerasanya seumuran semua yah... tapi emang mbak ririn gaya2nya masih kaya kita2 yg umur 20 kok *jangan ge-er, Mak! tetep dipanggil Emak tapinya hehhehe

    ReplyDelete
  4. Mbak Ririn awet muda. Duh, aku jadi ngebayangin, apakah aku akan kerja kantoran lagi? uhuk,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah kalo disebut awet muda :) kerja kantoran lagi? Coba Tanya ke dalam diri, penting atau gak

      Delete

Terimakasih yaa ^_^